Rabu, 21 Maret 2012

Keledai Membaca dan Rencana Revisi UU KPK


Keledai Membaca dan Rencana Revisi UU KPK
Hery Firmansyah, DOSEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GADJAH MADA (FH UGM), YOGYAKARTA
SUMBER : SINDO, 21 Maret 2012



Alkisah hidup seorang sufi bernama Nasrudin yang hidup di kawasan sekitar Turki pada abad-abad kekhalifahan Islam hingga penaklukan bangsa Mongol. Sewaktu masih sangat muda, Nasrudin selalu berulah yang menarik bagi teman-temannya.

Suatu ketika Kaisar Timur Lenk menghadiahi Nasrudin seekor keledai, Nasrudin menerimanya dengan senang hati.Tapi Timur Lenk berkata,“Ajari keledai itu membaca. Dalam dua minggu, datanglah kembali kemari dan kita lihat hasilnya.” Nasrudin berlalu dan dua minggu kemudian dia kembali ke istana.Tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar. Nasrudin menggiring keledainya ke buku itu dan membuka sampulnya.Si keledai menatap buku itu dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya.

Terus-menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir.Setelah itu si keledai menatap Nasrudin.“Demikianlah,” kata Nasrudin,“Keledaiku sudah bisa membaca.” Timur Lenk mulai menginterogasi, “Bagaimana caramu mengajari dia membaca?”Nasrudin pun menuturkan kisahnya. “Sesampainya di rumah aku siapkan lembaran-lembaran mirip buku dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya.

Keledai itu harus belajar membolak- balik halaman untuk bisa makan biji-biji gandum itu sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar.” ”Tapi, bukankah dia tidak mengerti apa yang dibacanya?” ujar Timur Lenk tidak puas. Nasrudin menjawab, “Memang demikianlah cara keledai membaca, hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai bukan?”

Pelucutan Kewenangan

Sekarang mari kita jadikan hikayat itu sebagai pengalaman dan kembali ke masa kini di Indonesia yang kita cintai dan tidak habis-habisnya dihantam masalah. Saat ini Komisi III DPR memiliki niat untuk melakukan revisi terhadap undang-undang KPK. Niat itu membuat dahi kita berkerut tajam, apa yang salah atau kurang menurut kacamata para wakil rakyat tersebut?

Lihat bagaimana faktanya Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002 yang ada telah dipelajari oleh sejumlah negara seperti Malaysia, Korea Selatan, Timor Leste,Thailand, Brunei Darussalam, Afghanistan, Yaman, Pakistan, Bhutan, Mongolia. Hal tersebut juga tentu tak lepas dari sebuah bentuk apresiasi terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini. Alih-alih memperkuat soliditas antara KPK dengan penegak hukum lain,yang justru tercium adalah aroma pelucutan kewenangan KPK semakin nyata dirasakan.

Objek yang menarik untuk dikaji dalam revisi ini adalah kewenangan yang ada di KPK dalam hal penindakan, penuntutan, dan penyadapan yang seolah tanpa disadari adalah “roh” dari kehadiran KPK. Meletakkan KPK sebagai sebuah institusi penegakan hukum yang hanya berfokus diri pada bidang pencegahan semata menjadikan kita tersenyum simpul.

Tidakkah mereka memperhatikan dengan adanya KPK saja saat ini aroma busuk korupsi masih tercium begitu kental, apalagi jika nanti KPK hanya menjalankan fungsi pencegahan semata. Tak dapat dibayangkan bagaimana semakin leluasanya para perampok uang rakyat memuluskan aksinya. Menjauhkan diri dari perspektif rivalitas antarpenegak hukum akan menghasilkan sebuah daya dorong yang luar biasa terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam mengungkap setiap kasus korupsi.

Selama ini kecemburuan yang mungkin terlontar dari institusi kepolisian dan kejaksaan yang seakan-akanmenjadi “anaktiri” dalam capaian pengungkapan kasus korupsi perlu diluruskan. Karena apabila dibiarkan berlarut- larut hanya akan menjadi duri dalam daging bagi road map pemberantasan korupsi di masa mendatang. Rencana revisi Undang- Undang KPK ini laksana hikayat cerita Nasrudin yang disampaikan di awal tulisan ini.

Kengotototan pihak yang ingin merevisi undang-undang KPK plus melucuti kewenangan KPK membuat kita harus menambah pisau analisis lain.Tidak salah jika dalam analisis itu kita mengikutkan kecurigaan apakah tindakan ini sebagai sebuah bentuk solidaritas untuk membuat “perhitungan” kepada KPK yang selama ini telah berhasil mengirim beberapa kolega mereka ke balik jeruji besi?

Mengutak-atik suatu legislasi yang sesungguhnya telah banyak memberikan manfaat dan jauh dari mudarat merupakan tindakan sia-sia. Padahal setumpuk soal yang secara terang-benderang harus segera mendapatkan tindakan luput dari perhatian laksana semut di seberang lautan tampak, sedangkan gajah di pelupuk mata tak terlihat. Kita sadar bahwa KPK adalah milik bersama dan bukan azimat yang tidak boleh diganggu gugat keberadaannya.

Perbaikan terhadap kinerja KPK dan sejumlah institusi penegak hukum lain sangat dibutuhkan. Namun perlu konsep berpikir untuk melihat urgensi reaksi penanganan masalah yang lebih substantif jelas perlu diluruskan sehingga energi bangsa ini tidak cepat habis hanya untuk mengurusi masalah yang sesungguhnya tidak pernah menjadi masalah.

Masalah bukan untuk diciptakan,tetapi diselesaikan dengan mencari jalan keluarnya dan solusi efektif tidak selalu muncul dengan hanya utak-atik peraturan perundang- undangan, butuh sebuah tindakan konkret.Tegas bahwa revisi Undang-Undang KPK hanya laksana perbuatan mengajari keledai untuk dapat membaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar