Selasa, 17 Januari 2012

Setelah Rosalina Bersaksi

Setelah Rosalina Bersaksi
Samsul Wahidin, GURU BESAR ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
Sumber : JAWA POS, 17 Januari 2012


SIAPAPUN yang beperkara di pengadilan pasti mengikuti hukum tidak tertulis tetapi abadi. Pertama, berupaya keras membebaskan diri dari jerat hukum dan berupaya keras pula membuktikan dirinya tidak bersalah. Kedua, kalau tidak mungkin melepaskan diri, berupaya agar hukuman yang diterima seringan-ringannya.

Ketiga, memosisikan diri sebagai bumper aktor lain agar tidak terlibat dalam perkara yang sedang dihadapi. Atau sebaliknya, justru melibatkan sebanyak-banyaknya orang yang terkait dengan tindak pidana yang dilakukan. Konstruksi umum ini kemudian diberi skala plus minusnya. Yang dijadikan target dan berperan sentral dalam hal ini adalah penasihat hukumnya.

Makna Kesaksian

Korupsi yang sedang dituduhkan kepada Nazaruddin menyeret begitu banyak tokoh. Mindset yang dipilih, dia terlihat berusaha keras agar korupsi (yang memang tidak mungkin personal) melibatkan banyak tokoh lain. Dua di antara tokoh sentral itu adalah yang disebut Ketua Besar dan Bos Besar. Ketua Besar, sebagaimana sering dia sebut, adalah sang Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Bos Besarnya adalah Wakil Badan Anggaran Mirwan Amir.

Dalam perspektif hukum, alat bukti itu bisa berasal dari bukti surat, kesaksian seseorang, pengakuan, serta persangkaan yang didasarkan pada petunjuk tertentu dan sumpah. Yang pasti, bukti itu harus terkait satu sama lain sehingga membentuk satu konstruksi hukum yang bisa menggambarkan terjadinya perbuatan pidana yang selayaknya dihukum.

Dalam hukum, dianut asas unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi). Maknanya bahwa hakim harus menjatuhkan putusan berdasar sekurangnya dua alat bukti ditambah keyakinan hakim, kalau tidak mau putusan hakim dinyatakan batal demi hukum.

Dalam kasus itu, nyanyian Nazar semata, yang akan menjadi pengakuan nanti tatkala diperiksa (di ujung permintaan keterangan), tidak akan berharga sebagai alat bukti tanpa didukung bukti lain. Karena itulah, kesaksian Rosa menjadi sangat penting. Dengan demikian, ada dua alat bukti pertama (kesaksian Rosa) dan kedua (pengakuan Nazar), apalagi didukung bukti tertulis mengenai adanya aliran dana kepada para bos tersebut.

Lalu, apa makna penyampaian kesaksian Rosa? Pertama, yang pasti memperkuat sangkaan bahwa memang telah terjadi penyuapan terhadap dua tokoh yang disebut. Konstruksi sederhana bahwa korupsi (apalagi berkaitan dengan politik) senantiasa berhubungan dengan kepentingan politik pula. Dalam perhitungan sederhana, Nazar berhasil menyeret sang aktor yang disebut Rosa ke gelanggang perkara.

Kedua, kesaksian yang disampaikan di bawah sumpah merupakan petunjuk atas tindak pidana baru. Artinya, ketika putusan hakim nanti merekonstruksi bahwa uang itu disuapkan kepada Ketua Besar dan Bos Besar, keduanya harus menjalani pemeriksaan sebagai tersangka penerima suap atau korupsi.

Ketiga, pengungkapan itu didasarkan pada percakapan melalui BBM (BlackBerry Messenger) dengan tokoh lain, yaitu Angelina Sondakh, yang efektif berkomunikasi dengan Rosa dengan berbagai sandi. Artinya, ada yang menjadi perantara dan akhirnya juga disampaikan bahwa dia menerima sejumlah (besar) dana pula. Angie yang selama ini hanya dinilai ''terserempet'' akan terjerat juga ketika cross-check diamini Nazar.

Pembelaan Diri

Tampaknya, di samping kasus pokok wisma atlet yang mendudukkan Nazar sebagai terdakwa, pengusutan masih akan panjang. ''Nyanyian'' Nazar akan menyeret banyak orang dengan berlindung di balik penyampaian fakta ''secara jujur'' atas apa yang terjadi. Nazar tak mau jadi bumper dalam kasus yang diungkap KPK tersebut. Di sisi lain, tokoh sentral yang disebutnya itu harus bersiap menghadapi sidang sebagai aktor yang dikenai pasal korupsi.

Makna lain kesaksian Rosa yang sangat penting ini, pertama, adalah sebenarnya kasus ini sederhana. Artinya, kasus yang mendudukkan Nazar sebagai tokoh sentralnya, dari sisi ketentuan pasal-pasal pada sistem hukum di Indonesia, juga sudah sangat jelas. Pertama, kasus itu telah menyeret beberapa terdakwa di aliran hilir, yaitu Mindo Rosalina dan Wafid Muharram yang sudah dipidana. Jadi, dalam konstruksi hukum, asumsi paling sederhana adalah bahwa korupsi itu ada. Pelakunya ada. Cuma, siapa saja dan bagaimana caranya, itu masih akan terus diungkap.

Kedua, pada dasarnya, tidak mungkin seseorang melakukan korupsi single fighter. Dari kasus ini, yang di hilir itu, antara lain, Mindo Rosalina dan Wafid Muharram tersebut. Nazar berada di tengahnya. Penanganan aktor yang di hulu inilah yang sering menimbulkan problema karena akan menyangkut tokoh lain. Apalagi, sudah terang benderang bahwa kasus korupsi itu juga erat dengan permasalahan politis, yakni pemenangan pemilihan ketua umum partai politik.

Ketiga, teori pembelaan dalam hukum pidana memberikan pemahaman bahwa siapa pun yang terlibat kasus akan senantiasa membela diri, baik lewat media maupun di pengadilan. Hal itu wajar karena siapa pun tidak mau terjebak dalam pusaran kesalahan, meskipun dia tahu dirinya benar-benar bersalah. Bahkan, sistem hukum melegitimasi adanya hak ingkar, yaitu hak untuk menghindarkan diri dari jerat hukum semampunya. Toh, nanti ada alat bukti lain yang menjadi counter atas apa yang disampaikan.

Semua berharap, seperti harapan para pengurus Partai Demokrat yang sedang cemas, hendaknya kasus itu diungkap secara terang benderang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar