Bencana Banjir
dan Rawan Pangan
Ali Khomsan ; Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat
FEMA IPB
|
MEDIA
INDONESIA, 15 Januari 2013
DALAM keratabasa Januari artinya `hujan sehari-hari'. Akibatnya
sudah bisa diramalkan, berbagai wilayah di Indonesia terendam banjir. Tidak
ketinggalan Jakarta ibu kota negara yang senantiasa bersolek dengan geliat
pembangunan ternyata tidak luput dari banjir, konon sejak zaman Belanda. Saat
ini belum terdengar prediksi penurunan produksi beras atau pangan lain akibat
banjir. Baik BPS maupun Kementan belum mengeluarkan data terkait dengan
kerusakan sawah yang kini mengancam petani kita.
Datangnya banjir menyebabkan turunnya kualitas kehidupan.
Tidak hanya masalah sanitasi yang memburuk, tetapi juga rusak atau hilangnya
harta benda, datangnya berbagai penyakit, serta ancaman kurang pangan bila
banjir datang berkepanjangan.
Diperlukan penataan manajemen terpadu untuk mengatasi
bencana banjir. Pemprov DKI mempunyai berbagai kiat, termasuk rencana membuat
deep tunnel yang bernilai triliunan rupiah. Berbagai titik banjir secara
bertahap akan dikurangi sehingga entah kapan Jakarta diharapkan bisa secara
signifikan mengurangi penderitaan masyarakatnya yang sudah menjadi langganan
banjir.
Wilayah-wilayah lain juga mengalami banjir karena curah
hujan yang tinggi di Januari dan mungkin juga akibat rusaknya lingkungan. Tantangan
bidang pertanian di negeri agraris ialah banjir saat musim hujan dan
kekeringan di musim kemarau. Keduanya dapat memerosotkan produksi pertanian.
Banjir bagi sebagian masyarakat telah dianggap rutin. Mereka
tidak punya pilihan untuk berpindah rumah. Namun, apabila banjir datang tiada
berkesudahan, barulah banjir benar-benar dianggap sebagai bencana. Saat
itulah, masyarakat kemudian bergotong-royong untuk saling membantu.
Bantuan makanan untuk korban banjir hendaknya jangan hanya
dalam bentuk makanan orang dewasa seperti beras, mi instan, gula, minyak
goreng, dan ikan asin. Perlu sejak awal dipikirkan bahwa di antara korban
juga ada dari kalangan anak balita dan bayi. Oleh sebab itu, bantuan makanan
yang tepat untuk usia balita juga jangan diabaikan.
Kita telah belajar dari bencana besar seperti tsunami di
Aceh. Diharapkan, penanganan musibah banjir dapat dilakukan secara lebih baik
dan profesional. Ketika bencana sudah terjadi, jangan lagi saling
menyalahkan, tetapi lebih penting ialah bagaimana menolong orang-orang yang
menjadi korban.
Memang disadari bahwa sebagian rakyat Indonesia hidup di
lingkungan rawan bencana, tetapi mungkin sebagian besar lainnya tinggal di
wilayah aman. Musibah banjir yang sekarang ditimpakan kepada sebagian
masyarakat Indonesia ialah bentuk ujian dalam kita mengarungi kehidupan.
Penataan ekologi untuk menangkal musibah banjir sangat perlu. Pertanian ramah
lingkungan harus lebih digalakkan. Rusaknya lingkungan berarti hancurnya
kehidupan di masa datang, dan generasi saat ini akan terus dikutuk apabila
kita tidak berusaha menerapkan cara hidup yang lebih bersahabat terhadap
lingkungan.
Banjir hanyalah merupakan salah satu sebab menurunnya
produksi pertanian. Penye bab lainnya ialah serang an hama. Sementara itu, demand produk pertanian kan selalu
meningkat karena peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi.
Ada dua
teori terkait dengan demand pangan. Pertama, untuk negara-negara
terbelakang, permintaan pangan dalam banyak hal hanya bergantung pada
pertumbuhan penduduk. Kedua, untuk negara-negara sedang berkembang (termasuk
Indonesia), permintaan pangan dipengaruhi dua faktor, yaitu pertambahan
penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi.
Persoalan lain memudarnya sektor pertanian terjadi karena
konversi lahan pertanian ke nonpertanian serta menurunnya kualitas dan
kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan. Ketersediaan air untuk menunjang
produksi pertanian semakin terbatas akibat kerusakan hutan dan keringnya
embung. Selain itu, persoalan air berlanjut karena persaingan dengan industri
dan permukiman serta ketidakpastian iklim. Banjir yang kini menggenangi
sebagian wilayah di Tanah Air tidak lepas dari persoalan lingkungan.
Masyarakat harus ikut bertanggung jawab untuk mencegah dan mengatasi banjir.
Pertanian rakyat membutuhkan pembangunan infrastruktur
untuk mendukung produksi dan distribusi pangan. Pembangunan sarana jalan membuat
tata niaga menjadi lancar. Kelambatan pembangunan infrastruktur akan
menyebabkan pemborosan dalam segala bidang. Ongkos angkutan menjadi lebih
mahal dan akhirnya berdampak pada harga produk pertanian yang semakin mahal.
Saat banjir datang, banyak infrastruktur yang rusak sehingga mengganggu
ketersediaan pangan.
Tol menuju Merak yang kebanjiran telah menghambat
distribusi pangan dan bahan lainnya menuju Sumatra. Antrean truk-truk yang
memanjang sampai 8 km merupakan indikasi bahwa gangguan infrastruktur akibat
bencana alam seperti banjir dapat mengacaukan distribusi pangan.
Persoalan pangan yang dihadapi bangsa ini setiap kali
muncul bencana banjir, kekeringan, dan serangan hama harus direspons secara
sistematis. Jangan lagi terjadi, di saat sorotan masyarakat terhadap masalah
ini mengendur, kita kembali melakukan kebijakankebijakan yang sifatnya rutin
alias tidak ada perbaikan yang signifikan sampai saatnya kita terkejut
kembali di saat terjadi bencana yang menyebabkan kelangkaan pangan.
Gangguan produksi pangan akibat bencana, termasuk banjir,
dapat meningkatkan kebutuhan impor pangan. Terjadilah pemborosan devisa.
Negara-negara yang banyak bergantung pada pangan impor akan membahayakan
ketahanan ekonomi dan keamanan nasional mereka sendiri.
Sebagai negara agraris, sering kali kita
termanjakan oleh kesuburan Pulau Jawa sehingga lupa untuk menjadikan
pulaupulau lain di luar Jawa sebagai lumbung pangan. Pengabaian pembangunan
pertanian di luar Jawa ini dapat berdampak serius manakala sawah-sawah di
Jawa terendam banjir dan produksi pangan terganggu. Kita juga harus menyadari
bahwa daya dukung Pulau Jawa sebagai lumbung pangan semakin menurun akibat
industrialisasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar