Kamis, 03 Januari 2013

China Selalu Mulai dari Dasar


KOMPETISI GLOBAL
China Selalu Mulai dari Dasar
Abun Sanda ; Wartawan Kompas
KOMPAS,  02 Januari 2013



Pada tahun 1992 atau 13 tahun setelah China mulai mempraktikkan dua sistem dalam satu negara, kota Beijing, Shanghai, dan Guangzhou masih merupakan kampung raksasa. Infrastruktur buruk dan kemiskinan menyeruak secara dramatis. Jangankan di dunia, di Asia saja perekonomian China sungguh ketinggalan!

Beijing, ibu kota negara dengan penduduk 1,4 miliar jiwa ini, sangat memelas. Pada malam hari, kota gelap gulita karena tidak banyak kawasan ibu kota diterangi lampu penerangan. Gedung-gedung tinggi mematikan lampunya pada malam hari. Akibatnya jalan-jalan kota, terutama jalan-jalan besar, disungkup gulita.

Pada pagi hari, mulai pukul 06.00, jalan raya-jalan raya Beijing yang umumnya terdiri atas enam lajur sampai sepuluh lajur sesak oleh arus manusia bersepeda. Ratusan ribu bahkan jutaan manusia bersepeda melaju cepat mirip ombak yang menerjang-nerjang deras. Mereka memenuhi ratusan kilometer jalan-jalan di Beijing dan sekitarnya. Banyak juga mobil dan bus, tetapi jumlahnya tak sebanding dengan sepeda. Tak ayal, mobil ibarat tergulung ombak manusia bersepeda. Pemandangan dramatis ini terasa menggetarkan.

Kemiskinan rakyatnya terasa menyesakkan. Flat-flat umumnya tidak dilengkapi lift. Daya beli masyarakat rendah karena gaji mereka di bawah standar. Di desa-desa, keadaannya lebih memelas. Jalan-jalan antarprovinsi buruk. Perjalanan dengan bus, yang menempuh jarak 400 kilometer, acap ditempuh selama 26 jam. Bandara penuh sesak manusia yang ingin terbang ke pelbagai kota. Mereka mesti antre beberapa pekan untuk mendapatkan tiket pesawat karena sedemikian banyaknya warga yang ingin bepergian.

Akan tetapi, dengan determinasi yang amat tinggi, China terus maju ke depan. Pertumbuhan ekonomi dan investasi tinggi, dua instrumen yang akan memakmurkan China dan membuka lapangan pekerjaan, terus dipacu dengan kecepatan luar biasa. Bayangkan, pertumbuhan ekonomi berlari cepat: rata-rata di atas 13 persen per tahun. Negara mana yang mampu memacu pertumbuhan ekonominya sedemikian tinggi?

Lalu pada tahun 2012 atau ”hanya” 20 tahun sejak saat dramatis dan memelas itu, China sudah menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor dua di dunia. Cadangan devisanya saja 3,25 triliun dollar AS. Bahkan Amerika Serikat yang kini masih bertakhta sebagai negara dengan kekuatan ekonomi nomor satu di dunia, Jepang di urutan nomor tiga, Jerman di urutan nomor empat, dan Inggris di urutan nomor lima tidak mempunyai cadangan devisa sebanyak itu. Hal yang menarik, ekonomi Amerika Serikat selamat dari krisis ekonomi yang berat karena China turun tangan memberi dana talangan dan membeli saham perusahaan-perusahaan raksasa Amerika Serikat. Kini keadaannya terbalik, Amerika Serikatlah yang berutang pada China. Amerika Serikatlah yang memohon bantuan ”Negeri Tirai Bambu” itu. Yang hebat, keadaan berbalik hanya dalam tempo 20 tahun.

Apa yang membuat China mampu membalikkan keadaan ”dalam waktu sekejap”? Inilah pertanyaan yang banyak mengemuka saat ini. Mengapa negara yang terengah-engah akibat Revolusi Kebudayaan (1966-1976) serta miskin karena sangat menutup diri itu dapat seketika menjadi negeri raksasa ekonomi dan bahkan politik?

Menurut pengamatan Kompas, juga menurut pengakuan warga China, selama puluhan tahun tertutup dan tidak nyaman selama era Mao tidak membuat bakat bisnis yang hebat, pantang menyerah, dan etos kerja rakyat China lesap. Maka ketika Deng Xiaoping mencanangkan dua sistem dalam satu negara, China dapat mengubah diri.
Deng yang tenang selalu brilian tidak langsung menerapkan dua sistem dalam satu negara di seluruh negara. Ia menjadikan beberapa kota semacam laboratorium ekonomi, di antaranya Shenzhen di selatan China. Dalam diam, tanpa banyak hiruk pikuk, China menyerap investasi asing hingga triliunan dollar Amerika Serikat, angka yang sangat fantastis. Sebagai perbandingan, Indonesia berharap menyerap investasi asing sebesar 50 miliar dollar Amerika Serikat per tahun saja susahnya bukan main.

Pemimpin China meletupkan semua bakat rakyatnya untuk melonjakkan pertumbuhan ekonomi. China pun, terutama pada masa awal dua sistem dalam satu negara, mengajak para usahawan dunia keturunan Tionghoa untuk membangun usaha di daratan China. Yang paling mencolok menanam investasinya adalah usahawan Hongkong, Makau, Taiwan, dan dari pantai barat Amerika Serikat. Para industriawan Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang juga ramai-ramai membuka industri di sini. Inilah salah satu faktor pemicu amat tingginya pertumbuhan ekonomi China.

Akan tetapi, terlepas dari aspek-aspek tersebut, ada sejumlah faktor menentukan yang membuat ekonomi China berkembang luar biasa. Pertama, pembangunan infrastruktur sangat luas dan menyentuh pelosok-pelosok pedalaman China. Ini secara signifikan memacu ekonomi, membuka sekat-sekat daerah yang selama ini tertutup, dan membuat rakyat leluasa bergerak. Bayangkan, setiap tahun, jalan raya yang dibangun mencapai paling kurang 70.000 kilometer. Ini belum termasuk sarana lain, seperti bandara-bandara dengan luas minimal setara Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Lalu pelabuhan-pelabuhan samudra dibangun di banyak kota besar.

Salah satu hal yang mencolok adalah sarana jalan di kota-kota tier satu, di antaranya Beijing, Shanghai dan Guangzhou. Di Beijing, misalnya, meski sudah ada subway, jalan tol dan jalan lingkar tetap dibangun. Jalan lingkar di Beijing kini berjumlah lima buah, dan jalan lingkar keenam menunggu penyelesaian. Bandingkan dengan Jakarta yang menyelesaikan satu jalan lingkar saja terengah-engah.

Kedua, China membangun kawasan-kawasan industri dalam bentuknya yang raksasa. Industri pesawat terbang, kapal selam, kapal angkutan, senjata api, mobil rakyat kecil dan mobil luks, sepeda motor, hampir semua barang elektronik, serta pelbagai kebutuhan manusia lainnya dibangun dengan kapasitas serba besar.
Industri-industri China berkembang jauh dari dugaan awal. Mengapa? Sederhana, pasar dalam negeri China sendiri sudah amat luas. Bayangkan, misalnya, industri pena, sepatu, dan pakaian jadi. Berapa produksinya setiap tahun? Kalau setiap penduduk China menggunakan dua pena setiap tahun, satu (saja) pasang sepatu setiap tahun, dan dua lembar pakaian setiap tahun, lalu jumlah penduduk China mencapai 1,4 miliar jiwa, maka pabrik di China mesti memproduksi masing-masing 2,8 miliar pena, 1,4 miliar pasang sepatu, dan 2,8 miliar pakaian setiap tahun.

Bisa dibayangkan betapa sibuk industri dalam negeri memenuhi kebutuhan domestik, Padahal, China adalah eksportir pelbagai jenis pena, pakaian, sepatu, dan beragam produk lain. Konsumen tinggal pilih, produk asli (bukan tiruan) atau produk KW1 atau KW2. Konsumen tinggal memilih. Hal yang menarik diamati adalah siapa yang bisa melawan China yang memproduksi aneka jenis barang dagangan dengan cara massal begitu. Semakin besar kapasitas industri, efisiensi bisa diraih. Artinya adalah negara lain susah melawan harga yang disodorkan China.

Ada kisah menarik tentang hal ini. Suatu ketika ada produk korek api gas Jerman yang laris manis. Pengusaha China melihat ini sebagai peluang, lalu ia membuat juga korek api yang sama mutunya. Namun, kalau produk Jerman hanya menghasilkan warna api merah, produk pengusaha China bisa menghasilkan tiga warna api, yakni merah, kuning, dan biru. Hal ini masih ditambah harga jual separuh harga korek api buatan Jerman. Bisa diduga produk Jerman langsung kalah di pasar.

Contoh ini hanya beberapa kisah tentang superioritas ekonomi China yang sangat fantastis dalam waktu singkat. Dalam beberapa hal kita bisa menarik pelajaran, di antaranya karakter kerja keras, etos kerja, dan naluri bisnis. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar