Rabu, 07 Maret 2012

“Bersih-Bersih” Kabinet Anas


“Bersih-Bersih” Kabinet Anas
Syamsuddin Haris, KEPALA PUSAT PENELITIAN POLITIK LIPI
SUMBER : SINDO, 7 Maret 2012


Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Sutan Bhatoegana mengatakan, partainya akan melakukan gerakan “bersih-bersih” atas para kader yang dinilai merusak citra partai.
Pergantian pengurus dan pimpinan fraksi dan komisi di DPR konon tengah disiapkan. Namun, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum membantah sinyalemen Sutan. Ada apa? Pernyataan publik seorang petinggi Partai Demokrat yang kemudian diikuti bantahan petinggi partai lainnya akhirakhir ini tidak hanya menjadi santapan sehari-hari berbagai media, cetak, elektronik, dan online, tapi juga tampaknya turut menggerus citra publik parpol pemenang Pemilu 2009 ini.

Pernyataan simpang siur elite parpol semacam ini biasanya juga menjadi santapan empuk para pengguna media sosial seperti Facebook dan Twitter. Isinya hampir pasti bersifat cemoohan atas parpol yang didirikan atas inisiatif Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut. Agak mengherankan bahwa jajaran Demokrat cenderung membiarkan kesimpangsiuran yang turut dinikmati oleh lawanlawan politik Demokrat ini.

Alihalih ada klarifikasi resmi, para petinggi Demokrat justru saling membantah secara terbuka tentang kemelut internal partai yang disebabkan oleh merebaknya skandal pembangunan WismaAtlet Palembang.Akibat kepanikan internal itu pula, beberapa petinggi Demokrat hilang akal sehingga justru mencari “kambing hitam” dengan menyalahkan beberapa media dan bahkan melaporkannya ke Dewan Pers.

Mismanajemen Partai

Sulit dipungkiri bahwa prahara Demokrat sebagian besar justru bersumber dari manajemen atau pengelolaan partai yang tak hanya cenderung amburadul, tetapi juga tidak jelas pembagian otoritasnya secara internal.Tidak jelas siapa sesungguhnya juru bicara partai, baik pada tingkat Dewan Pembina maupun Dewan Pimpinan Pusat.

Di dalam naskah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) juga tidak jelas apakah Dewan Pembina dapat mengintervensi keputusan DPP. Jika dimungkinkan, terkait isu strategis apa saja yang memungkinkan Dewan Pembina campur tangan atas kebijakan dan atau keputusan DPP. Upaya DPP dan Fraksi Demokrat merotasi Angelina Sondakh dari Komisi IX ke Komisi III DPR yang akhirnya gagal karena kemarahan SBY selaku Ketua Dewan Pembina mengindikasikan ketidakjelasan otoritas itu.

Begitu pula bantahan mutakhir Anas Urbaningrum atas pernyataan Sutan Bhatoegana terkait rencana gerakan “bersih- bersih” partai. Apabila Dewan Pembina memiliki otoritas untuk melakukan perombakan atas struktur personalia DPP dan Fraksi Demokrat serta pernyataan Sutan mewakili institusi Dewan Pembina,Anas semestinya tidak membantah itu secara prematur.

Sebaliknya, jika tidak ada mekanisme yang memungkinkan Dewan Pembina melakukan intervensi atas kebijakan DPP, Sutan Bhatoegana seharusnya tidak melampaui wewenangnya. Problematika internal Demokrat seperti ini sebagian bersumber pada kedudukan unik sekaligus istimewa SBY selaku pendiri partai serta satu-satunya figur sentral pemersatu Demokrat.

Ironisnya, para petinggi Demokrat sendiri acapkali tidak tahu persis apa sesungguhnya isi kepala SBY terkait Anas berikut pernyataan bantahan dan kebijakan DPP menyangkut nasib Angelina Sondakh. Bisa jadi Sutan Bhatoegana pun hanya mencoba menafsirkan “bahasa berbunga” SBY yang kebetulan dianggap senada dengan aspirasinya sendiri terkait DPP di bawah kepemimpinan Anas.

Ketegangan Relasi

Terlepas dari soal mismanajemen partai yang belum cukup diakomodasi solusinya dalam AD/ART, sulit pula dibantah bahwa SBY sebenarnya tidak begitu nyaman melihat cara Anas mengelola dan memimpin partai yang didirikannya. Selain karena sejak awal SBY tidak begitu mendukung pencalonan Anas dibandingkan dukungannya terhadap Andi Mallarangeng sebagai ketua umum, mantan menteri koordinator politik, hukum, dan keamanan pada era Megawati ini tampaknya juga kecewa berat dengan terjeratnya “orang-orang Anas”dalamskandal suap dan korupsi Wisma Atlet.

Sementara SBY sangat menyadari secara faktual Anas adalah ketua umum terpilih hasil Kongres Bandung. Sebagai sosok pendiri partai yang berulang kali menekankan pentingnya prinsip “taat asas”, termasuk asas praduga tak bersalah atas Anas, SBY merasa tidak etis baginya meminta langsung kepada Anas untuk mundur sementara sambil menunggu keputusan hukum Komisi Pemberantasan Korupsi.

Namun, di luar problematika otoritas dan etis, hampir setiap hari isu suap dan korupsi yang melibatkan kader Demokrat terus digoreng oleh berbagai media. Karena itu, pertanyaannya kemudian, haruskah partai menyelamatkan Anas dan kabinetnya jika akhirnya Demokrat sendiri bakal hancur dihukum oleh publik?

Strategi Pelengseran Anas

Bisa jadi pernyataan Sutan Bhatoegana terkait rencana gerakan “bersih-bersih” pengurus dan Fraksi Demokrat adalah bagian dari strategi pelengseran Anas tanpa secara langsung melibatkan SBY selaku ketua Dewan Pembina. Langkah Sutan sangat mungkin diketahui dan bahkan “direstui” oleh SBY agar secepatnya Demokrat bisa segera keluar dari belenggu krisis akibat skandal Wisma Atlet.

Dengan kata lain, SBY tampaknya tidak mau “tangannya kotor” karena melengserkan ketua umum hasil kongres. Indikasi lain yang menunjukkan ada strategi lain dalam pelengseran Anas adalah langkah politik yang dilakukan Komisi Pengawas Partai yang tengah menghimpun kesaksian dan pengaduan pengurus daerah Demokrat terkait ada dugaan politik uang di balik terpilihnya Anas sebagai ketua umum.

Jika jumlah kesaksian dan pengaduan soal politik uang itu cukup signifikan, tidak mustahil Dewan Kehormatan Partai pada akhirnya benarbenar akan menghentikan karier politik Anas. Apakah “bersih-bersih” Demokrat juga sekaligus pelengseran sang “Ketua Besar”, mari kita tunggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar