Sabtu, 24 Maret 2012

Gerakan Buruh Menyikapi BBM


Gerakan Buruh Menyikapi BBM
  Muhammad Iqbal, Pengurus Federasi Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia
SUMBER : REPUBLIKA, 24 Maret 2012



Pemerintah tidak lama lagi akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan berbagai alasan pertimbangan ekonomi. Pemerintah berencana untuk memberikan kompensasi dalam bentuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), mirip Bantuan Langsung Tunai (BLT) seperti yang sudah dilakukan pemerintah sebelumnya ketika menaikkan harga BBM.

Salah satu komponen masyarakat yang merasakan langsung kenaikan BBM adalah buruh yang jumlahnya diperkirakan mencapai 30 juta orang. Padahal, beberapa bulan lalu baru saja mereka memperjuangan kenaikan upah dengan metode penghitungan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) melalui penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP).
Dengan adanya kenaikan BBM, tentu saja kebutuhan hidup layak yang dihitung sebelum kenaikan BBM berbeda dengan KHL setelah kenaikan BBM.
 
Bahkan, ketika isu BBM naik saja biaya hidup yang dirasakan buruh sudah tidak terjangkau. Buruh pun menjerit akibat tingginya biaya hidup yang tidak sesuai dengan upah yang mereka terima.

Komponen penghitungan KHL dilakukan pemerintah melalui survei yang melibatkan unsur tripartit dalam dewan pengupahan, yakni pemerintah, Apindo, serta perwakilan serikat buruh melalui dewan pengupahan. Sering sekali hasilnya tidak sesuai dengan kebutuhan hidup layak karena KHL yang ditetapkan adalah standar minimal kebutuhan hidup pekerja lajang. Padahal, sebagian besar buruh juga memiliki keluarga yang memerlukan kualitas hidup yang lebih baik.

Menurut Kemenakertrans No 17 Tahun 2005, ada 45 komponen dalam perhitungan Kebutuhan Hidup Layak bagi pekerja lajang dalam sebulan. Tak hanya persoalan pangan dan kebutuhan rumah tangga, komponen itu juga mengakomodasi kebutuhan rekresai, tabungan, dan sebagainya. Komponen-komponen itu diperhitungkan kualitas, jumlah kebutuhan, serta harga satuannya, kemudian diperhitungkan nilainya dalam sebulan.

Dari 45 komponen kebutuhan hidup layak yang dipakai untuk menghitung upah minimum, hampir 70 persennya sangat potensial berdampak langsung kenaikan harga BBM. Cuma, buruh tidak bisa berbuat banyak karena mereka tidak mungkin mengubah lagi penghitungan KHL dan penetapan UMP yang hanya dilakukan sekali dalam setahun.

Seandainya rencana kenaikan BBM terjadi sebelum penghitungan KHL dan penetapan UMP tentu saja buruh juga akan memintah upah yang layak dan sesuai dengan KHL saat ini. Tentunya, kebijakan untuk menaikkan BBM menjadi tidak adil bagi buruh. Untuk itu, pemerintah perlu memberikan program yang mampu meningkatkan kesejahteraan buruh.

Soliditas Buruh

Melihat fenomena ini, wajar akhirnya aksi-aksi yang dilakukan oleh buruh menjadi semakin gencar. Buruh adalah elemen masyarakat yang paling merasakan langsung kesulitan ekonomi dari rencana kenaikan harga BBM. Apabila pemerintah menganggap remeh gerakan buruh, dikhawatirkan gerakan buruh semakin solid. Kasus penutupan Tol Cikampek dan rencana penutupan Tol Bandara Soekarno Hatta merupakan murni gerakan soliditas buruh dalam memperjuangkan harkat dan martabatnya.

Apabila aspirasi kaum buruh diabaikan dan dengan isu ini gerakan buruh menjadi bersatu maka bukan tidak mungkin pemerintah menjadi sasaran amarah rakyat yang diwakili kaum buruh dalam memperjuangan hidup layak yang didambakan setiap manusia. Pemerintah belum mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya. Bahkan, slogan sekolah gratis hanyalah iklan pencitraan dan sangat sulit ditemui dalam kenyataan hidup.

Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, rakyat harus berjuang melawan sulitnya menembus birokrasi dan berbagai persyaratannya. Saat ini, rakyat seperti hidup tanpa pemerintah, padahal rakyat juga termasuk buruh membayar pajak. Pelayanan yang diberikan pemerintah sangat jauh dari hidup layak. Kasus-kasus korupsi menjadi tontonan sehari-hari rakyat miskin. Sementara, mereka masih berjuang untuk bertahan hidup. Program-program prorakyat pemerintah terhambat oleh perilaku korupsi para pemangku kekuasaan dan birokrasi.

Kepedulian pemerintah terhadap buruh saat ini sangat jauh dari harapan.
Bahkan, Menteri Tenaga Kerja yang seharusnya mampu mengendalikan gerakan buruh menjadi bulan-bulanan dalam berbagai kasus demonstrasi buruh.
Secara tidak langsung, beberapa kali buruh menginginkan menteri lain karena yang bersangkutan tidak memahami permasalahan perburuhan dan tidak mampu meredam gerakan buruh yang semakin hari semakin solid.

Disahkannya Undang-Undang Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) beberapa bulan lalu merupakan sebuah prestasi gerakan buruh dalam memperjuangkan hak rakyat yang sudah lama terabaikan. Sangat disayangkan pemerintah SBY-Budiono tidak bisa mengambil momentum disahkannya BPJS sebagai bagian dari kepedulian pemerintah.

Selama pembahasan undang-undang tersebut, justru terkesan pemerintah enggan membahasnya. Akibatnya, harus dengan gerakan massa untuk menekan pemerintah dan DPR meloloskan Undang-Undang BPJS. Pemerintah sudah seharusnya mendengar suara rakyat. Saat ini yang terjadi bukan mengurangi beban rakyat, tetapi menambah beban ekonomi yang bisa mengarah kepada kemarahan yang tak terkendali. Tidak menaikkan harga BBM dan mencari alternatif kebijakan selain itu adalah keputusan bijaksana. Wallahua'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar