Pendidikan
Mendatang
Ahmad Zainuddin ; Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PKS
|
REPUBLIKA,
02 Januari 2013
Pemerintah selama ini
dianggap lalai dan mengabaikan amanat undang-undang dalam rangka melaksanankan
tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk membentuk akhlak mulia dan budi
pekerti. Hal ini dapat dibuktikan dengan belum terintegrasinya pendidikan
akhlak dan budi pekerti dalam kurikulum. Akibatnya, pelanggaran etika, moral,
juga ketimpangan sosial di kalangan pelajar maupun masyarakat terus merebak.
Pemerintah harus
bertanggung jawab terhadap carut-marutnya pendidikan nasional kita saat ini.
Proses pembelajaran dan pembinaan di semua tingkat pendidikan formal maupun
nonformal mengabaikan pendidikan akhlak dan budi pekerti. Kita sudah mulai kehilangan
karakter dan jati diri bangsa. Pendidikan kita lebih mengutamakan pencapaian
nilai kognitif. Lihat saja dalam pelaksanaan ujian sekolah maupun ujian
nasional yang keduanya hanya melakukan penilaian kognitif saja dan ini
berbahaya. Adanya celah yang menodai tingkat keberhasilan UN tahun ini
terletak pada mekanisme penentuan kelulusan peserta didik.
Di sisi lain, pelaksanaan
UN 2012 masih diwarnai temuan di lapangan berupa upaya kecurangan sistematis
yang dilakukan oleh beberapa sekolah maupun oknum untuk mengakali hasil kelulusan.
Ini tentu sangat disayangkan.
Bagaimana kualitas pendidikan akan diperoleh jika hal ini masih terjadi? Persoalan mental akan terus menjadi celah bagi tindak kecurangan ke depannya,
apalagi ini berkaitan dengan pendidikan generasi penerus bangsa. Pemerintah harus meninjau ulang pelaksanaan UN pada tahun depan. Sistem UN
benar-benar harus diperbaiki dan juga pembinaan karakter menjadi pilar utama
dalam pendidikan kita karena kita tidak ingin persoalan mental ini menjadi
aib bagi sejarah pendidikan kita di masa yang akan datang.
Program pendidikan
karakter yang dicanangkan pun belum optimal pelaksanaannya dan belum ada
hasil signifikan terhadap pembinaan karakter peserta didik. Orientasi
kurikulum pendidikan kita masih mengedepankan hegemoni materialistik dan
belum menyentuh hakikat dan ruh pendidikan yang utuh.
Peran pendidikan dan
pembinaan orang tua di rumah dan juga di lingkungan masyarakat selama ini pun
dirasakan masih sangat kurang. Harus ada link
and match antara pemerintah dan masyarakat secara luas agar cita-cita
bangsa dalam UUD 1945 yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
pendidikan akhlak mulia dan budi pekerti dapat terwujud.
Implementasi dan arah
kurikulum pendidikan kita baru menghasilkan siswa yang pintar saja, tapi
belum mampu menghasilkan siswa yang berkarakter. Fenomena aksi tawuran
pelajar adalah bagian dari efek yang dimunculkan akibat kesalahan sistem
pendidikan di Tanah Air. Kurikulum pendidikan harus diperkuat dengan
penanaman karakter jujur, karena akan menjadi dasar bagi adanya sikap
antikecurangan dan manipulatif dalam diri setiap orang. Dalam kurikulum, seharusnya
terintegrasi antara pendidikan karakter dan pendidikan antikorupsi juga
pengetahuan umum yang terintegrasi dengan pendidikan agama.
Hal lain yang juga
penting bagi pendidikan ke depan adalah bidang kebudayaan yang harus
terintegrasi dalam kurikulum pendidikan nasional kita. Pasalnya, nilai-nilai
budaya yang dijadikan pilar pembangunan karakter bangsa tidak serta-merta
tertanam dalam diri seseorang kecuali melalui suatu proses yang panjang. Dan,
proses tersebut dapat diwujudkan melalui pembelajaran di bangku sekolah.
Internalisasi nilai
budaya dalam kehidupan berbangsa tidak dapat berjalan dengan optimal jika
tidak dikembangkan sejak dini melalui lembaga pendidikan kepada semua
masyarakat. Selama ini, pembinaan kebudayaan yang dilakukan oleh pemerintah
dianggap belum optimal. Itu disebabkan oleh pengelolaan dan pelestarian
budaya yang tidak merata pada lapisan masyarakat dan hanya terbatas pada
cagar budaya, museum, maupun bidang perfilman. Masyarakat kita yang cukup
besar jumlahnya di dunia harus bisa mencintai kebudayaannya sendiri agar
dapat menjadi ciri peradaban bangsa.
Pendidikan formal dan
nonformal yang nantinya bertugas sebagai tempat transformasi nilai budaya
kepada pewaris luhur anak bangsa, baik di masa kini maupun yang akan datang.
Kemendikbud harusnya dapat mengintegrasikan pelajaran agama dan seni budaya
dalam kurikulum pendidikan secara terpadu dan menyeluruh. Kita harus
menjunjung tinggi nilai agama sebagai pedoman hidup dan menghargai warisan
budaya leluhur sebagai lambang identitas bangsa.
Hal lain yang menjadi
kelemahan pemerintah adalah gagalnya program RSBI. Sejak digulirkan, RSBI
tidak mampu memberi sumbangsih nyata terhadap peningkatan kualitas mutu pendidikan
kita. UU Sisdiknas Pasal 5 ayat (1) menyatakan, "Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu." Artinya, negara menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, dan berdaya saing bagi setiap warga
negara. Akan tetapi, dengan program RSBI yang bertarif tinggi, justru tidak
menjadikan pemerataan kesempatan pendidikan karena akan mengecilkan peluang
bagi siswa kurang mampu untuk bersekolah di RSBI.
Jika pemerintah
mewajibkan kuota 10 persen dari siswa kurang mampu ditampung RSBI, sampai
saat ini pemerintah belum mampu menunjukkan akurasi dari kebenaran data yang
dimaksud. Jika data yang dimaksud itu pun benar, diskriminasi namanya. Di
mana tanggung jawab pemerintah untuk menyiapkan pendidikan bermutu bagi semua
warga negara? Harusnya, pendidikan bermutu dapat dirasakan oleh semua warga. Oleh
karena itu, persoalan pendidikan kita baru sebatas wacana untuk mengubah
paradigma dan belum pada tatanan implementasi. Segala yang berkaitan dengan
sistem pendidikan harus dicari dan dirumuskan akar atau subtansi kontennya
agar dapat terlaksana pada tahun mendatang. Semoga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar