|
KUNJUNGAN Perdana Menteri Tony Abbott ke Jakarta pada 30
September 2013 merupakan bukti nyata Indonesia tetap merupakan negara prioritas
dan strategis bagi Australia.
Walaupun pemerintahan telah berganti, negara pertama yang
dikunjungi perdana menteri baru itu adalah Indonesia. Kunjungan ini juga
mencerminkan urgensi hubungan bilateral dua negara demokratis ini berkaitan
kebijakan penangkalan Australia terhadap masalah penyelundupan manusia (boat people) yang mencari suaka secara
ilegal ke Negeri Kanguru.
Masalah ini menjadi makin sensitif karena pemerintahan baru
Australia PM Tony Abbott mengambil kebijakan sepihak, tanpa berkonsultasi dan
bekerja sama dengan kita. Sejak kampanye pemilu hingga menjadi perdana menteri,
Abbott telah menjanjikan program penangkalan penyelundupan manusia. Dia akan
memberikan bantuan keuangan sekitar 420 juta dolar Australia untuk mengatasi
penyelundupan manusia dari Indonesia.
Pemerintah Australia akan menggunakan uang itu untuk
membeli kapal-kapal nelayan, memberi insentif uang kepada masyarakat dan kepala
desa di Indonesia yang memberi informasi mengenai manusia perahu. Bahkan dia
akan menempatkan polisi Australia di wilayah Indonesia. Pemerintah melalui
Menlu Marty Natalegawa menolak kebijakan sepihak (unilateral) itu. Kebijakan
itu sangat berisiko melanggar kedaulatan kita.
Marty menegaskan sikap penolakan itu ketika bertemu dengan
Menlu Australia Julie Bishop di Markas Besar PBB di New York pada 23 September
2013 dalam rangka mempersiapkan kunjungan PM Australia ke Jakarta. Pernyataan
Marty itu merupakan sikap resmi pertama dari Indonesia yang disampaikan secara
langsung kepada pemerintah Australia sejak kebijakan itu didengungkan
pemerintah Negeri Kanguru itu.
Dalam hubungan internasional kontemporer, masalah
penyelundupan manusia atau manusia perahu merupakan salah satu dari ancaman
keamanan nontradisional. Ancaman ini bersifatlintas batas negara
(transnasional), berkait keamanan manusia. Penyelesaian persoalan ini
memerlukan kerja sama antarnegara, termasuk antarlembaga nonpemerintah, baik di
tingkat nasional maupun internasional.
Ancaman keamanan seperti itu berbeda dari yang keamanan
tradisional yang bersifat fisik, meliputi keamanan negara, dan hanya memerlukan
respons aktor negara melalui kekuatan militer. Karena itu, kebijakan mengenai
manusia perahu memerlukan kerja sama antara minimal dua negara, dalam hal ini
Australia dan Indonesia.
Hindari
Kesalahpahaman
Menghadapi masalah penyelundupan manusia, kebijakan
Australia mengenai penangkalan secara jelas mengabaikan karakteristik ancaman
keamanan nontradisional. Bahkan sikap arogan dan sepihak Australia itu
mengabaikan kebijakan multilateral yang telah ditempuh selama ini melalui Bali Process.
Karena itu, kebijakan Australia merupakan pengingkaran atas
komitmen multilateral pada Bali Process.
Bali Process dibentuk oleh organisasi internasional dan 50 negara pada 2002.
Tujuan utamanya mencari cara terbaik sesuai kedaulatan nasional tiap negara
untuk menanggulangi penyelundupan manusia. Pada awal April 2013, Bali Process menghasilkan gagasan
mengenai pembentukan pokja perdagangan manusia.
Pokja ini dapat memfasilitasi kerja sama dan pertukaran
informasi antara negara asal, negara transit, dan negara tujuan guna menangani
secara menyeluruh kejahatan internasional itu. Selain upaya multilateral
melalui Bali Process, kedua negara
secara bilateral sebenarnya telah membangun berbagai forum pertemuan. Tiap
tahun pemerintah kedua negara bertemu dalam forum Annual Leaders Meeting (ALM) yang diadakan secara bergantian di
masing-masing negara.
Awal Juli 2013 PM Kevin Rudd mengunjungi Jakarta dalam
rangka ALM. Kunjungan Rudd itu konon berhasil mendorong Indonesia mengeluarkan
kebijakan membatalkan visa-on-arrivalwarganegara Iran. Kedua negara juga
memiliki forum Indonesia-Australia Dialogue
(IAD). Berbeda dari ALM sebagai forum antarpemerintah, IAD merupakan forum yang
dibentuk oleh masyarakat sipil Australia dan Indonesia untuk menghilangkan
kesalahpahaman di antara kedua negara. Anggota IAD adalah editor senior media,
politikus senior dan anggota parlemen, kelompok pengusaha, serta ilmuwan baik
dari kampus maupun lembaga penelitian..
Bagi Indonesia, isu pencari suaka adalah masalah domestik
Australia. Indonesia tetap menolak keras pengungsi/pencari suaka itu
dikembalikan walaupun mereka melalui Indonesia sebagai negara transit.
Jika Australia menyalahkan, kita pun bisa meminta
pertanggungjawaban negara-negara yang membiarkan warganegaranya bertransit di
Indonesia menuju Australia. Situasi ini hanya membuat persoalan penyelundupan
manusia tidak segera memperoleh penyelesaian. Kunjungan Abbott ke Jakarta harus
dapat meredakan sensitivitas masalah penyelundupan manusia ini bagi kedaulatan
nasional Indonesia.
Australia perlu kembali menggunakan forum-forum bilateral
dan multilateral untuk menyelesaikan masalah ini ketimbang menjalankan
kebijakan sepihak. Hubungan baik bilateral Indonesia dan Australia terlalu
berharga untuk dirusak oleh masalah penyelundupan manusia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar