Kamis, 22 Maret 2012

Krisis Suriah, Revolusi Arab, dan Paradoks Iran

Krisis Suriah, Revolusi Arab, dan Paradoks Iran
Ibnu Burdah, PEMERHATI TIMUR TENGAH DAN DUNIA ISLAM;
DOSEN PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 21 Maret 2012



“Sikap Iran terhadap revolusi rakyat Arab ternyata tidak sepenuhnya didasarkan kepada prinsip-prinsip yang jelas dan tegas, tetapi juga berdasarkan hubungan persekutuan atau permusuhan sebagaimana sikap-sikap negara Arab secara umum."

SALAH satu sumber kekuatan rezim Presiden Suriah Al-Assad yang hingga kini terus melakukan represi terhadap rakyatnya ialah dukungan `buta' Iran terhadap rezim itu. Rezim Iran dan Suriah memang memiliki kesamaan, yakni beraliran Syiah. Iran menganut Syiah Itsna Asyariyah (12 imam) dan rezim Suriah Syiah Alawi (sangat menekankan kepada Imam Ali). Jika di Iran Syiah Itsna Asyariyah mayoritas, di Suriah Syiah justru minoritas.

Sikap Iran sejauh ini sangat mewarnai perkembangan gerakan protes rakyat di Suriah, bahkan di beberapa negara Arab yang sedang bergolak. Karena itu, negara tersebut pantas dipandang sebagai salah satu aktor kunci di kawasan hingga saat ini.

Tampak Konsisten

Iran pada mulanya negara yang paling konsisten mendukung perjuangan rakyat di berbagai negara Arab untuk `merdeka' dari penguasa militer-otoriter dan monarkimonarki despotik. Iran merupakan negara pertama yang secara eksplisit mendukung perjuangan para pemuda Tunisia untuk menumbangkan kekuasaan Ben Ali. Iran juga `menyertai' perjuangan rakyat Mesir untuk menjatuhkan rezim Mubarak yang dikenal sangat berpengaruh di dunia Arab. Press TV dan al-Alam, dua televisi regional dan internasional pemerintah Iran, menayangkan peristiwa-peristiwa revolusi Mesir secara maraton dan menyandingkannya dengan rangkaian peristiwa dan heroisme revolusi Iran 1979.

Konsistensi Iran dalam mendukung perjuangan rakyat Arab terus terpelihara ketika Yaman, Libia, dan Bahrain mengalami pergolakan hebat. Untuk negara yang terakhir, Iran memberikan perhatian yang sangat khusus mengingat kedekatan aliran keagamaan antara penduduk mayoritas Bahrain dan rakyat Iran. Di samping itu, rezim Bahrain sangat berorientasi ke Amer rika Serikat, musuh Iran, dan m merupakan sumber ancaman terdekat Iran.

Ketegasan Iran dalam mendukung revolusi rakyat Arab semakin jelas ketika pergolakan dalam skala kecil mulai pecah di Qathif, Riyadh, dan beberapa kota lain di Arab Saudi. Iran tidak hanya mengecam despotisme Arab Saudi, tetapi juga mencibir fatwa ulama Arab Saudi yang mengharamkan rakyat turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi menuntut perubahan.

Standar Ganda

Iran gagal memelihara konsistensi itu ketika rakyat Suriah menuntut rezim Al-Assad, berpaham nasionalisme Arab sekuler dan pengikut Syiah Alawiyah, untuk melakukan perubahan fundamental terhadap pemerintahan. Seiring dengan eskalasi gerakan yang terjadi di Suriah, Iran terus melancarkan kampanye menentang gerakan rakyat untuk perubahan dengan menuduhnya sebagai gerakan pengacau keamanan, infiltrasi asing, dan tuduhan tuduhan `lucu' semacamnya. Mereka juga tidak mengecam fatwa ulama Suriah yang melarang rakyat untuk melakukan demonstrasi.

Media Massa Pemerintah Iran juga `gagap' untuk menayangkan jatuhnya ribuan korban meninggal, diperkirakan ratusan ribu terluka dan sejumlah besar rakyatnya kini menjadi pengungsi di Irak, Libanon, dan Turki akibat aksi kekerasan aparat keamanan terhadap demonstrasi damai di Suriah. Mereka justru menayangkan demonstrasi untuk mendukung rezim Al-Assad. Padahal, mereka hampir setiap saat tetap menayangkan aksi kekerasan aparat Bahrain terhadap rakyatnya kendati demonstrasi itu kini sudah jauh menurun meskipun ada indikasi akan menguat kembali.

Teman dan Lawan

Sikap Iran terhadap revolusi rakyat Arab ternyata tidak sepenuhnya didasarkan kepada prinsip-prinsip yang jelas dan tegas, tetapi juga berdasarkan hubungan persekutuan atau permusuhan sebagaimana sikap-sikap negara Arab secara umum. Jika rezim yang hendak ditumbangkan gerakan rakyat itu merupakan sekutu Iran, demonstrasi rakyat secara damai sekalipun merupakan kesalahan. Menurut hemat penulis, itulah yang terjadi dalam inkonsistensi Iran terhadap gerakan rakyat di Suriah. Sementara gerakan rakyat yang menentang rezim musuh Iran sejak awal akan memperoleh dukungan. Itulah penjelasan atas sikap Iran terhadap gerakan rakyat Tunisia, Mesir, dan Yaman.

Arab Saudi dan Bahrain merupakan musuh penting Iran. Permusuhan dengan yang pertama sering dipandang sangat historis dan mendalam. Arab Saudi sangat menginginkan tumbangnya rezim Iran, bahkan menurut bocoran Wikileaks, negara itu mendorong Amerika Serikat dan Barat menggunakan opsi militer untuk menyelesaikan kasus nuklir Iran. Iran, bukan Israel, dipandang sebagai ancaman terbesar Saudi di kawasan sekarang. Iran juga memiliki sikap yang sepadan. Salah satu `orientasi' politik luar negeri Iran, diakui ataupun tidak, ialah menjatuhkan dinasti yang pernah memorakporandakan makam suci Hussein di Karbala.

Bahrain juga dipandang sebagai ancaman besar bagi Iran sebab negara itu mengizinkan berdirinya pangkalan militer Amerika Serikat yang menjadikan Iran sebagai sasaran, bahkan dengan menggusur hunian penduduk Syiah Bahrain. Sebaliknya, Bahrain juga memandang Iran sangat membahayakan survival mereka. Itu lantaran kedekatan aliran keagamaan antara penduduk, kedekatan geografis kedua negara, dan agresivitas negara Persia itu. Dalam kasus revolusi rakyat di Bahrain dan Saudi itu, Iran tidak hanya memberikan dukungan secara `berlebihan', tetapi juga di tu ding turut melakukan movement untuk `membidani' lahirnya bibit-bibit gerakan.

Lain lagi sikap Iran terhadap Libia sejak awal revolusi hingga pascatewasnya Khadafi. Sikap Iran yang biasanya aktif dalam persoalan di kawasan sedikit berubah ketika pasukan Sekutu melakukan ofensif udara terhadap pasukan Khadafi di Libia. Selama ini, rezim Khadafi bukanlah kawan Iran kendati pernyataan-pernyataan pemimpin kedua negara kadang kala ada kedekatan. Sementara Amerika Serikat jelas musuh terbesar Iran. Pada titik itu, Iran mengecam dua-duanya. Khadafi dikecam karena kebrutalannya dan Sekutu dikecam akibat intervensi mereka. Sikap tersebut, kendati juga sempat menjadi opini luas di Indonesia, sesungguhnya membingungkan.

Dalam konteks revolusi rakyat di negara-negara Arab, sikap Iran tampaknya tidak begitu berbeda dengan negara-negara lain yang menempatkan kepentingan di atas nilai. Beberapa contoh itu merupakan ilustrasi sederhana bahwa Iran belum mampu memainkan peran di kawasan atas dasar nilai dan idealisme, barangkali juga tidak jauh berbeda dengan standar ganda AS yang sering mereka tudingkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar