Asia Timur
Setelah Pemilu Jepang
Ikrar Nusa Bhakti ; Profesor
Riset Bidang Intermestic Affairs LIPI
|
KOMPAS,
05 Januari 2013
Kemenangan besar Partai Demokrat Liberal
pada pemilihan umum di Jepang, 16 Desember 2012, masih menimbulkan tiga tanda
tanya besar.
Pertama, apakah Shinzo Abe selaku Perdana
Menteri Jepang yang baru dapat mengembalikan kejayaan Partai Demokrat Liberal
(LDP) seperti yang terjadi selama 50 tahun lebih sampai 2009 dan menstabilkan
pemerintahan di Jepang? Kedua, apakah pemerintahan Jepang yang baru akan juga
dapat memperbaiki hubungan dengan tetangganya, China, yang semakin memburuk
sejak September 2012? Ketiga, apakah Jepang juga akan merelokasi industrinya
dari China ke negara ASEAN, seperti Vietnam, Kamboja, dan Indonesia?
Kurun 2006-2012 politik dan pemerintahan di
Jepang amat ti- dak stabil. Setiap tahun PM ganti. Shinzo Abe (2006-2007),
Yasuo Fukuda (2007-2008), Taro Aso (2008-2009), Yukio Hatoyama (2009-2010),
Naoto Kan (2010- 2011), dan Yoshihiko Noda (2011- 2012). Abe, Fukuda, dan Aso
berasal dari LDP. Yang lain dari Partai Demokrat Jepang (DPJ).
Pada 2007 Abe mengundurkan diri dari
jabatan PM karena dianggap tak cakap memimpin partai sehingga LDP kalah telak
pada pemilihan Majelis Tinggi Jepang meski alasan yang ia kemukakan dalam
surat pengunduran adalah kesehatannya. Kini ia akan menghadapi soal yang sama
dalam tujuh bulan ke depan saat diadakan pemilu Majelis Tinggi Jepang.
Jika LDP dapat memenangi mayoritas kursi di
Majelis Tinggi Jepang, posisi Abe akan aman. Namun, bila ternyata dalam tujuh
bulan ke depan rakyat Jepang menilai tak ada perubahan dalam ekonomi dan
politik di Jepang, bukan mustahil nasib Abe akan sama seperti pada 2007.
Kampanye dan pelaksanaan pemilu di Jepang
sangat menarik. Politisi Jepang, tidak seperti sebagian besar politisi di
Indonesia, berkeliling dengan kendaraan kecil berpengeras suara sambil berkampanye
di jalan raya. Kadang-kadang mereka berhenti di pinggir perempatan jalan, lalu
cuap- cuap dengan mikrofon di tangan. Ada juga yang menggunakan ruang kecil
berpidato di depan publik. Namun, tak sedikit yang mendatangi pasar atau
pusat pertokoan untuk bersalaman, menyapa, berbicara dengan pedagang atau
orang yang lalu-lalang.
Pemungutan suara dilakukan di
sekolah-sekolah dasar negeri hari Minggu dari pukul 07.00 sampai pukul 20.00.
Ini tentu amat mengurangi biaya pembangunan tempat pemungutan suara. Di
Indonesia, pembangunan TPS bisa memakan biaya ratusan miliar rupiah,
pemborosan yang tak perlu. Para pemilih juga dipanggil melalui surat. Tak
perlu kartu pemilih. Hemat.
Kemenangan Abe
Nama Shinzo Abe mencuat kembali sejak
September 2012 setelah berhasil mengalahkan mantan Menteri Pertahanan Shigeru
Ishiba untuk menjadi ketua oposisi di parlemen. Sejak itu namanya kian
berkibar karena rakyat Jepang yang kembali bergeser ke kanan merasa tak puas
dengan PM Yoshihiko Noda dan dua PM pendahulunya yang berasal dari Partai
Demokrat.
Di mata rakyat, tiga tahun sudah Partai
Demokrat diberi kesempatan mengubah wajah Jepang yang terlalu lama berada di
bawah LDP. Namun, PM Noda dan Partai Demokrat tak terlalu menjanjikan:
ekonomi Jepang tetap sekarat, nilai mata uang Jepang terlalu tinggi sehingga
menyulitkan para eksportir Jepang, dan Jepang dipandang terlalu lembek
terhadap China.
Pemilu Jepang 2012 jauh lebih menarik
daripada pemilu sebelumnya. Jika pada Pemilu 2009 hanya empat partai yang
bertarung, kini 12 partai yang memperebutkan 480 kursi parlemen. Demi menjaga
keadilan dan pemerataan antara partai besar dan kecil, Jepang menerapkan dua
sistem pemilu: sistem proporsional untuk memilih 300 anggota parlemen dan
sistem distrik untuk memilih 180 anggota parlemen lainnya.
Jika hanya menggunakan sistem distrik,
hanya dua partai besar yang akan menguasai parlemen. LDP yang berkoalisi
dengan Partai Komeito memenangi dua pertiga kursi dari 480 kursi di Majelis
Rendah Jepang pada Pemilu 2012. Sementara perolehan kursi Partai Demokrat
pimpinan PM Yoshihiko Noda turun tajam: dari 230 pada Pemilu 2009 menjadi 57
kursi pada Pemilu 2012.
Abe memenangi pemilu karena berjanji
menangani persoalan pembangkit listrik berbahan dasar nuklir yang jauh lebih
aman ketimbang yang ada sekarang. Bencana gempa bumi dan tsunami yang
mengharu biru rakyat Jepang bagian utara (karena terjadi kebocoran reaktor
nuklir di Fukushima yang menyebabkan lebih dari 130.000 orang di relokasi
dari daerah bencana nuklir itu) menjadi momok yang menakutkan bagi rakyat
Jepang. Di mata publik, PM Yoshihiko Noda dari Partai Demokrat tidak tangkas
menangani bencana itu.
Dalam kaitannya dengan China, PM Noda juga
dianggap terlalu lembek. Padahal, upaya Pemerintah Jepang membeli tiga dari
lima pulau di gugusan Kepulauan Senkaku (Diaoyu menurut China) pada 11
September 2012 dari keluarga pengusaha Jepang yang tak mau disebutkan namanya
seharga 20,05 miliar yen adalah untuk mencegah Gubernur Prefektur Tokyo (yang
amat kanan dan anti-China) membeli tiga pulau itu. Jika Prefektur Tokyo yang
membelinya, bukan mustahil ketegangan dengan China akan lebih keras lagi.
Di bawah PM Shinzo Abe, kita belum pasti
bagaimana politik luar negeri Jepang terhadap China. Di satu sisi PM Abe pada
2006 adalah PM Jepang yang memilih China sebagai kunjungan pertama ke luar
negerinya. Abe ketika menjadi ketua oposisi juga selalu menyatakan bahwa
hubungan Jepang dan China harus dijaga baik karena kedua raksasa ekonomi Asia
itu saling butuh. China butuh penyerapan tenaga kerja dari investasi Jepang
di negeri itu, sementara Jepang butuh China sebagai pasar ekspor.
Di sisi lain, terkait sengketa te- ritorial
atas Kepulauan Senkaku, Abe tegas mengatakan bahwa Jepang tak akan mundur
setapak pun untuk mempertahankannya. Bahkan, pemerintahan LDP mempelajari
kemungkinan pembangunan pangkalan militer dan penempatan birokrat di pulau-
pulau tak berpenghuni itu.
Indonesia di mata beberapa kalangan di
Jepang adalah harap- an masa depan bagi Jepang. Dari sisi politik luar
negeri, Pemerintah Indonesia sekarang dan hasil Pemilu 2014 diharapkan dapat
memainkan peran penting di dalam ASEAN. Sebagai negara terbesar dalam ASEAN,
Indonesia diharapkan dapat jadi pemimpin de facto ASEAN yang bisa memberi
arah ke mana ASEAN akan melangkah. Yang terjadi di Kamboja yang lalu, ketika
Joint Communique pertemuan ASEAN diubah karena Kamboja sebagai ketua ASEAN
meminta advis dulu ke China, menjatuhkan harga diri ASEAN.
Indonesia juga mulai lagi dilirik secara
ekonomi oleh Jepang. Jika saja hubungan Jepang-China tetap memburuk, bukan
mustahil Jepang akan merelokasi industrinya ke ASEAN, khususnya Indonesia.
Alasannya, Indonesia adalah pasar yang besar, upah buruh di Indonesia lebih
rendah daripada di Shanghai, politik di Indonesia semakin stabil dan
demokratis, pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat terus.
Mari kita lihat apakah Indonesia dapat
berperan positif dalam peredaan konflik Jepang-China atau dapat mengambil
keuntungan ekonomi dari berkepanjangannya konflik kedua negara raksasa
ekonomi Asia itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar