Sabtu, 24 Maret 2012

Hukum yang Prorakyat


Hukum yang Prorakyat
  Bryan Bernadi, Senior Associate di Kantor Hukum Andi F Simangunsong Partnership
SUMBER : SINDO, 24 Maret 2012



Sesuai paham kedaulatan rakyat yang didasari pemikiran Rousseau di dalam bukunya yang berjudul Du Contract Social mengajarkan bahwa negara ada berdasarkan kemauan rakyat, demikian pula semua peraturanperaturan adalah penjelmaan kemauan rakyat tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, jelas kiranya pengejawantahan penegakan hukum atas peraturan- peraturan yang ada di dalam suatu negara hendaknya prorakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Beberapa kabar menggembirakan dalam dunia hukum datang dalam beberapa minggu terakhir ini. Hal ini diawali dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung No 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma No 2/2012”).

Di dalam perma tersebut diatur bahwa seseorang yang menjadi terdakwa dengan nilai kejahatan di bawah Rp2,5 juta rupiah tidak perlu ditahan.Perma No 2/2012 yang dikeluarkan pada masa akhir jabatan mantan Ketua Mahkamah Agung Harifin A Tumpa tersebut tentu merupakan sebuah kabar menggembirakan.

Aturan itu dapat dianggap sebagai salah satu jalan tengah di antara himpitan paham legalistik yang mengedepankan peraturan perundang- undangan sebagai kepastian hukum yang kerap bertentangan dengan teori keadilan yang lebih mengedepankan rasa keadilan yang berlaku di masyarakat. Dengan Perma No 2/2012 tersebut kini para penegak hukum tidak dapat lagi bertindak sewenang-wenang melakukan penahanan terhadap pelaku tindak pidana ringan yang melakukan kejahatan dengan nilai di bawah Rp2,5 juta rupiah.

Demikian pula sebaliknya, dengan tetap menjaga kepastian hukum, para pelaku kejahatan tindak pidana ringan tersebut tetap harus diproses secara hukum, namun dilakukan secara cepat dan tanpa dilakukan penahanan. Selanjutnya pada 29 Februari 2012 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia menandatangani Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing (Kepmenakertans No 40/2012).

Dengan penerbitan Kepmenakertans No 40/2012 tersebut, saat ini beberapa jabatan strategis khususnya di bidang personalia dilarang untuk dijabat warga negara asing. Pemerintah menilai bahwa bangsa kita sudah cukup mumpuni untuk memegang jabatan tersebut sehingga diberikan payung hukum untuk mengakomodasi hal tersebut.Dalam hal ini jelas terlihat semangat nasionalisme dari Kepmenakertans No 40/2012 ini dan lebih prorakyat Indonesia.

Seolah tidak ingin ketinggalan, di bidang pertambangan pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP No 24/2012”). Beleid itu ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 21 Februari 2012. Di dalam PP No 24/2012 tersebut diatur mengenai kewajiban divestasi kepemilikan saham asing pada suatu usaha pertambangan batubara terhitung lima tahun sejak perusahaan tersebut berproduksi sampai tahun ke-10.

Pada akhir tahun ke-10, maksimal kepemilikan saham perusahaan asing tersebut tidak lebih dari 49%. Pemerintah mengatur bahwa pelepasan atau divestasi kepemilikan modal asing tersebut dilepaskan secara bertahap setiap tahun sehingga pada tahun ke- 10 kepemilikan saham/peserta Indonesia tidak boleh kurang dari 51%. Sekali lagi, pemerintah telah mengambil langkah konkret pembentukan hukum yang prorakyat Indonesia.

Kendati demikian, satu hal yang masih menjadi pergumulan bagi rakyat saat ini adalah mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dicanangkan akan dinaikkan pemerintah per 1 April mendatang. Atas hal ini telah terjadi reaksi dan aksi protes yang menolak kenaikan harga BBM.Tidak menutup kemungkinan bahwa kebijakan menaikkan harga BBM ini di satu sisi sangat mungkin menimbulkan gejolak sosial di kalangan rakyat, sedangkan di sisi lain pemerintah harus segera mengambil langkah konkret untuk segera mengatasi dana subsidi BBM yang terus membengkak dan membebani APBN.

Sebagaimana teori hukum progresif buah karya pemikiran Prof Satjipto Rahardjo, pemikiran hukum seharusnya perlu dikembalikan pada filosofi dasarnya yakni hukum untuk manusiayang dalam hal ini adalah rakyat.Penegakan hukum harus prokeadilan dan kerakyatan serta diorientasikan dan ditujukan untuk melayani kepentingan manusia. Terkait kenaikan BBM ini, pemerintah haruslah memikirkan langkah kebijakan konkret yang benar-benar prorakyat.

Jangan sampai rencana kebijakan menaikkan harga BBM yang tadinya bertujuan mulia untuk mengurangi beban APBN justru mencekik rakyat kecil dan membenamkan harapan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

Mudah-mudahan pemerintah dapat mengambil langkahterbijakyangsungguh- sungguh prorakyat dalam menghadapi situasi ini dan tidak hanya mengambil langkah populis sesaat guna menjaga elektabilitas kelompok tertentu dalam menghadapi Pemilu 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar