|
Tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam
operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi mengingatkan kita
kembali kepada isu suap yang menerpa MK tiga tahun silam (2010).
Mahfud MD, Ketua MK masa itu, membentuk tim independen yang
salah satu anggotanya adalah Bambang Widjojanto, yang saat ini adalah
komisioner KPK, untuk mencari dan mengumpulkan fakta terkait isu suap tersebut.
Dengan keterbatasan waktu, tim independen ini tidak menemukan bukti yang cukup
untuk memproses isu tersebut sebagai kasus hukum.
Saat ini, isu suap yang menerpa MK tidak lagi isapan jempol
belaka, menyusul ditangkapnya Akil Mochtar. Kendati pimpinan adalah
personifikasi suatu lembaga, tidaklah dapat digeneralisasi bahwa tindakan
pimpinan mencerminkan tindakan lembaga secara institusional.
Pembuktian
Dalam konteks hukum pidana, kejahatan suap (baca korupsi)
adalah tindak pidana yang sederhana tetapi sulit dibuktikan. Biasanya antara
pemberi suap sebagai causa proxima dan penerima suap selalu melakukan silent
operation untuk mewujudkan kejahatan tersebut. Bahkan sedapat mungkin
meniadakan bukti-bukti bahwa tindak pidana tersebut telah dilakukan.
Oleh karena itu, untuk memberantas praktik korupsi berupa
suap-menyuap haruslah dilakukan dengan silent operation pula.
Tidaklah dapat dimungkiri bahwa terungkapnya banyak kasus korupsi, seperti suap
impor daging sapi yang menyeret mantan Ketua Partai Keadilan Sejahtera Luthfi
Hasan Ishaaq dan suap SKK Migas yang melibatkan Rudi Rubiandini, tidak terlepas
dari operasi tangkap tangan.
Dalam konteks pembuktian, ada beberapa catatan terkait
operasi tangkap tangan. Pertama, ada perbedaan prinsip pembuktian dalam perkara
perdata dan perkara pidana. Dalam perkara perdata, para pihak yang melakukan
hubungan hukum keperdataan cenderung mengadakan bukti dengan maksud jika di
kemudian hari terjadi sengketa, para pihak akan mengajukan bukti-bukti untuk
memperkuat argumentasinya di pengadilan. Hal ini berbeda dengan perkara pidana,
di mana pelaku selalu berusaha meniadakan bukti atau menghapus jejak atas
kejahatan yang dilakukan. Operasi tangkap tangan lebih efektif untuk
membuktikan kejahatan-kejahatan yang sulit pembuktian, termasuk kejahatan
korupsi.
Kedua, dalam pembuktian perkara pidana ada postulat yang
berbunyi in criminalibus probantiones bedent esse luce clariores. Bahwa
dalam perkara-perkara pidana, bukti-bukti harus lebih terang daripada cahaya.
Artinya, untuk membuktikan seseorang sebagai pelaku tindak
pidana tidaklah hanya berdasarkan persangkaan, tetapi bukti- bukti yang ada
harus jelas, terang, dan akurat. Ini dalam rangka meyakinkan hakim untuk
menjatuhkan pidana tanpa keraguan sedikit pun. Operasi tangkap tangan adalah
cara paling ampuh untuk membuat bukti-bukti lebih jelas dan terang daripada
cahaya.
Ketiga, dalam konteks kejahatan korupsi, operasi tangkap
tangan sudah pasti didahului serangkaian tindakan penyadapan yang telah
dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Hasil penyadapan pada dasarnya merupakan
bukti permulaan terjadinya suatu tindak pidana jika antara bukti yang satu dan
bukti yang lain terdapat kesesuaian (corroborating
evidence).
Operasi tangkap tangan hanyalah untuk mengonkretkan
serangkaian tindakan penyadapan yang telah dilakukan sebelumnya sehingga bukti
permulaan yang telah diperoleh akan menjadi bukti permulaan yang cukup.
Artinya, perkara tersebut sudah siap diproses secara pidana karena memiliki
minimal dua alat bukti.
Keempat, dalam konteks kekuatan pembuktian, operasi tangkap
tangan dapat dikatakan memenuhi pembuktian sempurna (probatio plena). Artinya, bukti tersebut tidak lagi menimbulkan
keraguan-raguan mengenai keterlibatan pelaku dalam suatu kejahatan. Kendatipun
demikian, hakim dalam perkara pidana tidak terikat secara mutlak terhadap satu
pun alat bukti. Akan tetapi, operasi tangkap tangan paling tidak dapat
menghilangkan keraguan tersebut.
Kelima, ibarat permainan judi, seorang yang terjerat kasus
hukum dalam suatu operasi tangkap tangan sama halnya dengan seorang penjudi
yang memegang kartu mati dalam permainan. Artinya, penjudi yang memegang kartu
tersebut tidak akan mungkin memenangi pertandingan. Demikian pula halnya dengan
seseorang yang tertangkap tangan melakukan suatu tindak pidana sulit melakukan
pembelaan bahwa dia tidak terlibat dalam kasus tersebut.
Hanya
dua pilihan
Tanpa mengesampingkan asas praduga tak bersalah, dapat
dipastikan seorang yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan akan terbukti
bersalah melakukan kejahatan tersebut. Oleh karena itu, hanya ada dua hal yang
dapat dilakukan oleh orang yang tertangkap tangan dalam rangka meringankan
hukuman.
Pertama, mengakui kesalahannya dan tidak memperumit proses
hukum. Kedua, berkolaborasi dengan aparat penegak hukum untuk mengungkap kasus
tersebut jika kasus itu dilakukan secara terorganisasi dan melibatkan banyak pihak.
●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar