Antara DI dan
DP
Iman Sugema ; Ekonom
|
REPUBLIKA,
14 Januari 2013
Ada apakah antara Dahlan Iskan
(DI) dan Dewi Persik (DP)? Ini memang bukan gosip karena memang tidak terjadi
apa-apa. Yang saya maksud dengan DP ada lah demam panggung. Yang paling
mengherankan adalah mengapa orang sekelas DI yang lama malang melintang di
dunia media massa sampai mengalami demam panggung yang begitu akut.
DI sangat gagap dalam mengelola panggung
publik manakala mengalami tabrakan bersama Tucuxi. Bukan kecelakaannya yang
menjadi masalah, melainkan cara DI dalam menorehkan prestasi yang membuat
kita geleng-geleng kepala. Kita harus berpikir ulang mengenai harapan kita terhadap
tokoh-tokoh baru, seperti Dahlan Iskan, Mahfud MD, atau Joko Widodo
sekalipun.
Tokoh-tokoh yang disebutkan di
atas sebetulnya menjadi harapan masyarakat sebagai pemimpin alternatif.
Kerinduan itu begitu nyata karena
kita selama ini mengalami kemajuan di berbagai bidang secara biasa-biasa
saja. Kita sangat berharap akan munculnya pemimpin yang membawa kemajuan
secara signifikan dengan cara-cara yang luar biasa.
Kita memang sepi dengan pemimpin yang luar biasa. Sebelumnya,
kita pernah takjub dengan langkah-langkah yang sangat berani yang pernah
dilakukan oleh mereka. DI berhasil meraih perhatian publik dengan melempar
isu pemerasan BUMN oleh para politisi di Senayan. Kita berharap, DI dapat
menindaklanjuti isu tersebut dengan berbagai langkah nyata untuk membersihkan
BUMN dari praktik korupsi, kongkalikong, dan sejenisnya. Pemberantasan
korupsi membutuhkan kepemimpinan yang konsisten, berani, dan mampu bertindak
langsung. BUMN merupakan wahana yang pas untuk membuktikan apakah seorang
menteri mampu memberantas korupsi secara nyata.
Bukan hanya itu. BUMN juga dapat menjadi penghela pertumbuhan
ekonomi dan pendorong penciptaan lapangan kerja. Salah satu contohnya, kalau
saja PLN mampu menekan ongkos pembangkitan listrik maka kita akan mampu
menyediakan energi dengan harga murah. Energi adalah napasnya perekonomian.
Tak ada satu aktivitas bisnis yang tak memerlukan energi listrik.
Ini bukanlah sebuah andai- andai. Mahalnya
tarif listrik dapat mengakibatkan produk-produk kita kalah bersaing di pasar
internasional. Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) juga akan menghambat laju
investasi yang sekarang ini lagi baik-baiknya. Pada gilirannya, hal tersebut
akan membatasi ruang gerak untuk penyediaan lapangan kerja dan pengupahan
yang lebih baik. Kenaikan TDL memiliki dimensi yang sangat luas.
Kita sempat berharap bahwa DI sebagai menteri akan memiliki
ruang manuver yang lebih tajam dalam melakukan efisiensi di tubuh PLN.
Sebagai mantan dirut PLN, tadinya DI diharapkan mampu memahami inti permasalahan
yang dihadapi PLN. Dulu, ketika jadi dirut, kita cukup maklum dengan keterbatasan
posisinya yang tak memungkinkan untuk memberi solusi yang cepat dan cespleng.
Kok, ketika sudah jadi menteri yang langsung membawahi PLN, penyakit di tubuh
BUMN penyedia setrum tersebut tak kunjung teratasi.
Yang didapatkan oleh masyarakat justru adalah hal
sebaliknya, yaitu kenaikan TDL. Sementara penyakit di sektor kelistrikan
tidak kunjung teratasi, DI malah kerasukan dengan mobil listrik. Kita jadi
bertanya-tanya tentang apa sih yang menjadi prioritas bagi dia? Sejauh mana
sih perhatian dia terhadap masalah yang lang- sung menyangkut hajat hidup
orang banyak?
Mobil listrik memang ada relevansinya dengan posisi DI
sebagai menteri BUMN. Tetapi, menyediakan listrik yang murah dan terjamin
ketersediaannya akan memiliki dampak yang lebih nyata bagi masyarakat. Boleh-boleh
saja DI memiliki interest terhadap mobil listrik nan mahal dan mewah. Tetapi,
tolong dong tugas utamanya jangan dilupakan.
Kita sebagai bangsa sangat rindu dengan pemimpin yang mampu
berbuat nyata bagi masyarakat luas. Kerinduan itu sangat jelas dengan hasil
jajak pendapat dari berbagai lembaga survei yang memosisikan beberapa tokoh
alternatif sebagai kuda hitam dalam bursa capres 2014 nanti. Tokoh-tokoh yang
saya sebut di atas termasuk yang cukup diperhitungkan.
Saya agak khawatir bahwasanya hasil survei tersebut dapat
membuat para tokoh itu menjadi salah tingkah alias ge-er. Kalau sudah begitu
maka yang kita dapatkan adalah perlombaan tingkat popularitas. Padahal,
harapan kita adalah perbuatan yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat
luas.
Bukannya DI mengurusi listrik murah untuk masyarakat luas,
tapi malahan dia tersetrum oleh pesona mobil listrik nan mahal. Semoga apa
yang menimpa DI dapat menjadi pelajaran bagi para pemimpin yang lainnya. Amin. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar