Nyepi,
Keseimbangan Duniawi Rohani
I Nengah Segara Seni, WARTAWAN SUARA MERDEKA
SUMBER : SUARA MERDEKA, 22 Maret 2012
"Setelah Nyepi kita semuanya ingin kembali ke rasa suci, bersih, dan
tentu dengan pendalaman spiritual yang kian mantap"
DATANGNYA Catur Brata
Penyepian tanggal 23 Maret 2012, memberi nuansa khusus bagi umat Hindu. Ada dua
sisi yang bisa direnungkan pada hari suci itu, yakni apa yang telah kita
perbuat dalam setahun, dan bagaimana kita menyiapkan diri menghadapi tahun
berikut untuk pencapaian keseimbangan skala dan niskala dalam meniti kehidupan
duniawi dan rohani? Lebih tepat, momentum ini sebagai wahana instrospeksi diri.
Nyepi yang merupakan pergantian tahun bagi umat Hindu (kali ini masuk Tahun
Saka 1934) pasti memberi ruang bagi umat untuk mencari jawaban terhadap
tantangan yang muncul secara lahiriah dan rohaniah.
Dalam pustaka suci Weda,
agama Hindu dalam menuntun umat memberi kerangka yang terdiri atas tatwa
(filsafat), susila (etika), dan upacara (ritual). Ini menjadi kesatuan yang
utuh dan harus dipahami, dihayati, dan dilaksanakan. Ini penting agar
kedamaian rohani dan kesejahteraan hidup tercapai. Karena itu, semua tatanan
hari raya mempunyai filsafat/ makna, etika, dan juga upacara sebagai perwujudan
filsafat tersebut.
Hari Raya Nyepi adalah salah
satu hari raya besar umat Hindu. Nilai-nilai budaya yang diakui di dalam
upacara yadnya, termasuk upacara yadnya pada Nyepi merupakan kekuatan spiritual
yang dapat membentuk jati diri umat; sebagai wahana pengendalian diri, dan penguat
integrasi umat manusia dalam arti yang sangat universal.
Pertanyaannya, apakah era
globalisasi ini juga masih memberi makna yang sangat dalam bagi umat? Kenyataan
di masyarakat, sering kita lihat, ’’kemenangan’’ dirayakan secara besar-besaran
dengan pakaian baru, makanan enak, dan penyambutan yang sangat wah. Bahkan
kadang, dalam perayaan yang gemerlap itu ada yang mempertanyakan, sejauh mana
kita mampu melakukan pendakian spirituil di balik sukses duniawi yang telah
kita raih?
Karena itulah, mestinya
dalam merayakan hari suci, selain menampilkan kemeriahan duniawi, juga ada
kemeriahan rohani.
Betul, kondisi dunia yang
serba mutakhir, serba modern, bahkan semua sudut dunia bisa kita nikmati tanpa
batas ruang dan waktu, bukan tidak mungkin membuat banyak umat yang terperosok
jauh, dan meninggalkan awig-awig,
tuntunan, dan tatanan. Karena itulah, pemaknaan Catur Brata Penyepian dalam
kehidupan sehari-hari seharusnya bukan hanya dilaksanakan melainkan juga
dirasakan dalam ruang spiritual. Kemeriahan dalam hari pangerupukan (ngerupuk)
dengan pawai ogoh-ogoh yang dilakukan sehari sebelum Nyepi, dan juga pada saat Ngembak (sehari setelah Nyepi) hendaknya
diadakan secara proporsional.
Tulus
Ikhlas
Nyepi di Bali biasanya
dirayakan secara hikmat dengan melaksanakan catur brata (empat pantangan).
Rangkaian hari raya ini terdiri atas melasti atau mekiis, tawur, sipeng
(Nyepi), dan ngembak geni. Melasti dilaksanakan dua hari menjelang tilem
kesange dan diadakan di pantai bagi daerah yang dekat laut, atau di pinggir
danau bagi daerah yang dekat danau, atau di sumber mata air yang disucikan bagi
daerah yang jauh dari danau atau laut.
Tujuannya adalah angamet sairining bhuana, angelebur malaning
bhumi (mengambil sari-sarinya bumi dan melebur atau membersihkan kotoran
dunia). Intinya saat semua prelingga
pretime (badan perwujudan dari Tuhan) dibawa ke laut, ke danau, ke mata air
suci, diupacarai, kemudian kembali diistanakan ke Bale Agung, siap untuk dipuja
umatnya pada tilem kesange. Kemudian Tawur, merupakan upacara yang dilaksanakan
di perempatan jalan di pusat pemerintahan (provinsi, kabupaten, kecamatan,
desa).
Umumnya di kota-kota,
upacara ini dilaksanakan pada pukul 12.00. Namun di desa-desa diadakan pukul
17.00 atau 18.00. Makna pelaksanaan ini adalah menetralisasi keanaan bhuana
agung (jagad raya) dan bhuana alit (tubuh manusia). Mengapa? Setahun penuh
(sejak Hari Raya Nyepi lampau) manusia terlalu banyak mengambil sisi dunia,
berupa air, bahan makanan, bahan pakaian dan lain sebagainya, sehingga terjadi
ketidakseimbangan. Lebih-lebih yang dilakukan atas keserakahan sehingga terjadi
pepincangan antara bhuana agung dan bhuana alit. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar