Selasa, 15 Januari 2013

Antara DI dan DP


Antara DI dan DP
Iman Sugema ;  Ekonom
REPUBLIKA, 14 Januari 2013



Ada apakah antara Dahlan Iskan (DI) dan Dewi Persik (DP)? Ini memang bukan gosip karena memang tidak terjadi apa-apa. Yang saya maksud dengan DP ada lah demam panggung. Yang paling mengherankan adalah mengapa orang sekelas DI yang lama malang melintang di dunia media massa sampai mengalami demam panggung yang begitu akut.

DI sangat gagap dalam mengelola panggung publik manakala mengalami tabrakan bersama Tucuxi. Bukan kecelakaannya yang menjadi masalah, melainkan cara DI dalam menorehkan prestasi yang membuat kita geleng-geleng kepala. Kita harus berpikir ulang mengenai harapan kita terhadap tokoh-tokoh baru, seperti Dahlan Iskan, Mahfud MD, atau Joko Widodo sekalipun.

Tokoh-tokoh yang disebutkan di atas sebetulnya menjadi harapan masyarakat sebagai pemimpin alternatif. Kerinduan itu begitu nyata karena kita selama ini mengalami kemajuan di berbagai bidang secara biasa-biasa saja. Kita sangat berharap akan munculnya pemimpin yang membawa kemajuan secara signifikan dengan cara-cara yang luar biasa.

Kita memang sepi dengan pemimpin yang luar biasa. Sebelumnya, kita pernah takjub dengan langkah-langkah yang sangat berani yang pernah dilakukan oleh mereka. DI berhasil meraih perhatian publik dengan melempar isu pemerasan BUMN oleh para politisi di Senayan. Kita berharap, DI dapat menindaklanjuti isu tersebut dengan berbagai langkah nyata untuk membersihkan BUMN dari praktik korupsi, kongkalikong, dan sejenisnya. Pemberantasan korupsi membutuhkan kepemimpinan yang konsisten, berani, dan mampu bertindak langsung. BUMN merupakan wahana yang pas untuk membuktikan apakah seorang menteri mampu memberantas korupsi secara nyata.

Bukan hanya itu. BUMN juga dapat menjadi penghela pertumbuhan ekonomi dan pendorong penciptaan lapangan kerja. Salah satu contohnya, kalau saja PLN mampu menekan ongkos pembangkitan listrik maka kita akan mampu menyediakan energi dengan harga murah. Energi adalah napasnya perekonomian. Tak ada satu aktivitas bisnis yang tak memerlukan energi listrik.

Ini bukanlah sebuah andai- andai. Mahalnya tarif listrik dapat mengakibatkan produk-produk kita kalah bersaing di pasar internasional. Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) juga akan menghambat laju investasi yang sekarang ini lagi baik-baiknya. Pada gilirannya, hal tersebut akan membatasi ruang gerak untuk penyediaan lapangan kerja dan pengupahan yang lebih baik. Kenaikan TDL memiliki dimensi yang sangat luas.

Kita sempat berharap bahwa DI sebagai menteri akan memiliki ruang manuver yang lebih tajam dalam melakukan efisiensi di tubuh PLN. Sebagai mantan dirut PLN, tadinya DI diharapkan mampu memahami inti permasalahan yang dihadapi PLN. Dulu, ketika jadi dirut, kita cukup maklum dengan keterbatasan posisinya yang tak memungkinkan untuk memberi solusi yang cepat dan cespleng. Kok, ketika sudah jadi menteri yang langsung membawahi PLN, penyakit di tubuh BUMN penyedia setrum tersebut tak kunjung teratasi.

Yang didapatkan oleh masyarakat justru adalah hal sebaliknya, yaitu kenaikan TDL. Sementara penyakit di sektor kelistrikan tidak kunjung teratasi, DI malah kerasukan dengan mobil listrik. Kita jadi bertanya-tanya tentang apa sih yang menjadi prioritas bagi dia? Sejauh mana sih perhatian dia terhadap masalah yang lang- sung menyangkut hajat hidup orang banyak?

Mobil listrik memang ada relevansinya dengan posisi DI sebagai menteri BUMN. Tetapi, menyediakan listrik yang murah dan terjamin ketersediaannya akan memiliki dampak yang lebih nyata bagi masyarakat. Boleh-boleh saja DI memiliki interest terhadap mobil listrik nan mahal dan mewah. Tetapi, tolong dong tugas utamanya jangan dilupakan.

Kita sebagai bangsa sangat rindu dengan pemimpin yang mampu berbuat nyata bagi masyarakat luas. Kerinduan itu sangat jelas dengan hasil jajak pendapat dari berbagai lembaga survei yang memosisikan beberapa tokoh alternatif sebagai kuda hitam dalam bursa capres 2014 nanti. Tokoh-tokoh yang saya sebut di atas termasuk yang cukup diperhitungkan.

Saya agak khawatir bahwasanya hasil survei tersebut dapat membuat para tokoh itu menjadi salah tingkah alias ge-er. Kalau sudah begitu maka yang kita dapatkan adalah perlombaan tingkat popularitas. Padahal, harapan kita adalah perbuatan yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat luas.

Bukannya DI mengurusi listrik murah untuk masyarakat luas, tapi malahan dia tersetrum oleh pesona mobil listrik nan mahal. Semoga apa yang menimpa DI dapat menjadi pelajaran bagi para pemimpin yang lainnya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar