Kamis, 03 Oktober 2013

Utopia Bandung Masa Depan

Utopia Bandung Masa Depan
Djoko Subinarto  ;  Kolumnis, Alumnus Universitas Padjadjaran
KORAN SINDO, 03 Oktober 2013



Seperti apakah sosok dan paras Kota Bandung 50 atau bahkan 100 tahun ke depan? Akankah Bandung menjadi sebuah kota yang lebih baik, lebih sehat, lebih cantik dan membuat betah semua warganya? 

Sama seperti kita, manusia, sebuah kota perlu diupayakan untuk selalu sehat. Kota yang sehat akan menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi para warganya untuk tinggal dan beraktivitas sekaligus menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik. World Health Organization mendefinisikan kota yang sehat adalah kota yang senantiasa terus menerus menciptakan dan meningkatkan kondisi lingkungan sosial dan kondisi lingkungan fisiknya ke arah yang semakin baik. 

Selain itu, kota yang sehat juga terus mengupayakan perluasan dan pemanfaatan sumber dayanya sehingga memungkinkan segenap warganya mampu saling mendukung dalam melaksanakan semua fungsi kehidupan dalam mengembangkan segenap potensi warga kota secara maksimal. Tentu saja, mewujudkan sebuah kota yang benar-benar sehat memerlukan proses yang panjang dan berkesinambungan serta usaha yang sungguhsungguh. Bukan sebatas pada slogan-slogan yang manis didengar dan acara-acara seremonial yang dipenuhi retorika serta janji-janji muluk tanpa pernah terbukti. 

Konsep ecocity 

Salah satu konsep pengelolaan kota yang kini mulai banyak dilirik para pengelola kota dalam upaya mewujudkan kota yang benar-benar sehat adalah apa yang dikenal sebagai ecocity. Istilah ecocity pertama kali muncul tahun 1987. Adalah Richard Register yang memperkenalkan istilah ini dalam bukunya bertajuk Ecocity Berkeley: Building Cities for a Healthy Future. Register mengungkapkan bahwa ecocity secara sederhana merujuk kepada sebuah kota tempat warganya hidup berdampingan secara harmonis dengan lingkungan sekitarnya sehingga mampu meminimalisasi timbulnya berbagai dampak ekologis. 

Menurut Urban Ecology, sebuah lembaga nirlaba yang berbasis di San Fransisco, ecocity adalah sebuah kota yang memungkinkan warganya melakoni hidup dengan kualitas yang prima, dengan memanfaatkan secara minimal sumbersumber alam yang dimilikinya. Merujuk pada persyaratan yang ditetapkan oleh The International Ecocity Framework and Standards (IEFS), terdapat sedikitnya sepuluh aspek yang harus dipenuhi bagi terwujudnya sebuah ecocity.

Pertama, akses bagi pejalan kaki. Sebuah ecocity harus mampu menyediakan berbagai fasilitas dan layanan bagi warga kota yang dapat diakses secara mudah dari permukiman warga dengan cukup berjalan kaki. Kedua, jaminan air bersih, udara bersih, dan tanah yang bersih. Selain menjamin segenap warganya mendapat jatah air bersih, ecocity juga menjamin warganya mendapatkan udara dan tanah yang bersih. 

Ketiga, penggunaan energi yang bersih dan diperbaharui tidak terlalu mencemari dan membebani lingkungan, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang. Keempat, tersedianya bahan makanan yang sehat dan terjangkau bagi seluruh warga kota dengan proses penanaman/ pembuatan serta pendistribusian bahan makanan yang senantiasa memerhatikan aspek kesehatan lingkungan. 

Kelima, keanekaragaman hayati. Pengelola kota mampu menyokong keanekaragaman hayati ekosistem lokal, regional, maupun global, termasuk keanekaragaman spesies dan keanekaragaman genetik. Keenam, kebudayaan yang sehat. Pengelola kota harus mampu memfasilitasi berbagai aktivitas kebudayaan sehingga ikut memperkuat kesadaran lingkungan, meningkatkan pengetahuan dan daya kreativitas warga, serta proses pembelajaran sosial. 

Ketujuh, pembentukan dan pengembangan komunitas. Pengelola kota harus mendukung terbentuknya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan menyediakan berbagai peluang serta perangkat bagi terbentuknya berbagai komunitas, organisasi, maupun lembaga di masyarakat. Ke delapan, perekonomian yang sehat dan setara. Pengelola kota harus mampu menciptakan sistem aktivitas perekonomian yang bisa mengurangi dampak negatif lingkungan. 

Di sisi lain, kesehatan dan kesejahteraan warga, yang berlandaskan pada prinsip keadilan bagi semua warga, dapat terus ditingkatkan. Kesembilan, pendidikan seumur hidup. Semua warga kota memiliki akses yang sama bagi perolehan pendidikan seumur hidup, termasuk kesempatan memperoleh informasi mengenai sejarah, lingkungan dan budaya kota melalui pendidikan formal dan informal, pelatihan, serta institusi sosial. Kesepuluh, kualitas kehidupan. 

Pengelola kota harus mampu mewujudkan kepuasan segenap warga kota dengan berpedoman pada indikator kepuasan kualitas hidup yang meliputi aspek pekerjaan dan pendapatan, permukiman, lingkungan alam, kesehatan fisik serta kesehatan jiwa, pendidikan, keamanan, hobi dan rekreasi, serta pergaulan dan ikatan kemasyarakatan. 

Utopia Bandung 

Jika menilik kesepuluh persyaratan menyangkut ecocity di atas, sudah barang tentu Bandung kiwari masih jauh untuk bisa dikategorikan sebagai sebuah ecocity. Tetapi, ini bukan berarti bahwa gagasan ecocity adalah sebuah utopia yang tidak bakal pernah bisa terwujud di Kota Bandung yang dari hari ke hari makin dibelit berbagai persoalan. Harus jujur diakui, mengembangkan dan mewujudkan sebuah ecocity ideal merupakan pekerjaan yang tidak gampang karena memerlukan proses yang kompleks dan melibatkan banyak pihak, 

mulai dari level politisi, organisasi bisnis dan nonbisnis, pakar perencana kota, hingga pengelola kota serta warga kota sendiri. Namun, dengan kerja sama antarelemen dan kemauan yang kuat, terbukti sejumlah pengelola kota di beberapa negara kini telah berhasil menerapkan konsep ecocity secara baik dan menjadikan kota mereka sebagai kota yang sehat. Dengan kerja sama dan kemauan yang kuat pula, 

sesungguhnya pengelola Kota Bandung pun bakal mampu untuk menerapkan konsep yang sama, sehingga kota yang dulu beken dijuluki sebagai Parijs van Java ini – cepat atau lambat – mewujud sebagai sebuah kota yang benar-benar sehat dan membuat pikabetaheun bukan hanya bagi para warganya, tetapi juga bagi para tamu yang menyambanginya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar