Energi
dan Kesejahteraan
Herman Agustiawan, ANGGOTA DEWAN
ENERGI NASIONAL RI
Sumber
: REPUBLIKA, 1 Maret 2012
Suatu
bangsa bisa dikata kan sejahtera, apabila seluruh kebutuhan rakyatnya terutama
energi, dapat di penuhi secara mudah dan terjangkau. Hal ini karena jumlah
energi yang dikonsumsi bukan hanya mencerminkan tingkat produktivitas, tetapi
juga tingkat kesejahteraan suatu bangsa. Mengapa demikian?
Disadari
atau tidak, sejak pertama kali manusia dilahirkan ke dunia secara otomatis
telah mengonsumsi waktu dan ruang (alam semesta). Dua kebutuhan dasar ini telah
tersedia secara cumacuma di alam. Kemudian, setelah tumbuh dewasa, manusia
dengan kehebatan daya pikirnya mampu menggali dan memanfaatkan berbagai sumber
daya alam untuk kelangsungan hidup mereka.
Sebagian besar dari sumber daya tersebut masih memerlukan upaya khusus untuk
peningkatan nilai tambah dan sebagian lagi dapat dikonsumsi langsung.
Untuk
mencapai taraf hidup yang lebih baik, setiap orang harus dapat memenuhi seluruh
kebutuhannya sesuai dengan tuntutan zaman. Artinya, setiap individu akan terus
dipacu untuk lebih produktif dalam menjalankan aktivitas sehari-hari sesuai
dengan profesinya. Ini terjadi karena kelangkaan sumber daya alam dan kompetisi
antarindividu cenderung meningkat.
Dalam
konteks produktivitas, konsumsi energi per kapita yang memadai sangat krusial.
Karena itu, upaya penyediaan energi tidak boleh putus. Dan, jumlah energi yang
harus dikonsumsi manusia bergantung pada waktu dan tempat (ruang) di mana
mereka berada.
Ruang dan Waktu
Setiap
orang menginginkan kehidupannya bermakna dan bermanfaat bagi yang lainnya.
Untuk menjadi demikian, ia harus lebih produktif dalam pekerjaannya. Untuk
menjadi lebih produktif, ia harus mampu memindahkan tubuhnya dari satu tempat
ke tempat lain secara berulang. Dan, saat perpindahan terjadi, di situlah
energi diperlukan agar prosesnya menjadi lebih cepat, mudah, dan nyaman.
Proses
perpindahan tersebut harus tunduk pada batasan waktu dan ruang (time and
spatial limitation) yang telah menjadi ketentuan Tuhan Yang Mahaesa -tubuh
manusia tidak boleh ada di dua tempat pada waktu yang sama; Dan, waktu akan
habis atau musnah sesaat setelah digunakan (once
the time is used, then iit will be vanished). Waktu akan terus bergulir dan
tidak seorang pun kuasa menghentikannya.
Mengapa
tubuh yang harus pindah, bukankah kita bisa ada di banyak lokasi pada saat yang
sama via teknologi (misal teleconference)?
Pertanyaan itu justru membuktikan bahwa batasan waktu dan ruang di atas memang
benar adanya.
Untuk mengatasinya, manusia produktif telah memanfaatkan teknologi.
Untuk mengatasinya, manusia produktif telah memanfaatkan teknologi.
Hasilnya,
manusia boleh ada di banyak tempat pada saat yang sama dalam bentuk citra (image). Bahkan, bisa berulang dengan
waktu yang beda sekalipun.
Namun, representasi diri semacam itu bukan fisik dan pemanfaatan teknologi sudah pasti perlu banyak energi. Ini juga salah satu sebab mengapa korelasi antara waktu dan ruang dengan energi yang terkonsumsi menjadi penting dalam mendukung produktivitas seseorang.
Namun, representasi diri semacam itu bukan fisik dan pemanfaatan teknologi sudah pasti perlu banyak energi. Ini juga salah satu sebab mengapa korelasi antara waktu dan ruang dengan energi yang terkonsumsi menjadi penting dalam mendukung produktivitas seseorang.
Energi, Pendidikan, dan Kesehatan
Semakin
tinggi jenjang pendidikan seseorang, semakin besar pula tingkat konsumsi energi
untuk menunjang berbagai aktivitas: membaca di malam hari serta pulang dan
pergi, dari dan ke sekolah. Seorang anak yang duduk di bangku SMA memerlukan
lebih banyak energi, misal, listrik dan BBM, daripada saat masih SMP , terlebih
ketika dia masih SD. Demikian halnya dengan kesehatan, seseorang yang menjaga
keseimbangan antara bekerja, pola makan, olahraga, hiburan dan rekreasi,
termasuk pengobatan dan perawatan rutin kesehatan, konsumsi energinya relatif
lebih besar daripada mereka yang tidak teratur.
Terlihat
bahwa untuk mencapai tingkat pendidikan dan kesehatan tertentu seseorang juga
perlu mengonsumsi energi yang memadai. Pendidikan dan kesehatan tidak hanya
merupakan syarat agar seseorang menjadi produktif, tetapi juga agar sejahtera.
Bagaimana dengan kondisi di Indonesia?
Bila
jumlah penduduk saat ini sekitar 240 juta jiwa dengan pertumbuhan 1,5 persen
per tahun, maka setiap tahun lahir 3,6 juta bayi. Pertanyaannya, berapa energi
listrik dan BBM diperlukan agar para bayi tetap tumbuh sehat?
Sebagai
ilustrasi, bila kebutuhan listrik sang bayi sekitar 10 kWh per hari atau 3.650
kWh per tahun guna menghidupkan kulkas, memanaskan air/susu, mensterilkan
peralatan bayi, dan sebagainya maka untuk 3,6 juta bayi diperlukan 13.140.000
mWh atau 13.140 gWh per tahun. Bila pembangkit berkapasitas 1 MW memasok energi
5 GWh per tahun, maka untuk kebutuhan 13.140 gWh diperlukan kapasitas
pembangkit baru 2.628 mW setiap tahunnya.
Begitu
juga dengan BBM, bila untuk program bayi sehat pemerintah menyediakan kuota
bensin 10 liter per bulan untuk mondar-mandir ke klinik, RS, dan keperluan
lainnya maka untuk 3,6 juta bayi diperlukan 36 juta liter per bulan (432 juta
liter) per tahun. Bagaimana dengan bayi yang lahir pada tahun kedua, ketiga,
dan seterusnya sampai usia produktif, dan berapa subsidi dari APBN bila daya
beli masyarakat masih rendah? Berapa pembangkit listrik, kilang minyak, dan
infrastruktur lain yang harus dibangun?
Betapa
kompleksnya pengelolaan energi di negeri ini. Pengelolaan energi nasional yang
amat fundamental adalah merealisasikan energy
security yang tahan terhadap kerentanan. Oleh sebab itu, cara pandang yang
menempatkan energy security sebagai national security sudah saatnya menjadi
perilaku bangsa ini.
Pemenuhan kebutuhan energi puluhan tahun ke
depan harus dimulai dari sekarang dan terus-menerus berkesinambungan, terlepas
dari `partai' apa pun yang sedang berkuasa. Keseriusan menjamin pasokan dengan
membangun cadangan penyangga yang siap digunakan setiap saat, merupakan
kepedulian terhadap kesejahteraan bangsa. Saat ini, rakyat sedang `berkutat'
dengan kebutuhan pokok dan itu bukan berarti pangan saja, tetapi sedikit lebih
maju dan cerdas, yaitu energi!
Pada bangsa yang besar, pemerintah dan
parlemennya selalu berpikir dan bertindak besar untuk kepentingan rakyat.
Kesejahteraan suatu bangsa hanya akan dicapai jika rakyatnya produktif yang
ditandai oleh meningkatnya konsumsi energi per kapita dan bukan oleh meningkatnya
persaingan menjelang pesta demokrasi 2014. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar