Jumat, 02 Maret 2012

Kementerian Pertanian Bukan Dinas Sosial


Kementerian Pertanian Bukan Dinas Sosial
Mangku Sitepoe, MANTAN KEPALA DINAS PETERNAKAN KARESIDENAN BOJONEGORO
Sumber : KORAN TEMPO, 1 Maret 2012



Wakil Presiden Boediono pertengahan Januari lalu mengatakan sektor pertanian stagnan karena belum efektifnya kinerja sektor pertanian dibandingkan anggaran yang dialokasikan pemerintah.

Dari anggaran Kementerian Pertanian 2012 di APBN yang mencapai Rp 17,8 triliun, sejumlah Rp 8,67 triliun atau 48,7 persen dialokasikan untuk bantuan sosial membantu petani yang terlanda puso. Dalam pandangan saya alokasi seperti itu memicu pertanyaan: apa payung hukumnya?

Misalkan, kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pertama ditemukan pada Juni 1983 di Karesidenan Bojonegoro pada sapi yang masuk dalam program bimas sapi atau sapi kredit dari pemerintah.

Ketika itu semua peternak peserta bimas sapi menandatangani kontrak, yang isinya antara lain semua sapi peserta bimas yang terserang PMK diganti rugi dan dipakai istilah “puso” (mengambil dari bimas padi).

Puso harus ditetapkan oleh suatu tim dalam bimas sapi yang dipimpin Otoritas Veteriner Karesidenan. Penggantian itu dimaksudkan agar peternak bisa memulai kembali usahanya.

Dalam kasus flu burung, Menteri Pertanian pada 4 Februari 2004 mendeklarasikan bahwa flu burung pada unggas telah mewabah dengan SK No.96/Kpts/PD.620/2/2004.

Disebabkan flu burung berstatus wabah maka berlakulah Staatsblad 1912 No 432 tentang campur tangan pemerintah dalam bidang kehewanan, bahwa dalam hal penyakit hewan menular, hewan yang dimusnahkan akan diberi ganti rugi. Dalam kasus flu burung Kementerian Pertanian mengeluarkan dana bantuan darurat.

Sesudah tahun 2007 sesuai dengan Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada Pasal 1 Ayat 3 disebutkan wabah penyakit menular (hewan maupun manusia) yang dikategorikan bencana akan mendapat dana bantuan sosial dari Kementerian Pertanian. Itu artinya, bantuan sosial yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian harus memiliki payung hukum.

Sejauh ini bantuan sosial pada Kementerian Pertanian yang sudah berjalan adalah subsidi pupuk, subsidi bibit dan pembebasan PPN/bea masuk impor pakan ternak. ikan, bibit ternak dan bibit tanaman.

Diperlukankah bantuan sosial “dana puso” bidang pertanian?
Menteri Pertanian menyatakan setiap hektare sawah yang puso kena banjir akan diberi santunan Rp 2,6 juta untuk biaya pengolahan dan Rp 1,1 juta untuk biaya pupuk, serta akan berkoordinasi dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).

Harap dicatat, istilah “puso” memberikan multitafsir serta belum ada payung hukum yang dapat dipergunakan untuk membenarkan pemberian bantuan sosial.

Pasal 61 Ayat 1 dari Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan: Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana secara memadai.

Jadi, jelas itu sama sekali bukan seperti dana yang dianggarkan untuk bantuan sosial oleh Kementerian Pertanian yang mencapai 48,7 persen dari dana APBN sektor pertanian pada 2012.

Dengan dana hampir 50 persen dari anggaran pertanian di APBN digunakan sebagai bantuan sosial untuk puso akibat banjir dll dan itu payung hukumnya persetujuan oleh Komisi IV DPR. Harap diingat, Kementerian Pertanian berada di bawah Menko Perekonomian, sedangkan bantuan sosial di bawah Menko Kesra.

Kalau sudah begini, tugas dan fungsi Kementerian Sosial maupun BNPB telah diambil alih oleh Kementerian Pertanian. Seperti dinyatakan Menteri Pertanian: dalam memberikan santunan sumbangan sosial Kementerian Pertanian berkoordinasi dengan BNPB.

Seperti halnya puso ternak sapi kredit, sapinya masih dimiliki pemerintah belum dimiliki peternak, karena adanya sumbangan sosial berupa penggantian sapi yang terserang penyakit PMK. Demikian pula pemusnahan ayam terserang flu burung bagi peternak yang mengikuti pola kemitraan bantuan sosial Kementerian Pertanian dinikmati para pengusaha pemodal.

Sementara itu, para petani di beberapa daerah yang dilanda banjir banyak yang tidak memiliki lahan tetapi menyewa sawah, sehingga bantuan sosial bagi petani dinikmati para pengusaha bukan oleh para petani. Atau bagaimana mengaudit kategori puso itu? ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar