Sabtu, 24 Maret 2018

Kumpulkan Pensiunan Jenderal

Kumpulkan Pensiunan Jenderal
Ikhsan Yosarie  ;   Peneliti Setara Institute Jakarta
                                               KORAN JAKARTA, 20 Maret 2018



                                                           
Reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Joko Widodo pada bulan pertama tahun 2018 (17/1/2018) menarik dibahas. Melalui reshuffle  tersebut, ling­karan Presiden Joko Widodo semakin banyak diisi para purnawirawan jenderal dari TNI dan Polri. Agum Gumelar dan Moeldoko menjadi purnawi­rawan jenderal TNI yang ma­suk dalam lingkaran tersebut. Agum masuk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan Moeldoko sebagai Kepala Staf Presiden.

Sebelumnya, Luhut Binsar Panjaitan, Wiranto, dan Ryam­izard Ryacudu menjadi purna­wirawan jenderal dari kalangan TNI yang lebih dulu menghuni jajaran kementerian Kabinet Kerja sebagai Menko Kemar­itiman, Menko Polhukam, dan Menteri Pertahanan.

Jika diperluas, posisi dalam Wantimpres dan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) juga diisi para purnirawan jenderal. Sub­agyo Hadi Siswoyo dan Yusuf Kartanegara menjadi purnawirawan jenderal yang berada dalam barisan Wantimpres. Kemudian, Try Sutrisno dan Wisnu Bawa Tenaya berada da­lam barisan UKP-PIP.

Sementara itu, pada bari­san purnawirawan jenderal Polri, ada Budi Gunawan yang menjadi Kepala Badan Inteli­jen Negara (BIN) dan Sidarto Danusubroto menjadi bagian dari Wantimpres. Masuknya pensiunan jenderal dalam lingkaran Presiden Joko Wido­do sulit kiranya untuk tidak dihubungkan dengan agenda Pilpres 2019. Meskipun menyi­sakan satu tahun lagi, proses konsolidasi kekuatan politik harus dilakukan jauh-jauh hari agar matang.

Kemudian, menimbang kemungkinan akan terjadin­ya “duel ulang” Pilpres 2014 lalu antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto pada Pilpres 2019 mendatang. Hal ini tentu secara tidak langsung akan dibawa-bawa pada penyebu­tan kontestasi sipil-militer. Dengan demikian, tidak heran jika kini Joko Widodo te­ngah gencar menggalang dukungan dari para jen­deral purnawirawan.

Masyarakat bisa meli­hat purnawirawan jen­deral yang berada di lingkaran Kabinet Presiden Joko Widodo dan pangkat atau jabatan tera­khirnya. Dari ini saja, rakyat bisa memaknai bahwa konsoli­dasi kekuatan politik tengah berlangsung.

Sangat Diperlukan

Dukungan para purnawira­wan jenderal sangat diperlu­kan untuk menjaga dan mem­perkuat posisi Joko Widodo di kalangan para Jenderal TNI dan Polri yang masih aktif maupun pen­sion, atau bahkan menjadi ja­minan atas dukungan TNI dan Polri, mengingat jabatan akhir para purnawirawan jenderal ini cukup tinggi.

Jaminan atas suara dari ke­luarga TNI-Polri tentu sangat dibutuhkan untuk pemenan­gan Pilpres 2019. Dalam hal ini, Joko Widodo memiliki keuntungan mengingat posisi­nya sebagai presiden. Dengan posisi sebagai presiden akan mudah baginya melakukan pendekatan-pendekatan ke­pada TNI-Polri baik elite mau­pun prajurit.

Jika ditarik ke belakang, masuknya para purnawirawan jenderal ini ke dalam struktur pemerintahan tidak bisa dipi­sahkan kedekatan mereka dengan partai politik (parpol) baik sebagai simpatisan maupun bagian integral seperti Wiranto (Menko Polhukam) yang beras­al dari Hanura. Artinya, proses masuknya para purnawirawan jenderal ke dalam politik prak­tis dimulai dari parpol. Sebab aprpol dan purnawirawan jen­de­ral saling memiliki peluang.

Terdapat pendapat yang menarik dalam sebuah jurnal tulisan Arie S Soesilo berjudul “Jaringan Purnawirawan TNI dalam Politik Relasi Sipil-Militer Pascareformasi TNI” terbitan Lab Sosio Universitas Indonesia (Vol 19, No 2, Juli 2014). Menurut Arie S Soesilo, masuknya purnawirawan TNI ke dalam ranah politik akrena lemahnya institusi kepartaian serta inkompentensi politisi sipil.

Kondisi ini mendorong “poli­tisip Purnawirawan TNI untuk menerapkan kapabilitasnya dalam bidang militer seperti penguasaan teritorial untuk menggerakkan mesin partai. Dengan kata lain, lemahnya infrastruktur demokrasi telah mendorong purnawirawan TNI untuk me­manfaat­kan keahl­ian strategi militernya ke dalam ranah rutini­tas politik.

Purnawirawan jenderal memiliki modal sosial dan po­litik yang membuat mereka sanggup melangkahi kader-kader asli parpol menuju pemerintahan ataupun parle­men. Kemampuan penguasaan teritorial purnawirawan jende­ral yang akan sangat berguna dalam menggerakkan mesin partai di DPC, DPD, dan DPW partai-partai bersangkutan. Maka, partai-partai tidak hanya menggeliat menjelang pilkada atau pemilu. Selain pengua­saan teritorial, semangat juang dan wawasan kebangsaan pur­nawirawan juga tidak perlu di­pertanyakan.

Fenomena demikian jangan hanya dilihat dari kacamata bahwa partai gagal dalam pro­ses kaderisasi anggota. Kader-kader dianggap kurang memi­liki kualitas sepadan. Akan tetapi, faktor modal sosial dan politik para purnawirawan jen­deral tersebut juga patut diper­hitungkan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pensiunan jenderal memiliki modal sosial-politik lebih kuat. Namun, apabila parpol terus berpikir prag­matis demikian, bisa menjadi sinyal bahaya terhadap partai bersangkutan. Sinyal bahaya ini muncul lantaran kaderisasi partai rusak dan mentalnya terganggu.

Partai tidak lagi menghasil­kan kader-kader berkualitas. Mereka hanya mementingkan kuantitas massa. Akibatnya, partai tidak lagi memiliki kepercayaan diri untuk menaik­kan kader-kader. Jika hal ini dibiarkan, parpol sebagai salah satu tiang demokrasi bisa han­cur. Kepentingan-kepentingan rakyat yang seharusnya disalur­kan oleh parpol, justru terping­girkan lantaran keutamaan ada pada kepentingan elite yang lebih menguntungkan partai tersebut. ●

1 komentar: