Setelah
Putin Menang
Chusnan Maghribi, ALUMNUS HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIP
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA (UMY), TINGGAL DI YOGYAKARTA
SUMBER : SUARA MERDEKA, 7
Maret 2012
AKHIRNYA Vladimir Putin
memenangi pilpres 4 Maret 2012. Putin yang didukung Partai Rusia Bersatu
(pemenang pemilu parlemen 4 Desember 2011) mengalahkan tiga rivalnya, Sergei
Mironov, Mikhail Dmitrievitch Prokhorov, dan Vladimir Zhirinovsky. Putin meraih
64 persen suara sehingga pilpres digelar cukup satu putaran, dan dia akan
dilantik menjadi Presiden Rusia (periode ketiga) untuk masa bakti enam tahun ke
depan pada Mei mendatang.
Kemenangan Putin langsung diprotes ribuan pendukung oposisi yang menuduhnya curang. Dalam orasinya di lapangan Moskow (5/3) Alexey Navalny (salah seorang pemuka demonstran) mengatakan kalau pemilu berlangsung fair dan transparan, Putin tak bakal menang.
Bagi Putin, aksi protes itu tentu tidak mengagetkan dan pasti sudah mengantisipasinya. Pasalnya, jauh hari sebelum hari H, pendukung oposisi sering turun ke jalan memrotes keabsahan pemilu legislatif tahun lalu dan majunya kembali Putin dalam pilpres 4 Maret 2012 itu.
Pria kelahiran Saint Petersburg 59 tahun silam itu tentu tidak risau dengan munculnya aksi-aksi demo yang memprotes kemenangannya dalam pilpres. Apalagi mantan anggota KGB era Uni Soviet itu sudah mendapat ucapan selamat dari sejumlah pemimpin Barat atas kemenangannya. Perdana Menteri Inggris David ’’James’’ Cameron dan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy mengucapkan selamat lewat telepon. Malah Menlu Prancis Alain Juppe selain mengucapkan selamat kepada Putin, juga (kepada wartawan) mengatakan, ’’pemilu Rusia memang bukanlah suatu contoh demokrasi yang sempurna, namun kemenangan Putin tidak diragukan.’’
Arti Politik
Ucapan selamat dari sejumlah pemimpin Barat itu tentu menjadi kemenangan politik tersendiri bagi Putin hingga membuat kemenangannya dalam pilpres 4 Maret lalu menjadi lebih berarti. Kemenangan Putin dalam pilpres ke-4 Rusia ini mempunyai arti penting dan strategis baik dalam konteks kepemimpinannya di Rusia maupun dunia ke depan.
Dalam konteks Rusia, kembalinya Putin di kursi presiden untuk 6 tahun ke depan tentu merupakan momen strategis baginya untuk membenahi segala kekurangan dan lebih memperbaiki lagi capaian-capaian selama Partai Rusia Bersatu memerintah.
Dalam sebuah kampanye di Moskow pertengahan Februari lalu Putin mengakui memang terdapat banyak lubang yang menjadi kekurangan pemerintahan Rusia Bersatu selama ini, dari merebaknya praktik korupsi di jajaran birokrasi hingga defisitnya jumlah penduduk Republik Federasi Rusia. Luas teritorial Negeri Beruang Merah itu mencapai 17 juta km2 namun jumlah penduduknya hanya 142,9 juta orang. Sejak Putin pertama menjabat presiden akhir 1999 jumlah penduduk Rusia mengalami penurunan 2,5 juta (SM, 15/02/12).
Sebelum pilpres, ia mengatakan bila kembali mendapat kesempatan memimpin Rusia, dia berjanji akan menutup semua lubang kekurangan tersebut. Terkait defisit jumlah penduduk, dia akan memberi insentif 140 poundsterling (Rp 1,9 juta) per bulan kepada tiap ibu yang mau mempunyai anak ketiga.
Mengenai capaian-capaian positif pemerintahan Rusia Bersatu, satu di antaranya adalah keberhasilannya memulihkan ekonomi Rusia. Saat Putin menggantikan Boris Yeltsin (yang wafat) akhir 1999 perekonomian Rusia dalam keadaan hancur. Utang luar negerinya 78 miliar dolar AS. Tetapi, 6 tahun kemudian utang tersebut dilunasi lebih cepat dari tenggat waktu yang ditetapkan International Monetary Fund) Sejak itu peran Rusia diperhitungkan kembali dalam percaturan politik dan ekonomi global.
Dengan kemampuan ekonominya sekarang, Rusia tentu mampu melanjutkan unjuk peran politik dan ekonomi di pentas dunia di kemudian hari. Apalagi Putin memang berniat serius melanjutkan peran politik dan ekonomi negerinya di kancah global demi terjaganya perimbangan kekuatan global (Kompas, 26/02/12). Maka, kemenangan Putin dalam pilpres Rusia 4 Maret lalu sungguh mempunyai arti sangat penting dan strategis dalam konteks global. ●
Kemenangan Putin langsung diprotes ribuan pendukung oposisi yang menuduhnya curang. Dalam orasinya di lapangan Moskow (5/3) Alexey Navalny (salah seorang pemuka demonstran) mengatakan kalau pemilu berlangsung fair dan transparan, Putin tak bakal menang.
Bagi Putin, aksi protes itu tentu tidak mengagetkan dan pasti sudah mengantisipasinya. Pasalnya, jauh hari sebelum hari H, pendukung oposisi sering turun ke jalan memrotes keabsahan pemilu legislatif tahun lalu dan majunya kembali Putin dalam pilpres 4 Maret 2012 itu.
Pria kelahiran Saint Petersburg 59 tahun silam itu tentu tidak risau dengan munculnya aksi-aksi demo yang memprotes kemenangannya dalam pilpres. Apalagi mantan anggota KGB era Uni Soviet itu sudah mendapat ucapan selamat dari sejumlah pemimpin Barat atas kemenangannya. Perdana Menteri Inggris David ’’James’’ Cameron dan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy mengucapkan selamat lewat telepon. Malah Menlu Prancis Alain Juppe selain mengucapkan selamat kepada Putin, juga (kepada wartawan) mengatakan, ’’pemilu Rusia memang bukanlah suatu contoh demokrasi yang sempurna, namun kemenangan Putin tidak diragukan.’’
Arti Politik
Ucapan selamat dari sejumlah pemimpin Barat itu tentu menjadi kemenangan politik tersendiri bagi Putin hingga membuat kemenangannya dalam pilpres 4 Maret lalu menjadi lebih berarti. Kemenangan Putin dalam pilpres ke-4 Rusia ini mempunyai arti penting dan strategis baik dalam konteks kepemimpinannya di Rusia maupun dunia ke depan.
Dalam konteks Rusia, kembalinya Putin di kursi presiden untuk 6 tahun ke depan tentu merupakan momen strategis baginya untuk membenahi segala kekurangan dan lebih memperbaiki lagi capaian-capaian selama Partai Rusia Bersatu memerintah.
Dalam sebuah kampanye di Moskow pertengahan Februari lalu Putin mengakui memang terdapat banyak lubang yang menjadi kekurangan pemerintahan Rusia Bersatu selama ini, dari merebaknya praktik korupsi di jajaran birokrasi hingga defisitnya jumlah penduduk Republik Federasi Rusia. Luas teritorial Negeri Beruang Merah itu mencapai 17 juta km2 namun jumlah penduduknya hanya 142,9 juta orang. Sejak Putin pertama menjabat presiden akhir 1999 jumlah penduduk Rusia mengalami penurunan 2,5 juta (SM, 15/02/12).
Sebelum pilpres, ia mengatakan bila kembali mendapat kesempatan memimpin Rusia, dia berjanji akan menutup semua lubang kekurangan tersebut. Terkait defisit jumlah penduduk, dia akan memberi insentif 140 poundsterling (Rp 1,9 juta) per bulan kepada tiap ibu yang mau mempunyai anak ketiga.
Mengenai capaian-capaian positif pemerintahan Rusia Bersatu, satu di antaranya adalah keberhasilannya memulihkan ekonomi Rusia. Saat Putin menggantikan Boris Yeltsin (yang wafat) akhir 1999 perekonomian Rusia dalam keadaan hancur. Utang luar negerinya 78 miliar dolar AS. Tetapi, 6 tahun kemudian utang tersebut dilunasi lebih cepat dari tenggat waktu yang ditetapkan International Monetary Fund) Sejak itu peran Rusia diperhitungkan kembali dalam percaturan politik dan ekonomi global.
Dengan kemampuan ekonominya sekarang, Rusia tentu mampu melanjutkan unjuk peran politik dan ekonomi di pentas dunia di kemudian hari. Apalagi Putin memang berniat serius melanjutkan peran politik dan ekonomi negerinya di kancah global demi terjaganya perimbangan kekuatan global (Kompas, 26/02/12). Maka, kemenangan Putin dalam pilpres Rusia 4 Maret lalu sungguh mempunyai arti sangat penting dan strategis dalam konteks global. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar