Krisis
Suriah, Revolusi Arab, dan Paradoks Iran
Ibnu
Burdah, PEMERHATI TIMUR TENGAH DAN DUNIA ISLAM;
DOSEN PASCASARJANA
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
SUMBER : MEDIA INDONESIA, 21 Maret 2012
“Sikap Iran terhadap revolusi rakyat
Arab ternyata tidak sepenuhnya didasarkan kepada prinsip-prinsip yang jelas dan
tegas, tetapi juga berdasarkan hubungan persekutuan atau permusuhan sebagaimana
sikap-sikap negara Arab secara umum."
SALAH satu sumber kekuatan rezim Presiden
Suriah Al-Assad yang hingga kini terus melakukan represi terhadap rakyatnya
ialah dukungan `buta' Iran terhadap rezim itu. Rezim Iran dan Suriah memang
memiliki kesamaan, yakni beraliran Syiah. Iran menganut Syiah Itsna Asyariyah
(12 imam) dan rezim Suriah Syiah Alawi (sangat menekankan kepada Imam Ali).
Jika di Iran Syiah Itsna Asyariyah mayoritas, di Suriah Syiah justru minoritas.
Sikap Iran sejauh ini sangat
mewarnai perkembangan gerakan protes rakyat di Suriah, bahkan di beberapa
negara Arab yang sedang bergolak. Karena itu, negara tersebut pantas dipandang
sebagai salah satu aktor kunci di kawasan hingga saat ini.
Tampak
Konsisten
Iran pada mulanya negara yang paling
konsisten mendukung perjuangan rakyat di berbagai negara Arab untuk `merdeka'
dari penguasa militer-otoriter dan monarkimonarki despotik. Iran merupakan
negara pertama yang secara eksplisit mendukung perjuangan para pemuda Tunisia
untuk menumbangkan kekuasaan Ben Ali. Iran juga `menyertai' perjuangan rakyat
Mesir untuk menjatuhkan rezim Mubarak yang dikenal sangat berpengaruh di dunia
Arab. Press TV dan al-Alam, dua televisi regional dan internasional pemerintah
Iran, menayangkan peristiwa-peristiwa revolusi Mesir secara maraton dan
menyandingkannya dengan rangkaian peristiwa dan heroisme revolusi Iran 1979.
Konsistensi Iran dalam mendukung
perjuangan rakyat Arab terus terpelihara ketika Yaman, Libia, dan Bahrain
mengalami pergolakan hebat. Untuk negara yang terakhir, Iran memberikan
perhatian yang sangat khusus mengingat kedekatan aliran keagamaan antara
penduduk mayoritas Bahrain dan rakyat Iran. Di samping itu, rezim Bahrain
sangat berorientasi ke Amer rika Serikat, musuh Iran, dan m merupakan sumber
ancaman terdekat Iran.
Ketegasan Iran dalam mendukung
revolusi rakyat Arab semakin jelas ketika pergolakan dalam skala kecil mulai
pecah di Qathif, Riyadh, dan beberapa kota lain di Arab Saudi. Iran tidak hanya
mengecam despotisme Arab Saudi, tetapi juga mencibir fatwa ulama Arab Saudi
yang mengharamkan rakyat turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi menuntut
perubahan.
Standar
Ganda
Iran gagal memelihara konsistensi
itu ketika rakyat Suriah menuntut rezim Al-Assad, berpaham nasionalisme Arab
sekuler dan pengikut Syiah Alawiyah, untuk melakukan perubahan fundamental
terhadap pemerintahan. Seiring dengan eskalasi gerakan yang terjadi di Suriah,
Iran terus melancarkan kampanye menentang gerakan rakyat untuk perubahan dengan
menuduhnya sebagai gerakan pengacau keamanan, infiltrasi asing, dan tuduhan
tuduhan `lucu' semacamnya. Mereka juga tidak mengecam fatwa ulama Suriah yang
melarang rakyat untuk melakukan demonstrasi.
Media Massa Pemerintah Iran juga
`gagap' untuk menayangkan jatuhnya ribuan korban meninggal, diperkirakan
ratusan ribu terluka dan sejumlah besar rakyatnya kini menjadi pengungsi di
Irak, Libanon, dan Turki akibat aksi kekerasan aparat keamanan terhadap
demonstrasi damai di Suriah. Mereka justru menayangkan demonstrasi untuk
mendukung rezim Al-Assad. Padahal, mereka hampir setiap saat tetap menayangkan
aksi kekerasan aparat Bahrain terhadap rakyatnya kendati demonstrasi itu kini
sudah jauh menurun meskipun ada indikasi akan menguat kembali.
Teman
dan Lawan
Sikap Iran terhadap revolusi rakyat
Arab ternyata tidak sepenuhnya didasarkan kepada prinsip-prinsip yang jelas dan
tegas, tetapi juga berdasarkan hubungan persekutuan atau permusuhan sebagaimana
sikap-sikap negara Arab secara umum. Jika rezim yang hendak ditumbangkan
gerakan rakyat itu merupakan sekutu Iran, demonstrasi rakyat secara damai
sekalipun merupakan kesalahan. Menurut hemat penulis, itulah yang terjadi dalam
inkonsistensi Iran terhadap gerakan rakyat di Suriah. Sementara gerakan rakyat
yang menentang rezim musuh Iran sejak awal akan memperoleh dukungan. Itulah
penjelasan atas sikap Iran terhadap gerakan rakyat Tunisia, Mesir, dan Yaman.
Arab Saudi dan Bahrain merupakan
musuh penting Iran. Permusuhan dengan yang pertama sering dipandang sangat
historis dan mendalam. Arab Saudi sangat menginginkan tumbangnya rezim Iran,
bahkan menurut bocoran Wikileaks, negara itu mendorong Amerika Serikat dan
Barat menggunakan opsi militer untuk menyelesaikan kasus nuklir Iran. Iran,
bukan Israel, dipandang sebagai ancaman terbesar Saudi di kawasan sekarang.
Iran juga memiliki sikap yang sepadan. Salah satu `orientasi' politik luar
negeri Iran, diakui ataupun tidak, ialah menjatuhkan dinasti yang pernah
memorakporandakan makam suci Hussein di Karbala.
Bahrain juga dipandang sebagai
ancaman besar bagi Iran sebab negara itu mengizinkan berdirinya pangkalan
militer Amerika Serikat yang menjadikan Iran sebagai sasaran, bahkan dengan
menggusur hunian penduduk Syiah Bahrain. Sebaliknya, Bahrain juga memandang
Iran sangat membahayakan survival mereka. Itu lantaran kedekatan aliran
keagamaan antara penduduk, kedekatan geografis kedua negara, dan agresivitas
negara Persia itu. Dalam kasus revolusi rakyat di Bahrain dan Saudi itu, Iran
tidak hanya memberikan dukungan secara `berlebihan', tetapi juga di tu ding
turut melakukan movement untuk `membidani' lahirnya bibit-bibit gerakan.
Lain lagi sikap Iran terhadap Libia
sejak awal revolusi hingga pascatewasnya Khadafi. Sikap Iran yang biasanya
aktif dalam persoalan di kawasan sedikit berubah ketika pasukan Sekutu
melakukan ofensif udara terhadap pasukan Khadafi di Libia. Selama ini, rezim
Khadafi bukanlah kawan Iran kendati pernyataan-pernyataan pemimpin kedua negara
kadang kala ada kedekatan. Sementara Amerika Serikat jelas musuh terbesar Iran.
Pada titik itu, Iran mengecam dua-duanya. Khadafi dikecam karena kebrutalannya
dan Sekutu dikecam akibat intervensi mereka. Sikap tersebut, kendati juga
sempat menjadi opini luas di Indonesia, sesungguhnya membingungkan.
Dalam konteks revolusi rakyat di
negara-negara Arab, sikap Iran tampaknya tidak begitu berbeda dengan
negara-negara lain yang menempatkan kepentingan di atas nilai. Beberapa contoh itu
merupakan ilustrasi sederhana bahwa Iran belum mampu memainkan peran di kawasan
atas dasar nilai dan idealisme, barangkali juga tidak jauh berbeda dengan
standar ganda AS yang sering mereka tudingkan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar