Mendukung
Pemiskinan Koruptor
Mu’amar Wicaksono, MAHASISWA UNIVERSITAS PADJADJARAN,
FAKULTAS HUKUM, BANDUNG
SUMBER : SUARA KARYA, 15 Maret 2012
Permasalahan korupsi di Indonesia merupakan masalah yang tidak ada
habisnya. Yang paling hangat ialah kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh
Dhana Widyatmika beserta istrinya, Dian Anggraeni.
Mereka diduga memiliki rekening tidak wajar jika dibandingkan
dengan profil keduanya sebagai pegawai pajak. Padahal, masih teringat jelas
dalam ingatan kasus korupsi Gayus Tambunan yang juga seorang pegawai pajak. Ia
diduga terlibat kasus aliran dana Bank Century yang belum menemui titik temu
hingga kini.
Mengapa hal ini terus terjadi? Apakah kasus-kasus tersebut hanya
sebagian kecil dari maraknya kasus korupsi di Indonesia?
Pada hakikatnya, korupsi adalah benalu sosial yang merusak
struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama bagi jalannya pemerintahan
dan pembangunan pada umumnya. Korupsi bahkan bisa dibilang sudah mendarah
daging dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pemerintahan di
Indonesia. Hal ini sangat tragis di mana aksi pemberantasan korupsi di
Indonesia sudah dimulai sejak zaman Orde Lama, namun hingga kini terus berulang
dan belum dapat terselesaikan dengan tuntas.
Penegakan Hukum Lemah
Lemahnya penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi salah satunya
karena masih banyak penegak hukum yang mudah ditunggangi. Penegakan hukum
terhadap perilaku koruptif di Indonesia belum mampu membasmi habis para
koruptor yang menggerogoti harta negara. Bahkan, beberapa kasus belakangan ada
beberapa penegak hukum yang ikut terlibat. Suatu hal yang sangat ironis,
apabila penegak hukum ikut melakukan tindakan tersebut, lantas siapa yang mesti
kita percayai dan yang bertugas untuk memberantasnya.
Bahkan, di saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) begitu gencar
memberikan sanksi hukum terhadap para pelaku korupsi, di sisi lain pemerintah
malah melempar wacana untuk memberikan remisi kepada mereka (para koruptor).
Walaupun, pada akhirnya, gugatan mengenai keputusan pengetatan remisi kepada
terpidana korupsi yang diajukan oleh mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra yang
ditujukan kepada Menkumham Amir Syamsuddin serta Wakil Menkumham Denny
Indrayana ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dimenangkan majelis hakim,
Rabu (7/3/2012).
Setidaknya hal ini menunjukkan bahwa masih ada kepedulian terhadap
persoalan korupsi di Indonesia.
Hal lain yang menarik ialah seringnya kita dengar pemberitaan di
media massa bahwa para pencuri kelas teri dengan mudahnya tertangkap dan dimasukkan
ke dalam penjara. Namun, bagaimana dengan para pencuri kelas kakap ini, yang
jelas-jelas merugikan bangsa dan negara? Yang menjadi kendala besar dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia adalah terlalu banyaknya orang yang akan
terancam pidana jika undang-undang pemberantasan korupsi dijalankan secara
sungguh-sungguh. Di antara mereka dapat dipastikan akan terjadi saling
tuding-menuding siapa yang menyidik siapa.
Jalan Keluar
Sebagai salah satu langkah untuk membuat jera para koruptor dan calon
koruptor, wacana mengenai pemiskinan koruptor harus didukung. Para koruptor
harus dimiskinkan dalam arti semua kekayaan yang mereka miliki dari hasil
korupsi adalah hak negara sehingga negara wajib menyita semua kekayaan mereka.
Sebagai seorang warga negara yang baik, sudah seharusnyalah kita mendukung
wacana tersebut, malah apabila kita tidak mendukung berarti kita tidak peduli
pada program pemberantasan korupsi.
Banyak didapati bahwa pelaku korupsi yang sudah dihukum masih
bergelimang harta. Hal ini dikarenakan harta hasul korupsi tersebut tidak
dilakukan penyitaan dan perampasan. Oleh, karenanya, perlu adanya niat dan
ketegasan dari pemerintah dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia.
Jangan sampai hal ini hanya menjadi sebuah wacana belaka tanpa ada
aksi nyata, padahal tujuan utama dalam memiskinkan koruptor adalah untuk
menimbulkan efek jera agar tindakan ini tidak diulangi lagi.
Jangan pula ada anggapan bahwa pemiskinan ini merupakan suatu
bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terkait dengan nasib dari keluarga
koruptor tersebut bila sang koruptor dimiskinkan. Pemikiran ini adalah sesuatu
yang dibesar-besarkan. Tidakkah mereka berpikir bahwa tindakan korupsi yang
dilakukan oleh seorang koruptor tidak hanya memiskinkan satu keluarga saja,
bahkan dapat memiskinkan seluruh rakyat Indonesia?
Pemiskinan koruptor ini, setidaknya lebih baik dibandingkan dengan
apa yang dilakukan di China. Di negeri Tirai Bambu ini, siapa saja yang
kedapatan melakukan korupsi maka nyawa yang akan menjadi taruhan. Akibatnya,
korupsi di China dapat diminimalisasi. Kita dapat melihat kemajuan China
sebagaimana yang kita lihat sekarang ini hanya bermodalkan pemberantasan
korupsi.
Akhirnya, dengan adanya wacana pemiskinan koruptor maka persoalan
korupsi di Indonesia diharapkan bisa segera diatasi dengan baik. Ini demi
terciptanya keadilan sosial serta kemakmuran bagi masyarakat Indonesia, bukan
hanya tergantung pada segelintir orang namun seluruhnya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar