Energi
Baru Pemberantasan Korupsi
Donny Syofyan, DOSEN UNIVERSITAS ANDALAS, PADANG
Sumber : KORAN TEMPO, 7 Desember 2011
JAKARTA POST, 7 Desember 2011
http://www.thejakartapost.com/news/2011/12/07/kpk-could-go-full-strength-with-fresh-blood.html
JAKARTA POST, 7 Desember 2011
http://www.thejakartapost.com/news/2011/12/07/kpk-could-go-full-strength-with-fresh-blood.html
Abraham Samad,
seorang pengacara dan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM), akhirnya
terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi bersama tiga figur lainnya
hingga 2015. Tiga pemimpin baru KPK lainnya yang dipilih oleh Komisi III Dewan
Perwakilan Rakyat adalah aktivis hak asasi manusia Bambang Widjojanto,
anggota Komisi
Kepolisian Nasional Adnan Pandu Praja, dan jaksa Zulkarnaen. Busyro
Muqoddas,Ketua KPK yang tengah menjabat, juga tetap bergabung dengan pimpinan
baru yang terpilih.
Hasil seleksi
pemimpin KPK ini memang telah memicu kontroversi di antara para pengamat dan
aktivis antikorupsi serta hak asasi manusia. Abraham Samad, yang berhasil
mendapatkan 43 dari 56 suara, adalah figur yang belum dikenal luas oleh publik.
Ada yang menilainya sebagai tokoh titipan kekuatan politik tertentu di
legislatif. Dugaan ini berawal dari sejumlah pernyataannya ketika mengikuti uji
kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Ia mengungkapkan bahwa
KPK dianggap memiliki otoritas terlalu banyak sehingga lembaga super ini
bekerja tidak efektif. Lebih lanjut, ia mengkritik Ketua KPK Busyro Muqoddas
yang kelewat sering berpolemik di depan umum.
Dua pemimpin KPK
lainnya, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen, dinilai tidak memiliki rekam jejak
yang teruji dalam pemberantasan korupsi. Adapun dua tokoh yang secara luas juga
beroleh dukungan masyarakat,Yunus Husein, mantan Ketua Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan, serta Abdullah Hehamahua, Ketua Komite Etik dan
Penasihat KPK, malah tersingkir.
Di tengah
skeptisisme masyarakat terhadap para pemimpin KPK yang baru terpilih ini,
lebih-lebih gagalnya Bambang Widjojanto sebagai tokoh paling favorit dan
direkomendasikan secara ketat untuk menduduki jabatan Ketua KPK, sokongan publik
terhadap KPK tetap jauh lebih kuat dibanding terhadap lembaga penegak hukum lainnya,
seperti Polri dan Kejaksaan Agung. Sejatinya, ini menunjukkan bahwa KPK tetap
menjadi superbody yang memiliki energi penuh untuk menjalankan tugasnya.
Tingginya harapan publik kepada KPK memiliki legitimasi yang kuat. Sejumlah hal
menunjukkan hal tersebut.
Pertama, hasil
pemilihan pemimpin KPK ini merupakan sebuah terobosan luar biasa dalam sejarah
lembaga tersebut. Dibandingkan dengan ketua-ketua KPK sebelumnya,
Abraham Samad,
yang kini berusia 45 tahun, adalah ketua termuda.Taufiequrachman
Rukie berumur 57
ketika dilantik sebagai ketua pada 2003, dan Antasari Azhar berumur 54 tahun
ketika terpilih. Figur Ketua KPK paling senior adalah Busyro Muqoddas, 58
tahun.
Sebagai tokoh
paling muda yang dipercaya memimpin KPK, Abraham Samad telah
membuktikan diri
sebagai tokoh idealis yang tak kenal kompromi dalam memberantas
korupsi. Bersama
lembaga masyarakat sipil dan organisasi yang didirikannya, ACC
(Anti-Corruption
Committee) dan Kemak (Koalisi Masyarakat Anti-Korupsi) di Sulawesi
Selatan, Abraham
dikenal garang menangani dan menyelesaikan kasus korupsi yang
melibatkan 15
anggota DPRD Sulawesi Selatan pada 2005. Ia juga melarang para pengacara lewat asosiasi
pengacaranya untuk membela kasus-kasus para koruptor (Detiknews, 3
Desember).
Menjadi pendekar
muda antikorupsi, Abraham harus menunjukkan bahwa ia benar-benar lepas dari
bayang-bayang orang atau pihak lain. Abraham perlu membuktikan bahwa ia tak
bisa didikte oleh berbagai tekanan dan kepentingan politik. Sejumlah pihak
mempertanyakan independensinya, mengingat kedekatannya dengan kelompok Islam
garis keras, semisal Tentara Jundullah dan Hizbut Tahrir Indonesia.
Karena itu,
Abraham dituntut untuk mampu dan serius mengesampingkan agenda politik tertentu
dan menjaga independensinya dalam menjalankan tugas. Dari proses pemilihan Ketua
KPK yang berlangsung, orang dengan mudah melihat bahwa kemenangannya lebih
disebabkan oleh ketakutan anggota DPR kepada sosok Bambang Widjojanto, yang
dianggap sebagai tokoh terbaik dan paling tepat menduduki
posisi Ketua
KPK.
Kedua,
terjadinya desentralisasi perjuangan mengentaskan korupsi. Terpilihnya Abraham Samad
sebagai Ketua KPK menunjukkan bahwa pejuang antikorupsi tidak harus berasal
atau berdomisili di Jakarta atau Jawa. Inilah masanya memberi kesempatan dan
kepercayaan kepada tokoh-tokoh daerah untuk menggasak para koruptor secara
lebih luas. Perang melawan korupsi perlu mencerminkan daya sentrifugal; sebuah
gerakan politik dan intelektual yang menjauhi ibu kota menuju
daerah-daerah
demi mendapatkan profilprofil terbaik dalam perjuangan panjang ini.
Dari perspektif
ini, tidaklah berlebihan bahwa munculnya Abraham sebagai pendekar
baru KPK
merupakan sebuah berkah. Tokoh-tokoh daerah yang kredibel mengatasi skandal
korupsi perlu dilihat sebagai kontributor tangguh yang patut mendapatkan
kesempatan dan penghargaan dalam kafilah panjang antikorupsi. Ini bukan sekadar
tren “go east”dalam banyak hal di negara ini. Ini lebih merupakan upaya mendorong
rasa percaya diri kepada para tokoh daerah untuk membidik tersangka korupsi
tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Ketiga, pimpinan
baru KPK telah merintis model kepemimpinan teladan. Janji Abraham untuk mundur
dalam masa satu tahun bila gagal menyelesaikan kasus-kasus besar di republik
ini, seperti kasus Bank Century, menjadi pembelajaran politik yang fenomenal.
Ia mempercayai publik untuk menilai dan mengukur kinerjanya sehingga terjauhkan
dari kecenderungan politik pencitraan. Ia menangkap kemarahan massa terhadap
distingsi kata-kata dan karya nyata dalam penanganan skandal suap-menyuap.
Sosok teladan
juga tampak pada Bambang Widjojanto. Sebagai aktivis LSM dan lembaga
antikorupsi, integritas Bambang Widjojanto sebagai tokoh yang independen
dari pengaruh
kekuatan politik mana pun tak perlu dipertanyakan lagi. Sikap nonpartisannya berkelindan
dengan kesederhanaannya. Ini terlihat, misalnya, pada pilihannya untuk tetap
memilih transportasi umum ketimbang mobil pribadi, dan penolakannya untuk
memanfaatkan keberadaan pengawal bagi para tokoh penegakan
hukum jika
dipilih sebagai pemimpin KPK. Terlepas dari risiko yang ditimbulkannya,
Bambang
Widjojanto hendaknya berkomitmen dalam menjaga integritas dan independensinya.
Perpaduan antara
Abraham dan Bambang bakal menghasilkan efek ganda terhadap
pemberantasan
korupsi di negeri ini. Lewat kekuasaan eksekusi yang kini tengah digenggam,
Abraham dan Bambang, tentu dengan jajaran pimpinan dan anggota KPK lainnya,
dapat mempercepat penyelesaian megaskandal korupsi dibandingkan dengan ketika
mereka masih terlibat penuh di LSM dan lembaga pemantau antikorupsi. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar