Rabu, 16 Januari 2013

Bencana Banjir dan Rawan Pangan


Bencana Banjir dan Rawan Pangan
Ali Khomsan ;  Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB
MEDIA INDONESIA, 15 Januari 2013
  

DALAM keratabasa Januari artinya `hujan sehari-hari'. Akibatnya sudah bisa diramalkan, berbagai wilayah di Indonesia terendam banjir. Tidak ketinggalan Jakarta ibu kota negara yang senantiasa bersolek dengan geliat pembangunan ternyata tidak luput dari banjir, konon sejak zaman Belanda. Saat ini belum terdengar prediksi penurunan produksi beras atau pangan lain akibat banjir. Baik BPS maupun Kementan belum mengeluarkan data terkait dengan kerusakan sawah yang kini mengancam petani kita.

Datangnya banjir menyebabkan turunnya kualitas kehidupan. Tidak hanya masalah sanitasi yang memburuk, tetapi juga rusak atau hilangnya harta benda, datangnya berbagai penyakit, serta ancaman kurang pangan bila banjir datang berkepanjangan.
Diperlukan penataan manajemen terpadu untuk mengatasi bencana banjir. Pemprov DKI mempunyai berbagai kiat, termasuk rencana membuat deep tunnel yang bernilai triliunan rupiah. Berbagai titik banjir secara bertahap akan dikurangi sehingga entah kapan Jakarta diharapkan bisa secara signifikan mengurangi penderitaan masyarakatnya yang sudah menjadi langganan banjir.

Wilayah-wilayah lain juga mengalami banjir karena curah hujan yang tinggi di Januari dan mungkin juga akibat rusaknya lingkungan. Tantangan bidang pertanian di negeri agraris ialah banjir saat musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Keduanya dapat memerosotkan produksi pertanian.

Banjir bagi sebagian masyarakat telah dianggap rutin. Mereka tidak punya pilihan untuk berpindah rumah. Namun, apabila banjir datang tiada berkesudahan, barulah banjir benar-benar dianggap sebagai bencana. Saat itulah, masyarakat kemudian bergotong-royong untuk saling membantu.

Bantuan makanan untuk korban banjir hendaknya jangan hanya dalam bentuk makanan orang dewasa seperti beras, mi instan, gula, minyak goreng, dan ikan asin. Perlu sejak awal dipikirkan bahwa di antara korban juga ada dari kalangan anak balita dan bayi. Oleh sebab itu, bantuan makanan yang tepat untuk usia balita juga jangan diabaikan.

Kita telah belajar dari bencana besar seperti tsunami di Aceh. Diharapkan, penanganan musibah banjir dapat dilakukan secara lebih baik dan profesional. Ketika bencana sudah terjadi, jangan lagi saling menyalahkan, tetapi lebih penting ialah bagaimana menolong orang-orang yang menjadi korban.

Memang disadari bahwa sebagian rakyat Indonesia hidup di lingkungan rawan bencana, tetapi mungkin sebagian besar lainnya tinggal di wilayah aman. Musibah banjir yang sekarang ditimpakan kepada sebagian masyarakat Indonesia ialah bentuk ujian dalam kita mengarungi kehidupan. Penataan ekologi untuk menangkal musibah banjir sangat perlu. Pertanian ramah lingkungan harus lebih digalakkan. Rusaknya lingkungan berarti hancurnya kehidupan di masa datang, dan generasi saat ini akan terus dikutuk apabila kita tidak berusaha menerapkan cara hidup yang lebih bersahabat terhadap lingkungan.

Banjir hanyalah merupakan salah satu sebab menurunnya produksi pertanian. Penye bab lainnya ialah serang an hama. Sementara itu, demand produk pertanian kan selalu meningkat karena peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. 

Ada dua teori terkait dengan demand pangan. Pertama, untuk negara-negara terbelakang, permintaan pangan dalam banyak hal hanya bergantung pada pertumbuhan penduduk. Kedua, untuk negara-negara sedang berkembang (termasuk Indonesia), permintaan pangan dipengaruhi dua faktor, yaitu pertambahan penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi.

Persoalan lain memudarnya sektor pertanian terjadi karena konversi lahan pertanian ke nonpertanian serta menurunnya kualitas dan kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan. Ketersediaan air untuk menunjang produksi pertanian semakin terbatas akibat kerusakan hutan dan keringnya embung. Selain itu, persoalan air berlanjut karena persaingan dengan industri dan permukiman serta ketidakpastian iklim. Banjir yang kini menggenangi sebagian wilayah di Tanah Air tidak lepas dari persoalan lingkungan. Masyarakat harus ikut bertanggung jawab untuk mencegah dan mengatasi banjir.

Pertanian rakyat membutuhkan pembangunan infrastruktur untuk mendukung produksi dan distribusi pangan. Pembangunan sarana jalan membuat tata niaga menjadi lancar. Kelambatan pembangunan infrastruktur akan menyebabkan pemborosan dalam segala bidang. Ongkos angkutan menjadi lebih mahal dan akhirnya berdampak pada harga produk pertanian yang semakin mahal. Saat banjir datang, banyak infrastruktur yang rusak sehingga mengganggu ketersediaan pangan.

Tol menuju Merak yang kebanjiran telah menghambat distribusi pangan dan bahan lainnya menuju Sumatra. Antrean truk-truk yang memanjang sampai 8 km merupakan indikasi bahwa gangguan infrastruktur akibat bencana alam seperti banjir dapat mengacaukan distribusi pangan.

Persoalan pangan yang dihadapi bangsa ini setiap kali muncul bencana banjir, kekeringan, dan serangan hama harus direspons secara sistematis. Jangan lagi terjadi, di saat sorotan masyarakat terhadap masalah ini mengendur, kita kembali melakukan kebijakankebijakan yang sifatnya rutin alias tidak ada perbaikan yang signifikan sampai saatnya kita terkejut kembali di saat terjadi bencana yang menyebabkan kelangkaan pangan.

Gangguan produksi pangan akibat bencana, termasuk banjir, dapat meningkatkan kebutuhan impor pangan. Terjadilah pemborosan devisa. Negara-negara yang banyak bergantung pada pangan impor akan membahayakan ketahanan ekonomi dan keamanan nasional mereka sendiri.

Sebagai negara agraris, sering kali kita termanjakan oleh kesuburan Pulau Jawa sehingga lupa untuk menjadikan pulaupulau lain di luar Jawa sebagai lumbung pangan. Pengabaian pembangunan pertanian di luar Jawa ini dapat berdampak serius manakala sawah-sawah di Jawa terendam banjir dan produksi pangan terganggu. Kita juga harus menyadari bahwa daya dukung Pulau Jawa sebagai lumbung pangan semakin menurun akibat industrialisasi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar