Menggugat
Larangan Merokok
Soetedjo, DOKTER TINGGAL DI SEMARANG
SUMBER : SUARA MERDEKA, 19 Maret 2012
ADA pihak tertentu yang merasa sayang,
eman-eman melihat rokok mendapatkan stigma negatif, mungkin karena jasa
finansialnya yang dianggap sangat fantastis, tanpa memikirkan unduhan penyakit
pada masa tuanya. Terbitnya larangan merokok dengan beragam derivatnya, sampai
hilangnya kalimat pada pasal undang-undang antirokok menggambarkan serunya pro
dan kontra permasalahan komoditas tersebut.
Dewasa ini, bila diamati dengan pikiran jernih ada dua kelompok perokok. Pertama; perokok biasa, dan kedua; (ini masih akan datang) perokok divine cigarette. Pengenaan larangan tentunya untuk jenis pertama. Mengapa dilarang tentunya tidak perlu dibahas di sini. Yang perlu dibahas adalah mengapa orang yang merokok fisiknya masih sehat-sehat saja, terutama perokok usia muda.
Merokok saat masih muda tidak akan terlalu memberi dampak pada gangguan kesehatan, walaupun cukup lama terpapar racun rokok atau radikal bebas. Hal itu karena sel tubuh anak yang bertumbuh masih jauh lebih banyak ketimbang mereka yang berdegenerasi.
Unduh-unduhan efek merokok muncul setelah puluhan tahun seseorang menjadi perokok, sekitar usia 50-an tahun barulah gangguan kesehatan itu muncul, tentu seiring menurunnya pertumbuhan sel tubuh, sebanding proses degenerasinya.
Pada usia pertengahan, rokok dengan efek radikal bebasnya akan mempercepat proses kematian sel dan mengundang berbagai penyakit.
Dilarangnya perokok bagi kelompok pertama, di hati seorang ilmuwan dari Malang Jatim, Sutiman BS menimbulkan pertanyaan. ’’Apakah benar larangan merokok sudah final’’. Hipotesis Sutiman mengakui radikal bebas memang berbahaya tetapi komponen racun yang terkandung bisa diminimalisasi. Teknologi tepat guna (antara lain pemberian filter ukuran diameter 7 mm dan panjang 2 cm pada rokok keretek) dikombinasikannya dengan nanotechnology, telah menemukan divine rokok.
Penelitian Awal
Konon, prinsipnya sederhana. Temuan divine keretek pada dasarnya adalah pemasangan filter pada bagian rokok yang diisap dengan tambahan bahan penjinak radikal bebas dengan senyawa yang mengandung antara lain phenylalanine dan saat ini sedang dipatenkan.
Penelitian divine cigarette merupakan penelitian awal, masih dilanjutkan, dan belum diproduksi massal. Malahan Saraswati, peneliti yang lain, mengungkapkan produksi rokok divine cigarette tidak dijual secara bebas, bukan seperti rokok filter biasa. Sedang pula diuji coba untuk penyakit kanker lewat cara balur atau lulur, dan sampelnya pun belum banyak.
Menanggapi artikel berjudul ’’Meluruhkan Stigma Negatif Rokok’’ (SM, 28/02/12), pembaca budiman perlu berhati-hati memaknainya. Pada alinea pertama, penulis menyejajarkan batik, keris, Pancasila, dengan rokok keretek (bukan divine) yang masih kontroversial manfaatnya. Pada alinea keempat, disebutkan,’’ Artinya kini perokok tidak perlu lagi takut stigma negatif yang menyudutkan rokok sebagai penyebab berbagai penyakit’’.
Apalagi ditambah pernyataan pada alinea terakhir,’’ Sudah dibuktikan divine keretek dapat menyembuhkan penyakit kanker, kardiovaskuler, autis, stroke, paru-paru, dan menjaga kesehatan tubuh’’. Jurnal atau majalah kedokteran mana bukti ini didapat. Padahal divine rokok, senyatanya masih tahap penelitian awal, dan masih perlu penelitian panjang, baik nasional maupun internasional, serta bahan yang mempunyai partikel nano masih dalam proses dipatenkan, belum diproduksi massal, tidak dijual secara bebas, dan sebagainya.
Kiranya penulis artikel ’’Meluruhkan Stigma Negatif Rokok’’ perlu kembali mempertimbangkan konteks yang tepat untuk membuat pernyataan seperti itu. Seyogianya, jangan terlalu prematur menyampaikan statemen kepada masyarakat, tunggulah sampai ada dasar yang cukup kuat. Dengan demikian dapat disimpulkan sampai saat ini: larangan kesehatan tentang merokok masih kuat dan tegar, sampai saatnya nanti kita dapat menerima perubahan berdasarkan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran terkini, yang benar-benar valid. ●
Dewasa ini, bila diamati dengan pikiran jernih ada dua kelompok perokok. Pertama; perokok biasa, dan kedua; (ini masih akan datang) perokok divine cigarette. Pengenaan larangan tentunya untuk jenis pertama. Mengapa dilarang tentunya tidak perlu dibahas di sini. Yang perlu dibahas adalah mengapa orang yang merokok fisiknya masih sehat-sehat saja, terutama perokok usia muda.
Merokok saat masih muda tidak akan terlalu memberi dampak pada gangguan kesehatan, walaupun cukup lama terpapar racun rokok atau radikal bebas. Hal itu karena sel tubuh anak yang bertumbuh masih jauh lebih banyak ketimbang mereka yang berdegenerasi.
Unduh-unduhan efek merokok muncul setelah puluhan tahun seseorang menjadi perokok, sekitar usia 50-an tahun barulah gangguan kesehatan itu muncul, tentu seiring menurunnya pertumbuhan sel tubuh, sebanding proses degenerasinya.
Pada usia pertengahan, rokok dengan efek radikal bebasnya akan mempercepat proses kematian sel dan mengundang berbagai penyakit.
Dilarangnya perokok bagi kelompok pertama, di hati seorang ilmuwan dari Malang Jatim, Sutiman BS menimbulkan pertanyaan. ’’Apakah benar larangan merokok sudah final’’. Hipotesis Sutiman mengakui radikal bebas memang berbahaya tetapi komponen racun yang terkandung bisa diminimalisasi. Teknologi tepat guna (antara lain pemberian filter ukuran diameter 7 mm dan panjang 2 cm pada rokok keretek) dikombinasikannya dengan nanotechnology, telah menemukan divine rokok.
Penelitian Awal
Konon, prinsipnya sederhana. Temuan divine keretek pada dasarnya adalah pemasangan filter pada bagian rokok yang diisap dengan tambahan bahan penjinak radikal bebas dengan senyawa yang mengandung antara lain phenylalanine dan saat ini sedang dipatenkan.
Penelitian divine cigarette merupakan penelitian awal, masih dilanjutkan, dan belum diproduksi massal. Malahan Saraswati, peneliti yang lain, mengungkapkan produksi rokok divine cigarette tidak dijual secara bebas, bukan seperti rokok filter biasa. Sedang pula diuji coba untuk penyakit kanker lewat cara balur atau lulur, dan sampelnya pun belum banyak.
Menanggapi artikel berjudul ’’Meluruhkan Stigma Negatif Rokok’’ (SM, 28/02/12), pembaca budiman perlu berhati-hati memaknainya. Pada alinea pertama, penulis menyejajarkan batik, keris, Pancasila, dengan rokok keretek (bukan divine) yang masih kontroversial manfaatnya. Pada alinea keempat, disebutkan,’’ Artinya kini perokok tidak perlu lagi takut stigma negatif yang menyudutkan rokok sebagai penyebab berbagai penyakit’’.
Apalagi ditambah pernyataan pada alinea terakhir,’’ Sudah dibuktikan divine keretek dapat menyembuhkan penyakit kanker, kardiovaskuler, autis, stroke, paru-paru, dan menjaga kesehatan tubuh’’. Jurnal atau majalah kedokteran mana bukti ini didapat. Padahal divine rokok, senyatanya masih tahap penelitian awal, dan masih perlu penelitian panjang, baik nasional maupun internasional, serta bahan yang mempunyai partikel nano masih dalam proses dipatenkan, belum diproduksi massal, tidak dijual secara bebas, dan sebagainya.
Kiranya penulis artikel ’’Meluruhkan Stigma Negatif Rokok’’ perlu kembali mempertimbangkan konteks yang tepat untuk membuat pernyataan seperti itu. Seyogianya, jangan terlalu prematur menyampaikan statemen kepada masyarakat, tunggulah sampai ada dasar yang cukup kuat. Dengan demikian dapat disimpulkan sampai saat ini: larangan kesehatan tentang merokok masih kuat dan tegar, sampai saatnya nanti kita dapat menerima perubahan berdasarkan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran terkini, yang benar-benar valid. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar