Jumat, 13 September 2013

Miss World Rendahkan Harkat Perempuan

Miss World Rendahkan Harkat Perempuan
Siti Nuryati  ;   Alumnus Pascasarjana Fakultas Ekologi Manusia
SUARA KARYA, 13 September 2013


Seperti ramai diberitakan, Indonesia akan menyelenggarmenyelenggarakan pemilihan Miss World 2013 pada bulan September ini. Pantitia penyelenggara menyebut bahwa acara itu bukan sekadar ajang kontes kecantikan perempuan karena membawa konsep baru, beauty with purpose, selain 3B (beauty, brain and behaviour). Karena itu, menurut mereka, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, apalagi sesi penggunaan bikini juga telah dihapus pada acara tersebut. Selain itu, acara ini dinilai sebagai cara yang jitu untuk mempromosikan pariwisata Indonesia.

Meski demikian, tetap saja tidak bisa ditutupi bahwa penyelenggaraan Miss World dan kontes kecantikan sejenis tidak lebih dari kontes pencarian perempuan tercantik fisiknya untuk dieksploitasi demi mendongkrak pendapatan industri fashion, kosmetik dan rating media. Kriteria penilaian berupa konsep beauty with purpose, dam 3B hanya kedok bagi legalisasi eksploitasi tubuh perempuan. Terlebih lagi miss world adalah kontes tertua yang telah mengilhami lahirnya kontes-kontes kecantikan serupa lainnya.

Slogan brain, beauty, and behaviour sebetulnya adalah slogan pemanis untuk eksploitasi perempuan. Kalau memang brain yang dijadikan tolok ukur, seharusnya pelajar-pelajar puteri berprestasi dalam bidang olimpiade fisika atau matematika tingkat dunia lebih pantas menyandang gelar miss universe. Kalau memang brain yang dijadikan tolok ukur, untuk apa menyertakan sesi aksi ukur-ukur lebar dada dan lingkar betis segala. Mungkin itulah beauty yang mereka maksud. Belum lagi syarat peserta yang harus berusia muda, tinggi badan tertentu dan wajah menarik/cantik. Syarat intelektualitas, itu hanya tameng agar kontes kecantikan terlihat elegan dan bergengsi. Namun, ukuran yang dipakai dalam ajang ini tetap saja tubuh ramping, badan molek, dan kulit mulus.

Sementara, behaviour, bagaimana bisa perilaku (keramahan, sikap terhadap sesama teman kontestan lain, kelembutan) hanya dinilai selama dua minggu masa karantina saja. Bagi seseorang yang pintar acting, bukan hal sulit untuk menampilkan perilaku seanggun "putri salju". Bagaimana bisa, cara duduk, meletakkan kaki, tangan dan bahu dijadikan ukuran untuk menilai kepribadian seseorang. Padahal perilaku adalah sebuah pola sikap yang muncul dari kepribadian seseorang yang didapat dari sebuah kebiasaan yang ditanamkan secara terus menerus. Tidakkah ini naif?

Tidakkah kita sadar bahwa Kontes Miss Universe yang kali pertama berlangsung pada 1952 itu tujuannya memang mencari gadis cantik untuk dijadikan model swimsuit dan beberapa produk make up yang menjadi sponsornya? Tidakkah kita sadar bahwa kontes kecantikan adalah bagian dari industri kapitalisme, di mana tujuan utamanya adalah mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya bagi penyelenggara dan para sponsor berbagai produk, khususnya produk wanita seperti pakaian dan kosmetik?

Salah satu perusahaan yang tidak pernah absen menjadi sponsor adalah produsen swimsuit. Misalnya, Catalina yang menjadi sponsor miss universe pertama 1952 sampai 1991. Setelah itu sponsor dari produk swimsuit berganti-ganti diantaranya Oscar de la Renta, Endless Sun Apparel dan BSC. Juga terbukti, dalam kontes kecantikan sekelas miss universe memperlihatkan kemolekan tubuhnya dengan berpakaian minim adalah peraturan wajib.

Meski dalam perkembangan selanjutnya, miss universe kemudian didaulat dengan tugas-tugas "mulia" seperti menjadi duta wisata, pengemban misi sosial seperti pemberantasan HIV/Aids, narkoba, lingkungan hidup, pendidikan, anak cacat dan sebagainya, namun tetap saja para ratu kecantikan dunia itu diorbitkan dalam rangka memenuhi pundi-pundi para pemilik modal di belakangnya. Mereka didanai besar-besaran dan mendapat fasilitas mewah karena dianggap berjasa mendongkrak image sebuah produk/merek para sponsornya.

Bagaimana dengan jasa para ratu itu dalam mendatangkan wisatawan, mengharumkan nama bangsa, menekan penggunaan narkoba, meminimalkan HIV/Aids, meningkatkan pendidikan anak-anak dan seterusnya, belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa peran mereka sangat signifikan dalam hal tersebut.

Meminjam istilah Kuntowijoyo, bangsa ini telah menjadi bangsa klien yang mengabdi setia pada patron. Kontes miss universe adalah salah satu produk yang "dijual" oleh kaum patron itu. Anehnya, kita pun senantiasa setia untuk "membeli" produk itu. Menerima tawaran sebagai tuan rumah ajang yang "menjual" martabat bangsa seperti ini tidak saja merupakan pilihan yang tidak cerdas, tetapi juga akan melukai ke-beragama-an umat Islam di Indonesia sebagai penganut agama mayoritas.

Dengan demikian, alasan penolakan terhadap penyelenggaraan Miss World 2013 di Indonesia sangat masuk akal. Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dimana Islam memang melarang kontes kecantikan semacam ini. Kontes miss world jelas merupakan ajang eksploitasi tubuh perempuan sehingga acara itu sangat merendahkan harkat dan martabat perempuan.

Perempuan harus dijaga harkat dan martabatnya sebagaimana visi dan misi penciptaannya oleh Sang Khaliq. Yakni, sebagai perempuan yang mulia sehingga membawa kebaikan bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar