Sunan
Solo Rebut Jakarta
Christianto Wibisono ; Ceo Global Nexus
Institute
KORAN
TEMPO, 03 Agustus 2012
Pelajaran dari kemenangan Jokowi
atas Fauzi Bowo, yang secara finansial berlipat kali kekuatannya, menjadi bukti
kebenaran adagium Joyoboyo. Anda tidak perlu ikut politik main uang untuk
memenangkan akal sehat dan hati nurani pemilih Jakarta. Kemenangan Jokowi-Ahok
di luar dugaan semua lembaga survei dan mengejutkan inkumben yang terlalu pede
dengan slogan "menang satu putaran". Pemilihan Gubernur DKI periode
ini sangat strategis karena Jakarta merupakan pusat geopolitik Asia Tenggara,
bahkan global, dengan duduknya kita sebagai anggota G-20. Selat Malaka, Selat
Sunda, dan Selat Lombok adalah tiga selat strategis yang harus dikelola secara
arif bijaksana sebagai aset strategis Indonesia dan ASEAN.
Indonesia dan dunia umumnya
berulang kali berada di persimpangan jalan dan berayun di antara pendulum
etatisme versus pasar bebas yang dialami semua negara, sejak revolusi industri
dan tumbuhnya kekuatan korporasi, paralel dengan birokrasi yang sudah berumur
setua manusia. Di AS, dikenal dua mazhab, Jeffersonian dan Hamiltonian. Yang
satu menjagokan pasar bebas, yang lain mengandalkan intervensi negara. Sejak
revolusi industri di Inggris, memang negara yang menyusul di belakang Inggris
harus mengikuti mazhab Historisismus
Friedrich List yang proteksionis dan mengabaikan pasar bebas Adam Smith.
Indonesia di bawah Hindia Belanda
juga mengalami tarikan pendulum. Pada 1870, Undang-Undang Agraria diberlakukan
di Hindia Belanda. Perhatikan bahwa batas waktu hak milik atau eigendom
ditetapkan maksimal 75. Modal asing non-Belanda, seperti Inggris, AS, dan
lain-lain, diizinkan masuk berdasarkan asas resiprokal. Sebab, AS tidak akan
membiarkan maskapai Belanda seperti BPM menggali ladang minyak di AS kalau Standard Oil tidak boleh menikmati hasil
minyak Indonesia.
VOC adalah BUMN Belanda yang
bermandat meneken persetujuan dengan penguasa lokal Hindia Belanda. Setelah
hampir 200 tahun VOC bangkrut, dan Belanda memberlakukan persaingan bebas di
antara tiga besar bank Belanda dan lima besar trading house yang menguasai
ekspor-impor Indonesia hingga 1957 ketika SOBSI, organisasi buruh PKI,
mengambil alih seluruh perusahaan Belanda. Gubernur Jenderal Daendels membangun
jalan raya 1.000 km Anyer Panarukan yang sekarang masih menjadi satu-satunya
trans Jawa selama dua abad. Baru-baru ini Daoed Joesoef menulis kolom tentang
negara gagal. Kritiknya terhadap Kabinet Indonesia Bersatu II adalah bahwa
MP3EI adalah pembangunan sektoral ekonomi sempit. Suatu hal yang sejak dulu
dikumandangkan oleh doktor Sorbonne sebagai kutub lain dari Widjojonomics Mafia
Berkeley. Sayangnya, semasa menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
1978-1983, Daoed Joesoef tersandera oleh kemauan politik Presiden Soeharto yang
tidak kondusif terhadap pemikiran pluralisme dan politik alternatif.
Kemenangan Jokowi merupakan
terobosan kejenuhan masyarakat terhadap elite politik yang gagal
mengaktualisasi gagasan teknokratisnya. Fauzi Bowo adalah tipe teknokrat yang
hanya menitikberatkan pada tangible
development, yang bila diukur secara kuantitatif maupun kualitatif juga
mengecewakan rakyat Jakarta. Dalam leveraging
dan interaksi antara nation state
Indonesia dan corporate itu, terlihat
betapa gol pemerintah RI dalam mengambil kebijakan cenderung mengandalkan machstaat dan kurang menghormati rechstaat. Akibatnya, dalam pelbagai
kasus konflik yang digugat di ICSID atau Arbitrase Internasional, pemerintah RI
selalu kalah dan dihukum denda kompensasi kepada pihak swasta yang diambil alih
atau dicabut haknya dengan pola machstaat,
gregetan terhadap perusahaan itu. Jika Anda perusahaan asing, Anda akan berani
menggugat pemerintah RI di Mahkamah Internasional. Tapi, jika Anda pengusaha
lokal yang menghadapi konglomerat raksasa, atau dwifungsi pengusaha, nasibnya
akan sangat bergantung pada belas kasihan dan hati nurani sang pejabat. Tan
Tjin Koan dari Amco Asia menggugat
Ismail Saleh sejak Ketua BKPM hingga Jaksa Agung dan memenangi gugatan di
ICSID. RI dihukum membayar ganti rugi Karaha
Bodas US$ 345 juta.
Sekarang ini pemilik Churchill menggugat ke ICSID,
karena haknya ditumpang-tindihi oleh Bupati Irsan Noor yang barangkali juga
ketakutan dengan duet Prabowo-Anthony Salim yang memperoleh izin lahan
Churchill. Gugatan ini menyusul gugatan dua pemegang saham Century di OKI dan
ICSID di mana eksepsi Pemerintah RI ditolak dan ICSID tetap akan menyidangkan gugatan.
Konglomerat seperti Tomy Winata sekarang ini sedang terancam kehilangan
prakarsa investasinya jika Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengubah
Peraturan Presiden tentang JSS. Seandainya yang mempunyai prakarsa JSS itu
bukan Tomy Winata melainkan General
Dynamics atau Lockheed Corporation,
beranikah Agus Marto melakukan jurus "penyitaan ide masyarakat"
dengan akuisisi tanpa ganti rugi? Barangkali Menkeu harus belajar dari sejarah
Amco, Karaha Bodas, Century, dan Churchill untuk tidak menambah beban kabinet
menghadapi gugatan di mahkamah internasional yang selalu kalah, karena hukum
internasional bukan berdasarkan gregetan
atau machstaat melainkan rechstaat.
Kemenangan Jokowi atas Foke
kemarin adalah kemenangan kelompok yang muak terhadap dominasi, hegemoni, dan
arogansi kekuasaan yang mengandalkan kekuasaan tapi kemudian menelantarkan
masyarakat. Semangat "Sultan Jokowi" merebut Jakarta berdimensi moral
bahwa, di Indonesia, kekuatan penguasa merangkap pengusaha tidak bisa membeli
hati nurani. Sebab, Sultan Hamengku Buwono IX harus mengembalikan sebagian
perusahaan Belanda yang diambil-alih, untuk memulihkan kepercayaan
internasional kepada Indonesia di awal Orde Baru.
Pembangunan JSS harus dilihat
dari kepentingan strategis nasional, jangan sekadar perebutan lahan politis
partisan. Jika memang pemerintah merasa sanggup memakai APBN, silakan
melanjutkan ide "swasta" itu dengan kompensasi yang layak, tidak
dengan sekadar oposisi, apalagi hanya dengan mempersoalkan "siapa"
dan bukan proyek apa. Kalau JSS memang tidak perlu, ya, dicoret saja dengan
risiko Indonesia akan ketinggalan dan tidak masuk dalam jaringan Trans Asia Highways and Railways, yang
bisa membawa orang naik kereta api atau jalan darat dari Singapura ke Shanghai,
Moskow, hingga Paris. Tentu dengan pembangunan Jembatan Selat Malaka yang akan menyatukan Sumatera dengan
Kontinental Asia.
Daoed Joesoef benar ketika
menyatakan elite kita selalu terjebak pada sikap partisan dan tidak pernah
mengambil kebijakan yang strategis jangka panjang. Selalu emosional,
sentimental, gregetan, apriori
terhadap pihak lain. Terkadang, dalam melakukan leveraging juga kurang assertive
menghadapi IMF, misalnya. Kita tidak perlu takut dituduh neolib kalau cara menjual pinjaman ke IMF itu adalah dalam rangka leveraging Indonesia menuntut kenaikan
kuota dari 0,87 menjadi 1,20 atau seperempat kuota Cina yang 4.00 dan setengah
kuota India. Jika dulu VOC menguasai Hindia Belanda melalui De Heeren Seventien, di abad XXI ini
kita adalah anggota The Lord of Twenty
(G-20) yang menentukan ekonomi dunia.
Semangat Sultan Jokowi merebut
Jakarta harus menjiwai kita dalam menghadapi IMF, World Bank, ICSID, Arbitrase.
Tapi semuanya tidak bisa dengan otot gregetan
model preman, melainkan dengan kecerdasan kecermatan dan kecanggihan. Jika
tidak, pemerintahan nation state yang
bergaya gregetan hanya akan
dipermalukan di Mahkamah Internasional oleh para korban tingkah laku sewenang-wenang
oknum birokrat RI yang arogan, korup, dan tidak menghormati rechstaat. Selamat kepada Sultan Agung 2012, semoga tidak mengulangi kegagalan
Sultan Agung 1628 yang kalah menyerbu Jakarta di Matraman Raya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar