|
KINERJA
neraca perdagangan Agustus 2013 mengalami peningkatan dengan mencatat surplus
US$132 juta. Meskipun surplus tersebut sangat kecil, cukup melegakan karena
neraca perdagangan pada Juli 2013 mengalami defisit US$2,3 miliar, yang
merupakan defisit bulanan terbesar selama ini.
Namun demikian, pencapaian surplus
perdagangan Agustus 2013 tersebut harus diberi catatan khusus karena sangat
mengkhawatirkan, dan bahkan mengindikasikan adanya permasalahan baru dalam
perekonomian kita ke depan. Catatan pertama, surplus perdagangan pada Agustus
2013 tersebut diperoleh bukan karena peningkatan kinerja ekspor, melainkan
lebih disebabkan penurunan impor yang sangat besar, yaitu turun dari US$17,42
miliar pada Juli 2013 menjadi US$13,03 miliar pada Agustus 2013, atau turun
US$4,39 miliar (25,20%) jika dibandingkan dengan impor Juli 2013.
Adapun kinerja ekspor pada Agustus
2013 masih tetap mengalami penurunan yang juga cukup besar, yaitu dari US$15,09
miliar pada Juli 2013 menjadi US$13,16 miliar pada Agustus 2013, atau turun
US$1,93 U miliar (12,77%) jika dibandingkan d dengan ekspor bulan sebelumnya.
Dari data di atas dapat dilihat
sangat jelas bahwa peningkatan kinerja neraca perdagangan dari defisit US$2,3
miliar pada Juli 2013 menjadi surplus US$132 juta pada Agustus 2013 disebabkan
impor turun sangat tajam, impor turun US$4,39 miliar versus ekspor turun
US$1,93 miliar. Penurunan impor dan ekspor ini akan berdampak sangat negatif
pada pertumbuhan ekonomi.
Kontribusi penurunan
Catatan kedua, penurunan ekspor
sebesar US$1,93 miliar tersebut terbantu oleh peningkatan ekspor migas yang
naik sebesar US$491 juta pada Agustus 2013, yaitu dari US$2,28 miliar pada Juli
2013 menjadi US$2,77 miliar pada Agustus 2013. Adapun ekspor nonmigas pada
Agustus 2013 justru turun jauh lebih besar dari total ekspor, yaitu turun
US$2,42 miliar (turun 18,88%) jika dibandingkan dengan ekspor nonmigas pada
Juli 2013.
Kontribusi penurunan ekspor
nonmigas ini mencapai 125,47% dari total penurunan ekspor. Hal ini tentu saja
sangat mengkhawatirkan karena penurunan ekspor nonmigas mencerminkan penurunan
pertumbuhan industri yang dapat berakibat pada percepatan deindustrialisasi dan
pelambatan pertumbuhan ekonomi.
Catatan ketiga, penurunan impor
sebesar US$4,39 miliar tersebut di atas dipicu: (1) penurunan impor bahan baku/penolong
(yang pada hakikatnya untuk keperluan produksi industri manufaktur) sebesar
US$3,05 miliar, (2) penurunan impor barang modal (untuk keperluan investasi)
sebesar US$896 juta.
Kontribusi penurunan impor bahan
baku/penolong mencapai 69,38% dari total penurunan impor, sedangkan penurunan
barang modal mencapai 20,43%.
Penurunan impor kedua jenis barang
penggunaan ini (bahan baku/penolong dan barang modal) jelas akan mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi tertekan; produksi (dan konsumsi) akan turun, dan investasi
akan turun. Karena kedua faktor (konsumsi dan investasi) ini merupakan
penyumbang terbesar penyerapan pertumbuhan ekonomi kita, penurunan konsumsi dan
investasi akan berdampak sangat besar pada pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
penurunan produksi dapat menyebabkan suplai berkurang sehingga dapat berakibat
pada kenaikan harga, atau inflasi, apabila demand tetap tinggi. Bahaya laten
inflasi ini harus diwaspadai karena dapat menjadi titik awal krisis ekonomi.
Kesimpulan
Kombinasi dari penurunan ekspor
nonmigas dan penurunan impor bahan baku/ penolong (baca: penurunan produksi)
dan penurunan impor barang modal (baca: penurunan Investasi) akan mengakibatkan
perlambatan pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, peningkatan kinerja neraca
perdagangan Agustus 2013 yang mencatat surplus US$132 juta (dari defisit US$2,3
miliar pada bulan sebelumnya) mempunyai sifat destruktif terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Peningkatan kinerja neraca
perdagangan ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi akan melambat, dan bahkan
dapat menjadi titik awal krisis ekonomi, terutama apabila kebijakan tapering
(perlambatan) quantitative easing (QE)
(apabila jadi diterapkan The Fed
(Bank Sentral AS) dalam waktu dekat ini) berdampak pada pemerosotan nilai
rupiah.
Oleh karena itu, data ekonomi pada
periode-periode mendatang menjadi sangat penting untuk dicermati. Khususnya
pertemuan Bank Sentral AS pada 18 Oktober ini, dan pertumbuhan ekonomi triwulan
III yang akan dipublikasi BPS pada awal bulan depan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar