|
Seperti ramai diberitakan,
Indonesia akan menyelenggarmenyelenggarakan pemilihan Miss World 2013 pada
bulan September ini. Pantitia penyelenggara menyebut bahwa acara itu bukan
sekadar ajang kontes kecantikan perempuan karena membawa konsep baru, beauty with purpose, selain 3B (beauty, brain and behaviour). Karena
itu, menurut mereka, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, apalagi sesi
penggunaan bikini juga telah dihapus pada acara tersebut. Selain itu, acara ini
dinilai sebagai cara yang jitu untuk mempromosikan pariwisata Indonesia.
Meski demikian, tetap saja tidak
bisa ditutupi bahwa penyelenggaraan Miss
World dan kontes kecantikan sejenis tidak lebih dari kontes pencarian
perempuan tercantik fisiknya untuk dieksploitasi demi mendongkrak pendapatan
industri fashion, kosmetik dan rating
media. Kriteria penilaian berupa konsep beauty
with purpose, dam 3B hanya kedok bagi legalisasi eksploitasi tubuh
perempuan. Terlebih lagi miss world
adalah kontes tertua yang telah mengilhami lahirnya kontes-kontes kecantikan
serupa lainnya.
Slogan brain, beauty, and behaviour sebetulnya adalah slogan pemanis untuk
eksploitasi perempuan. Kalau memang brain
yang dijadikan tolok ukur, seharusnya pelajar-pelajar puteri berprestasi dalam
bidang olimpiade fisika atau matematika tingkat dunia lebih pantas menyandang
gelar miss universe. Kalau memang brain yang dijadikan tolok ukur, untuk
apa menyertakan sesi aksi ukur-ukur lebar dada dan lingkar betis segala.
Mungkin itulah beauty yang mereka
maksud. Belum lagi syarat peserta yang harus berusia muda, tinggi badan
tertentu dan wajah menarik/cantik. Syarat intelektualitas, itu hanya tameng
agar kontes kecantikan terlihat elegan dan bergengsi. Namun, ukuran yang
dipakai dalam ajang ini tetap saja tubuh ramping, badan molek, dan kulit mulus.
Sementara, behaviour, bagaimana bisa perilaku (keramahan, sikap terhadap
sesama teman kontestan lain, kelembutan) hanya dinilai selama dua minggu masa
karantina saja. Bagi seseorang yang pintar acting, bukan hal sulit untuk
menampilkan perilaku seanggun "putri salju". Bagaimana bisa, cara
duduk, meletakkan kaki, tangan dan bahu dijadikan ukuran untuk menilai
kepribadian seseorang. Padahal perilaku adalah sebuah pola sikap yang muncul
dari kepribadian seseorang yang didapat dari sebuah kebiasaan yang ditanamkan
secara terus menerus. Tidakkah ini naif?
Tidakkah kita
sadar bahwa Kontes Miss Universe yang
kali pertama berlangsung pada 1952 itu tujuannya memang mencari gadis cantik
untuk dijadikan model swimsuit dan
beberapa produk make up yang menjadi
sponsornya? Tidakkah kita sadar bahwa kontes kecantikan adalah bagian dari
industri kapitalisme, di mana tujuan utamanya adalah mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya bagi penyelenggara dan para sponsor berbagai produk,
khususnya produk wanita seperti pakaian dan kosmetik?
Salah satu perusahaan yang tidak
pernah absen menjadi sponsor adalah produsen swimsuit. Misalnya, Catalina yang menjadi sponsor miss universe pertama 1952 sampai 1991.
Setelah itu sponsor dari produk swimsuit
berganti-ganti diantaranya Oscar de la Renta, Endless Sun Apparel dan BSC. Juga
terbukti, dalam kontes kecantikan sekelas miss
universe memperlihatkan kemolekan tubuhnya dengan berpakaian minim adalah
peraturan wajib.
Meski dalam perkembangan
selanjutnya, miss universe kemudian
didaulat dengan tugas-tugas "mulia" seperti menjadi duta wisata,
pengemban misi sosial seperti pemberantasan HIV/Aids, narkoba, lingkungan
hidup, pendidikan, anak cacat dan sebagainya, namun tetap saja para ratu
kecantikan dunia itu diorbitkan dalam rangka memenuhi pundi-pundi para pemilik
modal di belakangnya. Mereka didanai besar-besaran dan mendapat fasilitas mewah
karena dianggap berjasa mendongkrak image sebuah produk/merek para sponsornya.
Bagaimana dengan jasa para ratu
itu dalam mendatangkan wisatawan, mengharumkan nama bangsa, menekan penggunaan
narkoba, meminimalkan HIV/Aids, meningkatkan pendidikan anak-anak dan
seterusnya, belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa peran mereka sangat
signifikan dalam hal tersebut.
Meminjam istilah Kuntowijoyo,
bangsa ini telah menjadi bangsa klien yang mengabdi setia pada patron. Kontes miss universe adalah salah satu produk
yang "dijual" oleh kaum patron itu. Anehnya, kita pun senantiasa
setia untuk "membeli" produk itu. Menerima tawaran sebagai tuan rumah
ajang yang "menjual" martabat bangsa seperti ini tidak saja merupakan
pilihan yang tidak cerdas, tetapi juga akan melukai ke-beragama-an umat Islam
di Indonesia sebagai penganut agama mayoritas.
Dengan demikian, alasan penolakan
terhadap penyelenggaraan Miss World
2013 di Indonesia sangat masuk akal. Indonesia adalah negara dengan penduduk
muslim terbesar di dunia dimana Islam memang melarang kontes kecantikan semacam
ini. Kontes miss world jelas
merupakan ajang eksploitasi tubuh perempuan sehingga acara itu sangat merendahkan
harkat dan martabat perempuan.
Perempuan harus dijaga harkat dan
martabatnya sebagaimana visi dan misi penciptaannya oleh Sang Khaliq. Yakni, sebagai perempuan yang mulia sehingga membawa
kebaikan bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar