Jumat, 16 Maret 2012

Gonjang-Ganjing KPK


Gonjang-Ganjing KPK
Herie Purwanto, DOSEN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEKALONGAN (UNIKAL), TAHUN 2010 MENGIKUTI PELATIHAN PENYIDIKAN OLEH KPK DI PUSAT RESERSE MEGAMENDUNG MABES POLRI
SUMBER : SUARA MERDEKA, 16 Maret 2012



BERITA utama harian ini berjudul ’’KPK Bergolak’’ dengan subjudul warna merah ’’Dianggap Arogan, Abraham Diprotes Penyidik’’ (SM, 14/03/12) membuat saya tercenung beberapa saat. Markas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergolak. Sejumlah penyidik memprotes Ketua KPK yang dianggapnya arogan dan kerap memaksakan proses penyidikan.

Sebelumnya, diberitakan Januari lalu terjadi aksi gebrak meja saat para pimpinan KPK yang bersifat kolektif kolegial akan mengambil keputusan peningkatan status tersangka Angelina Sondakh. Berikutnya pengembalian Direktur Penyidikan Brigjen Pol Yurod Saleh, dan pengembalian beberapa penyidik KPK baik yang dari Polri maupun kejaksaan. Semua ini terjadi dalam kurun tiga bulan kepemimpinan Abraham Samad.

Seandainya benar dugaan Abraham bersikap arogan dalam konteks membenahi organisasi mungkin bisa ditoleransi karena tiap orang punya ciri dan karakter dalam memimpin. Jelas era kepemimpinan Taufiqurrohman berbeda dari Antasari Azhar ataupun Busyro Muqqodas. Namun bila arogansi  itu sudah masuk teritorial penyidikan sungguh memprihatinkan.

Mengapa? Proses penyidikan oleh penyidik berada dalam ranah zero tolerance intervention, artinya ranah penyidikan merupakan kewenangan mutlak penyidik. Termasuk dalam pemahaman ini adalah dari segala bentuk intervensi, baik pihak lain maupun atasan penyidik itu. Bagi seorang penyidik, apa yang jadi materi penyidikan yang tertuang dalam BAP akan dipertanggungjawabkan hingga berkas itu diterima dan dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum.

Jadi ketika proses penyidikan menemui kendala atau terjadi rekayasa materi perkara, penyidik itulah yang akan bertanggungjawab sebagai pihak yang telah melakukan proses verbal. Saat di persidangan, misalnya bila ada keterangan dalam BAP yang direkayasa, hakim bisa meminta pertanggungjawaban penyidik dalam kapasitas sebagai saksi verbalis, untuk dikonfrontasi dengan pihak pemberi keterangan, bukan terhadap atasan penyidik itu.

Beda Pendapat

Sangat fatal akibatnya seandainya benar selama tiga bulan menjabat Abraham telah sewenang-wenang menangani proses penyidikan hingga menyebabkan sedikitnya 70 penyidik KPK datang ke ruangannya untuk memprotes. Bisa jadi, ini kasus pertama di dunia para penyidik memprotes atasan. Logika apa yang bisa dipakai meyakinkan publik bahwa benar tidak ada gonjang-ganjing di KPK bila faktanya seperti ini?

Bila memang ada beda pendapat terkait materi pembuktian atau peningkatan penyelidikan ke penyidikan terhadap suatu perkara, ataupun peningkatan status saksi menjadi tersangka, media yang dipakai adalah gelar perkara.

Penyidik yang profesional tentunya akan mempertahankan keyakinannya atas hasil penyidikannya, bukan karena ada intervensi, termasuk atasan penyidik itu sekali pun.

Apakah mungkin Abraham dalam kurun tiga bulan kepemimpinannya telah melakukan terobosan yang dirasa over progresif bagi pembenahan kinerja KPK? Bisa jadi jawabnya ya, hal ini mendasarkan pada visi misinya saat uji kelayakan di depan Komisi III DPR ataupun sesaat setelah dilantik jadi ketua yang menyatakan akan pulang kampung bila dalam waktu setahun tidak bisa berbuat banyak.

Apa pun yang terjadi, KPK harus tetap kompak dan ada sinergi unsur pimpinan, pegawai, dan penyidik. Bila dibiarkan berlarut-larut dan muncul disharmoni visi dan misi KPK, bangsa kita yang merugi dan sebaliknya koruptor bertepuk tangan.

Selama ini sudah terbukti penyidik KPK yang sebagian besar berasal dari Polri dan kejaksaan telah memberikan konstribusi bagi pemberantasan korupsi sehingga keberadaannya tidak serta merta dipandang sebelah mata ketika ada gesekan atau beda pendapat. Tidak mudah membentuk soliditas dan profesionalisme penyidik, butuh waktu dan selektivitas.●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar