Dualisme
PSSI, Terserah FIFA
( Wawancara )
Rahmad Darmawan, MANTAN PELATIH TIMNAS U-23 SEA GAMES 2011
SUMBER : SUARA KARYA, 24 Maret 2012
Sementara PSSI di bawah ketua umum yang baru La Nyalla Mattaliti,
yang terpilih pada KLB Ancol, Jakarta, masih berjuang untuk mendapatkan
pengakuan FIFA.
Menanggapi adanya dualisme kepemimpinan di PSSI ini, mantan
pelatih timnas U-23 SEA Games 2011, Rahmad Darmawan memiliki pandangan
tersendiri. Berikut ini petikan wawancara wartawan Harian Umum Suara Karya,
Syamsudin W dengan mantan pelatih nasional Rahmad Darmawan, yang
saat dihubungi melalui telepon tengah berada di Surabaya, Kamis (22/3) lalu.
Bagaimana tanggapan Anda dengan adanya dua kepengurusan PSSI saat
ini?
Sebenarnya semua menyayangkan hal ini, karena tidak bagus bagi
perkembangan sepak bola Indonesia. Tapi, apa boleh buat itu sudah terjadi. Buat
saya, meski sekarang ada dua PSSI, tinggal kita lihat saja, mana yang paling
mendekati statuta. Mana yang menjalankan organisasinya sesuai statuta dan
mengeluarkan kebijakan-kebijakannya berlandaskan pada statuta. Masyarakat sepak
bola Indonesia juga bisa menilai itu.
Jadi kira-kira menurut Anda, yang mana yang sah?
Bukan kapasitas saya untuk menentukan yang mana, yang sah. Saya
juga tidak terlalu mengerti soal teknis legalitas. Ada lembaga yang berwenang
untuk itu, seperti badan arbitrase olahraga internasional, ada FIFA (Federasi
Sepak Bola Internasional). Lembaga tersebut memiliki kapasitas itu. Lebih baik
kita tunggu saja.
Kemarin PSSI dengan Ketua Umumnya, La Nyalla Mattaliti menghadap
KONI, dan KONI akan membawa soal dualisme PSSI ini ke BAORI (Badan Arbitrase
Olahraga Indonesia-red). Apakah ini jalan terbaik?
Sekali lagi, saya katakan, saya tidak terlalu faham soal teknis
legalitas. Tapi, kalau memang itu yang dilakukan, bagus-bagus saja. Menurut
saya, juga penting untuk membawanya ke badan arbitrase olahraga internasional.
Tinggal nanti dilihat mana yang lebih mendekati statuta PSSI dan statuta
federasi sepak bola internasional.
Soal pelatih, kabarnya Anda ditawari kembali menjadi pelatih
timnas U-23 oleh PSSI La Nyalla. Benarkah?
Memang, ada penawaran itu. Buat saya, pada prinsipnya siap saja
kapan pun diminta asalkan diberi kebebasan untuk memilih pemain dari kompetisi
mana pun. Selama itu tidak dibatasi, saya siap saja.
Menurut Anda, tidak perlu menunggu pengakuan FIFA terlebih dulu?
Sekali lagi, saya bukan kapasitas untuk menilai. Buat saya, itu
sudah ada lembaganya sendiri. Yang terpenting, tujuan dibentuknya timnas.
Selama itu untuk kebaikan dan tidak membatasi pelatih untuk mencari pemain
terbaik, saya siap saja. Umumnya pelatih ingin menjadi pelatih timnas negaranya,
begitu juga dengan saya. Jadi, saya selalu siap kapan pun diminta.
Apakah nanti tidak berbenturan dengan kontrak Anda dengan Pelita
Jaya?
Itu hal yang berbeda. Saya akan tetap bersikap profesional. Tak
masalah.
Terkait kisruh sepak bola Indonesia tentu sangat memprihatinkan.
Padahal, sepak bola bisa menjadi alat pemersatu. Menurut Anda?
Ya, benar. Sepak bola bisa menjadi pemersatu karena unsur-unsur di
dalamnya, seperti sikap mau bekerja sama, gotong-royong, dan rela menanggalkan
sikap egois untuk bersatu padu dalam tim agar tercapai tujuan bersama. Dalam
sebuah pertandingan, tujuannya tentu kemenangan.
Sepak bola juga mengajarkan kita untuk berjiwa besar, mau menerima
kekalahan dengan lapang dada. Sementara bagi pemenang, juga tetap menghormati
tim yang kalah dengan tidak melakukan tindakan mencemooh, dan melecehkan.
Inilah sebuah nilai sportivitas. Nilai-nilai persahabatan yang ada di sepak
bola seharusnya bisa diterapkan dalam kehidupan keseharian kita.
Jadi, kekuatan sepak bola begitu dahsyat, ya?
Ya, sepak bola sebagai permainan yang sangat digemari. Hampir di
setiap kecamatan, kota dan kabupaten memiliki klub sepak bola. Orang akan
melupakan perpecahan, pertengkaran atau persoalan hidup lainnya untuk bersatu
dalam mendukung timnas sepak bola yang tengah bertanding. Orang
berbondong-bondong datang ke stadion, menonton televisi, seperti yang terjadi
dalam ajang Piala AFF dan SEA Games 2011 lalu, untuk mendukung timnas. Begitu
hebatnya magnit sepak bola. Inilah yang bisa dikatakan sepak bola sebagai alat
pemersatu bangsa.
Harapan pecinta sepak bola di Tanah Air begitu tinggi terhadap
prestasi timnas. Namun, PSSI bukannya memenuhi harapan itu, tapi malah
menjadikan sepak bola kacau. Menurut Anda?
Harapan masyarakat memang begitu tinggi. Mereka menggantungkan
harapan itu terhadap timnas di tengah carut-marutnya sepak bola Indonesia.
Meski prestasi timnas belum bisa memenuhi harapan masyarakat,
namun apresiasi masyarakat begitu besar. Ini sebuah bentuk penghargaan
masyarakat terhadap timnas.
Sayangnya, kini semua menjadi bias dan abu-abu. Sepak bola yang
seharusnya bisa menjadi pemersatu, kini terkoyak oleh kepentingan-kepentingan.
Unsur sportivitas, persahabatan dan kerja sama tak lagi diindahkan. Yang justru
timbul dan tampak di depan mata adalah perpecahan dan perselisihan yang entah
sampai kapan akan berakhir.
Kisruh kepemimpinan PSSI, konon, mengakibatkan sponsor enggan
menjadi pendukung kegiatan sepak bola nasional. Benarkah?
Yang pasti, kisruh yang terjadi di PSSI saat ini bisa menurunkan
animo masyarakat terhadap sepak bola nasional.
Dampaknya, investor pun tentu akan berpikir panjang untuk ikut
aktif mendukung kegiatan sepak bola.
Animo sponsor jadi menurun. Lihat saja, beberapa pertandingan liga
di Indonesia, tak banyak sponsor yang mendukung. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar