Jumat, 09 Maret 2012

Antisipasi Terkait Harga BBM


Antisipasi Terkait Harga BBM
Purbayu Budi Santosa, GURU BESAR FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS (FEB) UNDIP
SUMBER : SUARA MERDEKA, 9 Maret 2012



KEPUTUSAN pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi per 1 April 2012 mengakhiri dilema terkait dengan berbagai alternatif solusi atas kondisi minyak Indonesia, yang beberapa waktu terakhir ini cukup memprihatinkan. Sebelumnya, ada wacana membatasi BBM bersubsidi untuk golongan tertentu namun tak dapat diterapkan mengingat ketidaksiapan pelaksana. Menurut Dirut Pertamina Karen Agustiawan, saat ini dari 3.062 SPBU di Jawa-Bali baru 2.082 yang memiliki infrastruktur untuk menjual pertamax sehingga untuk merealisasikan gagasan itu harus menyiapkan 687 unit lagi (Tempo, 5-11 Maret 2012).

Harga minyak internasional akhir-akhir ini naik cukup tajam berkaitan dengan memburuknya hubungan Iran dengan negara Barat dan sekutunya. Harga minyak mentah di pasar internasional hampir 115 dolar AS per barel, jauh melampaui asumsi APBN yang mendasarkan patokan 90 dolar per barel.

Dengan ICP 90 dolar AS per barel, memberikan harga keekonomian tanpa subsidi sekitar Rp 7.500 (berdasarkan asumsi-asumsi tertentu). Adapun dengan ICP 100 dolar AS per barel memberikan harga keekonomian tanpa subsidi  sekitar Rp 8.000 per liter, ICP 110 dolar AS menghasilkan harga keekonomian sekitar Rp 8.500 per liter, dan kalau naik sampai 120 dolar maka harga keekonomian  tanpa subsidi menjadi sekitar Rp 9.000. Artinya, jika harga minyak internasional naik lebih tinggi lagi, beban subsidi kita makin berat.

Jika harga BBM naik Rp 1.500 per liter maka dana subsidi yang bisa dihemat Rp 31,58 triliun dan bila naik Rp 2.000 per liter bisa dihemat Rp 25,77 triliun. Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan terkait dengan kenaikan harga minyak, angka inflasi dalam APBN 2012 perlu dikoreksi dari 5,3 persen menjadi 6-7 persen, pertumbuhan ekonomi menjadi 6,5 -6,7 persen, dan defisit anggaran diperkirakan 2,2 persen.

Siapa pun merasa terpukul dengan kenaikan harga BBM karena akan memicu angka inflasi. Namun perlu juga melihat neraca pembayaran Indonesia, khususnya pos transaksi berjalan impor minyak yang naik cukup besar. Misalnya defisist neraca perdagangan (ekspor-impor) minyak tahun 2009 sebesar 4 miliar dolar AS, tahun 2010 menjadi 8,6 dolar AS miliar, dan 2011 menjadi 16,3 miliar dolar AS.

Prioritas Rakyat

Angka defisit dalam impor minyak makin mengkhawatirkan kondisi minyak Indonesia. Hal itu ini disebabkan rendahnya produktivitas minyak kita yang di bawah 950 ribu barel per hari, kalah jauh dari tahun 2000 yang rata-rata 1,4 juta barel. Biar tidak terus defisit perlu mencari daerah baru penghasil minyak, tak hanya mengelola sumur tua yang tingkat produktivitasnya sudah menurun. Begitu juga konversi untuk kendaraan dari BBM ke gas. Peluang pengembangan energi lain juga terbuka lebar, seperti batu bara yang cadangannya melimpah, energi tenaga surya, angin, dan sebagainya.

Dalam jangka pendek, yang perlu diantisipasi adalah mengawal keputusan pemerintah. Berbagai dampak kelangkaan minyak bersubsidi di berbagai daerah perlu diwaspadai karena biasanya banyak pihak memanfaatkan situasi untuk menimbun BBM. Aparat keamanan perlu bekerja keras bersama masyarakat untuk menutup langkah spekulan.
Pemerintah sebenarnya sudah menyediakan dana kompensasi Rp 22 triliun bila harga BBM naik Rp 1.500 per liter (SM, 07/03/12). Dana itu dialokasikan untuk empat program yaitu bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), pemberian beasiswa, beras bagi rakyat miskin (raskin), dan kompensasi untuk sektor transportasi. Sepintas program itu terlihat baik tetapi pelaksanaannya bisa berdampak sebaliknya.

BLSM misalnya, sebagaimana bantuan langsung tunai (BLT) pada masa lalu, berisiko salah sasaran. Sebenarnya yang lebih penting bukan bantuan uang tunai melainkan bagaimana menciptakan peluang kerja di pedesaan. Misalnya melalui proyek padat karya, pelatihan keterampilan bagi penduduk pedesaan guna mencegah urbanisasi. Jangan sampai muncul anggapan BLSM hanya bagi-bagi uang dan bukannya mendidik masyarakat supaya kreatif dan inovatif sebagai ciri penting kewirausahaan.

Demikian juga, program pemberian beasiswa, jangan sampai salah sasaran, mengingat praktiknya relatif mudah memperoleh surat miskin. Dua program lainnya juga baik, misalnya bantuan raskin (terlepas dari rendahnya daya serap Bulog) dan kompensasi sektor transportasi.
Jangan sampai semua itu memperlebar jurang perbedaan pendapatan antara si kaya dan si miskin. Perlu kesadaran dari kedua belah pihak untuk bertindak nyata yang bersifat membangun agar ke depan semua anggota masyarakat merasakan kue pembangunan dengan lebih merata. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar