Kementerian
Pertanian Bukan Dinas Sosial
Mangku Sitepoe, MANTAN
KEPALA DINAS PETERNAKAN KARESIDENAN BOJONEGORO
Sumber
: KORAN TEMPO, 1 Maret 2012
Wakil Presiden Boediono pertengahan Januari
lalu mengatakan sektor pertanian stagnan karena belum efektifnya kinerja sektor
pertanian dibandingkan anggaran yang dialokasikan pemerintah.
Dari anggaran Kementerian Pertanian 2012 di
APBN yang mencapai Rp 17,8 triliun, sejumlah Rp 8,67 triliun atau 48,7 persen
dialokasikan untuk bantuan sosial membantu petani yang terlanda puso. Dalam
pandangan saya alokasi seperti itu memicu pertanyaan: apa payung hukumnya?
Misalkan, kasus penyakit mulut dan kuku (PMK)
pertama ditemukan pada Juni 1983 di Karesidenan Bojonegoro pada sapi yang masuk
dalam program bimas sapi atau sapi kredit dari pemerintah.
Ketika itu semua peternak peserta bimas sapi
menandatangani kontrak, yang isinya antara lain semua sapi peserta bimas yang
terserang PMK diganti rugi dan dipakai istilah “puso” (mengambil dari bimas
padi).
Puso harus ditetapkan oleh suatu tim dalam
bimas sapi yang dipimpin Otoritas Veteriner Karesidenan. Penggantian itu
dimaksudkan agar peternak bisa memulai kembali usahanya.
Dalam kasus flu burung, Menteri Pertanian
pada 4 Februari 2004 mendeklarasikan bahwa flu burung pada unggas telah mewabah
dengan SK No.96/Kpts/PD.620/2/2004.
Disebabkan flu burung berstatus wabah maka
berlakulah Staatsblad 1912 No 432 tentang campur tangan pemerintah dalam bidang
kehewanan, bahwa dalam hal penyakit hewan menular, hewan yang dimusnahkan akan
diberi ganti rugi. Dalam kasus flu burung Kementerian Pertanian mengeluarkan
dana bantuan darurat.
Sesudah tahun 2007 sesuai dengan
Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada Pasal 1 Ayat
3 disebutkan wabah penyakit menular (hewan maupun manusia) yang dikategorikan
bencana akan mendapat dana bantuan sosial dari Kementerian Pertanian. Itu
artinya, bantuan sosial yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian harus
memiliki payung hukum.
Sejauh ini bantuan sosial pada Kementerian
Pertanian yang sudah berjalan adalah subsidi pupuk, subsidi bibit dan
pembebasan PPN/bea masuk impor pakan ternak. ikan, bibit ternak dan bibit
tanaman.
Diperlukankah bantuan sosial “dana puso”
bidang pertanian?
Menteri Pertanian menyatakan setiap hektare
sawah yang puso kena banjir akan diberi santunan Rp 2,6 juta untuk biaya
pengolahan dan Rp 1,1 juta untuk biaya pupuk, serta akan berkoordinasi dengan
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
Harap dicatat, istilah “puso” memberikan
multitafsir serta belum ada payung hukum yang dapat dipergunakan untuk
membenarkan pemberian bantuan sosial.
Pasal 61 Ayat 1 dari Undang-Undang No 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan: Pemerintah dan
pemerintah daerah mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana secara memadai.
Jadi, jelas itu sama sekali bukan seperti
dana yang dianggarkan untuk bantuan sosial oleh Kementerian Pertanian yang
mencapai 48,7 persen dari dana APBN sektor pertanian pada 2012.
Dengan dana hampir 50 persen dari anggaran
pertanian di APBN digunakan sebagai bantuan sosial untuk puso akibat banjir dll
dan itu payung hukumnya persetujuan oleh Komisi IV DPR. Harap diingat,
Kementerian Pertanian berada di bawah Menko Perekonomian, sedangkan bantuan
sosial di bawah Menko Kesra.
Kalau sudah begini, tugas dan fungsi
Kementerian Sosial maupun BNPB telah diambil alih oleh Kementerian Pertanian.
Seperti dinyatakan Menteri Pertanian: dalam memberikan santunan sumbangan
sosial Kementerian Pertanian berkoordinasi dengan BNPB.
Seperti halnya puso ternak sapi kredit,
sapinya masih dimiliki pemerintah belum dimiliki peternak, karena adanya
sumbangan sosial berupa penggantian sapi yang terserang penyakit PMK. Demikian
pula pemusnahan ayam terserang flu burung bagi peternak yang mengikuti pola
kemitraan bantuan sosial Kementerian Pertanian dinikmati para pengusaha
pemodal.
Sementara itu, para petani di beberapa daerah
yang dilanda banjir banyak yang tidak memiliki lahan tetapi menyewa sawah,
sehingga bantuan sosial bagi petani dinikmati para pengusaha bukan oleh para
petani. Atau bagaimana mengaudit kategori puso itu? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar