Sembilan
Tambah Satu
Saldi Isra ; Guru Besar Hukum Tata Negara dan
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas
|
KOMPAS,
10 Januari 2013
Rapat pleno terbuka
penetapan partai politik peserta pemilu, Senin (7/1/2013) sampai Selasa dini
hari, menjadi drama babak pertama tahapan panjang menuju Pemilu 2014.
Berdasarkan hasil verifikasi faktual KPU, dari 34 calon, hanya 10 partai
politik yang dinyatakan lolos. Keputusan itu sekaligus menegaskan 24 partai
yang lain tak mampu memenuhi syarat sebagai peserta Pemilu 2014.
Melihat
keberatan sebagian parpol yang tidak lolos, penetapan itu menjadi semacam
drama awal menuju Pemilu 2014. Hampir dipastikan, parpol yang tidak lolos
akan memakai segala celah guna mempersoalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Nomor 5/Kpts/KPU/2013 tentang Partai Politik Peserta Pemilu 2014.
Bahkan, melihat kecenderungan selama ini, ujung drama penetapan calon peserta
pemilu akan panjang dan melelahkan.
Bagi
parpol yang dinyatakan tidak lolos, model dan pemenuhan syarat verifikasi
faktual yang dilakukan KPU akan menjadi celah guna dipersoalkan ke Badan
Pengawas Pemilu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan pilihan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara. Bukan tak mungkin mereka memilih jalur lain,
berjuang ke Mahkamah Konstitusi. Amat mungkin mereka terinspirasi dari sukses
memakai jalur penyelesaian yang bermuara di DKPP ketika sejumlah parpol gagal
melewati verifikasi administratif.
Secara
jujur harus diakui, sepanjang pelaksanaan pemilu setelah Reformasi,
verifikasi faktual untuk keseluruhan parpol calon peserta pemilu baru kali
ini dilaksanakan. Misalnya, pada Pemilu 2004, parpol peserta Pemilu 1999 yang
memperoleh 2 persen atau lebih jumlah kursi DPR atau paling kurang 3 persen
jumlah kursi di DPRD ditetapkan sebagai peserta pemilu tanpa verifikasi.
Sementara parpol yang bergabung dengan sesama yang tak memenuhi ambang batas
diverifikasi terbatas. Verifikasi lebih ketat hanya ditujukan kepada parpol
baru.
Dalam
Pemilu 2009, partai politik peserta Pemilu 2004 yang memperoleh minimal 3
persen kursi DPR atau paling kurang 4 persen kursi di DPRD secara otomatis
menjadi peserta pemilu. Namun, batasan itu menjadi kehilangan makna ketika
Pasal 316 Ayat (4) UU No 10/2008 memberikan kesempatan bagi semua partai yang
punya kursi di DPR menjadi peserta pemilu. Ketika itu, verifikasi hanya
ditujukan bagi 18 partai baru. Dengan demikian, dari 38 peserta pemilu, 20
parpol lolos menjadi peserta pemilu tanpa melalui verifikasi. Bahkan,
verifikasi terhadap 18 partai politik baru terkesan lebih longgar.
Sebagai
hasil dari sebuah proses verifikasi faktual yang dilaksanakan untuk pertama
kalinya, lolosnya 10 partai membuktikan pilihan KPU membagi verifikasi dalam
dua tahapan (verifikasi administratif dan faktual) menjadi pilihan yang masuk
akal. Sebagai tahapan sebelum verifikasi faktual, verifikasi administratif
dapat menjadi indikasi kemampuan sebuah partai untuk mengikuti pemilu. Kalau
syarat administratif saja tidak terpenuhi, hampir dapat dipastikan syarat
menjadi peserta pemilu juga tak akan terpenuhi.
Bahkan,
jangankan yang tak lolos, partai yang lolos verifikasi administratif saja
juga sulit memenuhi syarat jadi peserta pemilu. Kesulitan itu timbul karena
syarat menjadi peserta pemilu lebih berat dibandingkan syarat memperoleh
badan hukum sebagai parpol. Seperti diketahui, menuju Pemilu 2014, parpol
dipersyaratkan memiliki kepengurusan di seluruh provinsi, memiliki pengurus
minimal di 75 persen jumlah kabupaten/kota di provinsi bersangkutan, dan
punya kepengurusan minimal di 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota
bersangkutan. Syarat ini jauh lebih berat dibandingkan persyaratan menjadi
peserta Pemilu 2009.
Dengan
hanya 10 partai yang dinyatakan lolos verifikasi faktual, pilihan politik
hukum pembentuk UU guna mengurangi jumlah peserta pemilu telah tercapai.
Andai nanti ada penambahan karena adanya gugatan sejumlah partai yang
dinyatakan tidak lolos, jumlah yang akan lolos pasti tak akan banyak. Bahkan,
sekiranya ditanyakan kepada masyarakat, hampir dipastikan mayoritas menjawab
lebih memilih pelaksanaan pemilu dengan jumlah partai politik yang lebih
sederhana atau jumlah yang terbatas. Paling tidak, mayoritas masyarakat
menginginkan partai politik peserta pemilu jauh berkurang bila dibandingkan
Pemilu 2009.
Dalam
konteks ini, KPU patut diapresiasi khusus karena komitmennya dalam
membuktikan kesanggupan parpol memenuhi syarat sebagai peserta pemilu.
Padahal, dengan banyaknya partai yang tidak lolos, KPU pasti sudah menduga
dan menghitung kemungkinan gugatan hukum. Namun, membaca kritik atas jumlah
partai yang berjubel dalam beberapa pemilu terakhir, mayoritas masyarakat
akan mendukung komitmen KPU. Bagaimanapun, komitmen itu akan jadi modal dalam
menatap tahapan berikutnya.
Dengan
keberanian menegakkan keterpenuhan syarat berat sebagai peserta pemilu, dapat
dikatakan bahwa KPU lolos dari ujian pertama. Bagaimanapun, sekiranya ingin
memilih cara ”bermain aman” dengan cara mempermudah atau memperlonggar syarat
lolos, KPU tidak perlu menanggung risiko kemungkinan diobok-obok parpol yang
dinyatakan tidak lolos. Paling tidak, dengan komitmen besar menegakkan
keterpenuhan syarat itu, KPU mampu membuktikan diri sebagai penyelenggara
pemilu yang mandiri.
Dalam
hal ini, jika partai politik tetap hendak meneruskan langkah mereka untuk
mempersoalkan keputusan KPU, aturan hukum telah menyediakan ruang ke arah
itu. Namun, yang perlu dicatat, semua lembaga yang diberi wewenang untuk
menyelesaikan masalah ini harus bekerja dalam batas kewenangan masing-masing.
Bila semua koridor yang tersedia dipatuhi, langkah setiap institusi tak akan
menjadi ancaman dalam pelaksanaan tahap demi tahap penyelenggaraan pemilu.
Hal
yang paling penting ditanamkan, kepesertaan dalam pemilu bukan segala-galanya
untuk berpartisipasi dalam kehidupan demokrasi di negeri ini. Kini,
masyarakat menjadi hakim yang adil untuk memilih sembilan partai politik yang
saat ini ada di DPR, ditambah satu partai politik baru. Semoga formula
sembilan plus satu mampu memberi jawaban keriuhan pelaksanaan pemilu selama
ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar