Sabtu, 24 Maret 2012

Hukum Keadilan untuk Anak Zina


Hukum Keadilan untuk Anak Zina
  Hasibullah Satrawi, Alumni Jurusan Hukum Islam Al-Azhar, Kairo, Mesir
SUMBER : SINDO, 24 Maret 2012




Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang anak di luar nikah atas uji materi Pasal 43 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berpotensi menimbulkan konflik hukum yang sangat serius, khususnya dengan hukum Islam.

Berdasarkan hasil putusan MK,anak di luar nikah mempunyai hubungan perdata dengan kedua orang tua biologis dan keluarganya dapat mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk memperoleh pengakuan dari ayah biologisnya melalui ibu biologisnya.Sementara hukum Islam (menurut mayoritas ulama) menetapkan bahwa anak di luar nikah (lebih tepatnya anak hasil perzinaan, bukan anak hasil perkawinan siri atau di bawah tangan) tidak bisa dinasabkan kepada bapak biologisnya.

Potensi konflik hukum akibat putusan MK di atas sangat akut dan bersifat fundamental. Di satu sisi, atas dasar putusan MK di atas,seorang anak di luar nikah bisa mendapatkan haknya secara utuh dari ayah biologisnya seperti perwalian,warisan, pendidikan,dan sebagainya. Tapi di sisi yang lain, atas dasar hukum Islam, menurut mayoritas ulama,seorang anak di luar nikah alias anak hasil perzinaan tidak bisa mendapatkan hak apa pun dari bapak biologisnya karena garis nasab anak di luar nikah hanyalah kepada sang ibu dan keluarganya.

Tumpuan utama konflik hukum di atas berada di atas punggung anak hasil perzinaan atau anak zina.Baik hukum negara maupun hukum Islam menetapkan anak zina sebagai anak di luar pernikahan. Tulisan ini mencoba menguraikan persoalan hukum anak zina dari sudut pandang hukum Islam.

Konstruksi Hukum

Pandangan Islam tentang anak hasil perzinaan tak dapat dilepaskan dari beberapa anasir yang menjadi konstruksi hukum. Salah satunya adalah pandangan Islam tentang nasab. Ada sejumlah ayat Alquran maupun Hadis Nabi Muhammad SAW yang menggambarkan pentingnya nasab. Salah satunya adalah ayat 4-5 surat Al-Ahzab. Secara umum ayat ini melarang seseorang menasabkan anak angkat terhadap bapak angkatnya.

Sebaliknya, ayat di atas menegaskan agar seseorang dinasabkan kepada bapaknya yang asli dan sah. Terma bapak“asli”dan“sah” dalam perspektif hukum Islam harus digarisbawahi.Bapak asli sama dengan bapak kandung dan bapak sah sama dengan melalui pernikahan. Adapun bapak tidak asli sama dengan bapak angkat dan sejenisnya. Sementara bapak biologis di luar nikah tidak dapat disebut sebagai bapak sah.

Perhatian besar Islam terhadap nasab tak lepas dari fungsi nasab yang sangat fundamental, khususnya terkait dengan kehidupan sosial-kemasyarakatan. Secara fungsional, nasab adalah pijakan baku bagi seseorang untuk mengetahui hak dan kewajibannya seperti dalam persoalan perkawinan, warisan,dan lainnya.

Nasab bahkan menjadi elemen paling dasar dalam struktur kehidupan masyarakat yang bercorak kesukuan seperti dalam kehidupan masyarakat Arab pada masa-masa awal kedatangan Islam. Bisa dibayangkan, kegaduhan apa yang akan terjadi seandainya tidak ada aturan resmi tentang nasab. Baik dalam konteks individu, keluarga, maupun dalam kehidupan bermasyarakat.

Sebagai pijakan utama dalam kehidupan masyarakat (khususnya masyarakat kesukuan), penasaban seseorang harus dilakukan melalui prosesi formal yang disepakati dan berlangsung secara terbuka (tidak secara sembunyi-sembunyi). Prosesi itu tak lain adalah pernikahan yang hampir semuaketentuannya mengandung unsur kesepakatan (antara kedua belah pihak) dan keterbukaan (setidaknya disaksikan oleh dua saksi).

Melalui prosesi formal penasaban sebagaimana di atas (pernikahan),masyarakat bisa mengetahui siapa anak atau orang tua dari siapa. Sebaliknya, tanpa melalui prosesi formal penasaban,seseorang cenderung tidak diketahui siapa anak atau orang tua dari siapa. Alih-alih masyarakat luas, yang bersangkutan pun mungkin tidak tahu siapa bapaknya atau anaknya.

Para ahli hukum Islam pun menetapkan nasab anak zina terhadap ibunya yang sudah pasti diketahui oleh masyarakat luas (bukan kepada bapaknya yang tidak diketahui oleh masyarakat). Adalah benar bahwa pernikahan belum mampu menutup seratus persen kemungkinan terjadi perselingkuhan yang dapat merusak nasab seseorang.

Namun, untuk menutup kemungkinan ini, Islam memberikan sanksi yang berat bagi pasangan yang berselingkuh (dalam Islam disebut dengan istilah zina muhshan). Sanksi bagi mereka yang berselingkuh bahkan jauh lebih berat dibanding perbuatan zina antara dua orang yang sama-sama tidak terikat dengan ikatan perkawinan.

Hukum Keadilan

Derita di atas derita, inilah istilah yang cocok untuk menggambarkan beban derita yang harus ditanggung anak hasil perbuatan zina.Anak itu hampir dipastikan harus menanggung semua keburukan yang dilakukan bapak dan ibunya. Padahal semua anak dilahirkan dalam keadaan suci, termasuk anak hasil hubungan badan terlarang.

Penderitaan anak hasil perbuatan terlarang seperti di atas lebih parah lagi dengan adanya seorang bapak yang tidak berkewajiban (bahkan dilarang) mengakuinya sebagai anaknya. Apalagi ketentuan ini berdasarkan hukum negara (sebelum keluarnya putusan MK mutakhir) bahkan hukum agama. Hingga sang bapak mungkin merasa tidak mempunyai beban apa pun untuk terus melakukan perbuatan haramnya.

Sementara anak-anak yang dihasilkan dari perbuatan haram itu harus terus menanggung semua beban kesalahan yang dilakukan bapaknya tersebut. Karena itu,menurut hemat penulis, putusan MK sebagaimana di atas bisa dijadikan sebagai “temuan” untuk melakukan pembaruan (at-tajdid) hukum Islam terkait anak zina sesuai perubahan konteks yang terjadi saat ini. Dalam hukum Islam ada sebuah kaidah yang berbunyi, perubahan hukum bisa dilakukan sesuai perubahan waktu dan tempat (taghayyurul ahkam bi ta-ghayyuril azminah wal amkinah).

Pembaruan ini tidak dimaksudkan untuk mengabaikan ketentuan hukum Islam yang telah berlaku selama ini, tapi sebagai penajaman untuk menopang tercapainya tujuan utama dari ketentuan hukum yang ada selama ini,yaitu menjaga tatanan sosial masyarakat, meminimalisasi dan menghukum pelaku zina, serta menjaga nasab umat manusia sesuai maqashid syari’ah di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar