|
Kemampuan
mengeliminasi semua itu menjadi jalan berbaikan kualitas hidup. Tanpa
keberanian menjauhkan diri dari keserakahan, iri hati, dendam, merasa benar
sendiri ibadah kurban sia-sia belaka dan semakin jauh dari harapan menjadi
manusia suci. Hari ini, Selasa, 15 Oktober 2013, umat Islam merayakan Idul Adha
1434 H. Ritual keagamaan tahunan yang identik dengan penyembelihan hewan ternak
ini memiliki dimensi moral.
Pelaksanaan kurban dengan semangat pelayanan kemanusiaan pada sesama akan membelajarkan manusia pada dimensi moral. Dengan kata lain, upacara pengorbanan harus menjadi sarana dan jalan manusia memperbaiki cara hidup yang selama ini tidak baik. Itulah pertobatan.
Tanpa pertobatan, sebuah upacara keagamaan tidak ada artinya. Pengorbanan adalah upacara pembaruan hidup dengan meninggalkan cara lama yang buruk. Bangsa ini tengah mengalami bencana besar, yaitu krisis moral para penyelenggara negara dan masyarakat umum. Banyak penguasa dan masyarakat masih suka mengeruhkan kebeningan hati dan menodai akal sehat.
Pendek kata, keluhuran hidup semakin terhuyung-huyung, nyaris atau bahkan sudah jatuh ke dalam peradaban yang dangkal. Banyak langkah yang ditempuh manusia menjadi tidak bernalar karena bertindak tanpa didasari semangat melayani orang lain. Kini, manusia semakin eksklusif hanya mengarah pada diri sendiri. Sifat inklusif tambah jauh dari keputusan-keputusan tindakan.
Semua diukur demi keuntungan sendiri. Benarlah ungkapan Al-Ghazali, ketika bangsa atau umat dihinggapi penyakit berbahaya, seperti krisis moral, akan mengancam keutuhan. Krisis moral yang meracuni tubuh bangsa telah melingkupi semua bidang kehidupan seperti ekonomi, politik, hukum, dan sosial. Inilah bentuk krisis multidimensional yang mengancam keutuhan bangsa karena nyaris tak ada sisi-sisi kehidupan manusia Indonesia yang tak tersentuh.
Krisis telah menyentuh seluruh sendi kehidupan. Krisis moral yang menimpa ranah hukum pun tidak kalah dasyat. Berbagai upaya penjatuhan wibawa hukum terus saja terjadi. Penegak hukum malah menjarah keadilan. Rakyat kini menyaksikkan secara kasat mata hukum yang lembek menghadapi "mastodon- mastodon hukum." Krisis moral juga melanda masyarakat umum. Ini bisa dilihat begitu banyak kekerasan, perampokan, pemerkosaan, bahkan pembunuhan. Mereka membunuh manusia dan nilai-nilai kemanusiaan.
Masih banyak contoh menunjukkan krisis moral bangsa. Untuk itu, nilai-nilai moral dalam kurban harus dibumikan. Upacara kurban harus mampu melahirkan empati kepada sesama secara sehingga perilaku manusia semakin baik di bidang ekonomi, politik, hukum, dan sosial. Oleh karena itu, ibadah kurban mengajak manusia tidak hanya menyembelih hewan ternak, tetapi juga "menyembelih" sifat-sifat dan karakter buruk yang merusak tatanan ajaran agama, norma sosial, atau hukum.
Segala tindakan yang menghalalkan segala cara demi mencapai keinginan harus dieliminasi dari dalam diri. Sifat jahat dalam diri manusia harus "disembelih." Inilah salah satu dimensi penting Idul Adha, tapi sering dilupakan. Dengan penuh harapan, umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya, harus menjadikan ibadah kurban kali ini sebagai momentum introspeksi dan evaluasi total atas perilaku. Tentu tidak mudah "menyembelih" keserakahan, iri hati, dendam, merasa benar sendiri, mengambil yang bukan haknya. ●
Pelaksanaan kurban dengan semangat pelayanan kemanusiaan pada sesama akan membelajarkan manusia pada dimensi moral. Dengan kata lain, upacara pengorbanan harus menjadi sarana dan jalan manusia memperbaiki cara hidup yang selama ini tidak baik. Itulah pertobatan.
Tanpa pertobatan, sebuah upacara keagamaan tidak ada artinya. Pengorbanan adalah upacara pembaruan hidup dengan meninggalkan cara lama yang buruk. Bangsa ini tengah mengalami bencana besar, yaitu krisis moral para penyelenggara negara dan masyarakat umum. Banyak penguasa dan masyarakat masih suka mengeruhkan kebeningan hati dan menodai akal sehat.
Pendek kata, keluhuran hidup semakin terhuyung-huyung, nyaris atau bahkan sudah jatuh ke dalam peradaban yang dangkal. Banyak langkah yang ditempuh manusia menjadi tidak bernalar karena bertindak tanpa didasari semangat melayani orang lain. Kini, manusia semakin eksklusif hanya mengarah pada diri sendiri. Sifat inklusif tambah jauh dari keputusan-keputusan tindakan.
Semua diukur demi keuntungan sendiri. Benarlah ungkapan Al-Ghazali, ketika bangsa atau umat dihinggapi penyakit berbahaya, seperti krisis moral, akan mengancam keutuhan. Krisis moral yang meracuni tubuh bangsa telah melingkupi semua bidang kehidupan seperti ekonomi, politik, hukum, dan sosial. Inilah bentuk krisis multidimensional yang mengancam keutuhan bangsa karena nyaris tak ada sisi-sisi kehidupan manusia Indonesia yang tak tersentuh.
Krisis telah menyentuh seluruh sendi kehidupan. Krisis moral yang menimpa ranah hukum pun tidak kalah dasyat. Berbagai upaya penjatuhan wibawa hukum terus saja terjadi. Penegak hukum malah menjarah keadilan. Rakyat kini menyaksikkan secara kasat mata hukum yang lembek menghadapi "mastodon- mastodon hukum." Krisis moral juga melanda masyarakat umum. Ini bisa dilihat begitu banyak kekerasan, perampokan, pemerkosaan, bahkan pembunuhan. Mereka membunuh manusia dan nilai-nilai kemanusiaan.
Masih banyak contoh menunjukkan krisis moral bangsa. Untuk itu, nilai-nilai moral dalam kurban harus dibumikan. Upacara kurban harus mampu melahirkan empati kepada sesama secara sehingga perilaku manusia semakin baik di bidang ekonomi, politik, hukum, dan sosial. Oleh karena itu, ibadah kurban mengajak manusia tidak hanya menyembelih hewan ternak, tetapi juga "menyembelih" sifat-sifat dan karakter buruk yang merusak tatanan ajaran agama, norma sosial, atau hukum.
Segala tindakan yang menghalalkan segala cara demi mencapai keinginan harus dieliminasi dari dalam diri. Sifat jahat dalam diri manusia harus "disembelih." Inilah salah satu dimensi penting Idul Adha, tapi sering dilupakan. Dengan penuh harapan, umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya, harus menjadikan ibadah kurban kali ini sebagai momentum introspeksi dan evaluasi total atas perilaku. Tentu tidak mudah "menyembelih" keserakahan, iri hati, dendam, merasa benar sendiri, mengambil yang bukan haknya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar