Calon
Independen dan Kegagalan Politik Partai
Benny Susetyo, PEMERHATI SOSIAL
SUMBER : SINAR HARAPAN, 13 Maret 2012
Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) DKI
Jakarta 2012 diprediksi akan menawarkan sesuatu yang berbeda kepada masyarakat,
yaitu adanya calon dari jalur independen.
Pasangan Faisal Basri dan Biem Benyamin resmi
mendaftar sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta setelah
memenuhi syarat-syarat yang diajukan.
Dengan fenomena ini diharapkan akan menambah
kekayaan proses demokrasi di Indonesia setelah sekian lama didominasi partai
politik, saat di sisi lain citra partai begitu terpuruk. Tak dimungkiri
fenomena ini merupakan kritik politik yang tajam terhadap keberadaan partai.
Partai dituntut kedewasaan cara pandangnya
bahwa kehadiran calon independen sesuai dengan asas demokrasi, bahwa setiap
orang memiliki hak asasi dalam politik, dipilih maupun memilih. Mekanisme
partai yang dilihat sering kali tidak membuka ruang lebar bagi demokrasi,
melalui kehadiran calon independen ini semakin memperkuat basis demokrasi.
Kegagalan Partai Politik
Calon independen merupakan gagasan jalan
keluar ketika perbaikan mekanisme demokrasi melalui partai politik tidak akan
bisa dilakukan secara internal. Partai politik justru dituntut lebih
menjalankan fungsinya secara nyata di tengah-tengah pasar bebas ide demokrasi
yang berkembang dari masa ke masa.
Bila calon independen hanya diposisikan
sebagai ”musuh” partai politik, pada akhirnya partai politik justru makin
terjebak pada pandangan politik konvensional bahwa kekuasaan berada di tangan
segelintir elite. Padahal, sudah sekian lama kita kehilangan wakil rakyat yang
benar-benar merakyat, dan memahami derita rakyat.
Di tengah-tengah berbagai kesusahan, publik
dikecewakan oleh para wakil rakyat yang tidak memiliki hati terhadap
penderitaan rakyat. Mereka seolah-olah menguras pikiran, tenaga untuk
memperjuang nasib rakyat, tetapi semua sirna ketika lobi diselesaikan di bawah
meja.
Partai politik dikecam tak lebih dari media
politik dagang sapi. Partai politik tak ubahnya hanya sekadar alat perantara
para pemilik kapital. Mereka seolah tak berdaya menghadapi para mafia, mereka
bungkam terhadap penderitaan rakyat.
Dengan kata lain, partai politik sejauh ini
belum memberikan makna yang signifikan dalam mengawal demokrasi. Demokrasi
hanya dimaknai sebagai sekadar cara untuk membeli dukungan belaka. Demokrasi
pun tak lagi memberikan harapan ketika partai politik dan elite politik
terjebak pada permainan politik tingkat tinggi (high politics) yang
tentunya juga berbiaya politik tinggi.
Kegagalan partai politik menjalankan
fungsi-fungsinya secara maksimal mengakibatkan citra partai politik semakin
memburuk di era reformasi ini. Fungsi sosialisasi, rekrutmen, dan artikulasi
politik selalu dikalahkan oleh fungsi meraih kekuasaan.
Ciri elitisme yang diperankan partai politik
selama ini telah meningkatkan apatisme rakyat. Ketidakpercayaan itu semakin
menguat dalam banyak hal, bahkan terhadap hal-hal baik yang dilakukannya.
Antipati itu bukan tanpa sebab, partai politik dinilai lebih banyak peduli
kepada kepentingan kekuasaan daripada memediasi kepentingan rakyat.
Terpenjara Kekuatan Modal
Kalau masyarakat gusar terhadap partai
politik tidaklah mengherankan, karena sepak terjang mereka yang lebih sering
sekadar alat legalitas kepentingan para pemilik uang. Partai politik
terpenjarakan kekuatan modal.
Akibatnya partai politik tidak mampu
memberikan harapan kepada publik, apalagi memperjuangkan kepentingan rakyat.
Bahkan sudah menjadi pengetahuan publik bila partai politik hanya mendukung
calon kepala daerah yang berani membayar lebih besar daripada yang lainnya.
Hasilnya calon yang memiliki integritas,
independen, pandai, cerdas, dan memiliki visi pembangunan yang jelas malah
tersingkir dalam khazanah politik semacam ini. Kerap kali calon-calon yang baik
tidak dilirik sedikit pun oleh partai hanya karena tidak memiliki ”mahar”
sebagaimana yang diminta.
Kemenangan golput dalam pemilu legislatif dan
pilpres 2004, misalnya, atau mencapai 33,23 persen pemilih menunjukkan citra
parpol yang semakin tidak dipercaya.
Sampai saat ini bahkan tidak ada perubahan
yang signifikan atas kineja partai. Konflik dan perebutan jabatan secara
internal dan kaitannya dengan konflik dan perebutan kekuasaan secara eksternal
justru semakin menggejala di semua partai.
Partai politik bahkan terbenam dalam dunia
korupsi yang sangat mengecewakan. Beragam kasus dewasa ini menunjukkan politik
yang diperankan partai tidak memberikan kontribusi makna pengembangan demokrasi
yang substansial, malahan menjerumuskan rakyat dalam pendidikan politik yang sangat
pragmatis dan materialistis.
Tak heran bila publik gusar, karena perilaku
partai politik tidak memberikan harapan masa depan yang cerah. Salah satu
sebabnya di mana banyak pilkada langsung digelar di berbagai daerah ini adalah
karena partai politik dianggap tidak lagi memiliki kedaulatan. Kedaulatan
partai politik sudah ditukar dengan kepentingan jangka pendek yang sering kali
merugikan rakyat.
Calon Independen
Kehadiran calon independen saat ini memang
dirasakan sebagai alternatif. Kehadirannya harus dimaknai secara positif, yakni
sebagai jalan keluar untuk memperbaiki keterpurukan citra partai politik dalam
permainan politik uang dan akrobat politik-kekuasaan-elite lainnya.
Misalnya, publik memahami seorang calon
kepala daerah membutuhkan dana yang sangat besar untuk melamar menjadi calon.
Biaya politik yang sangat besar ini benar-benar menyita perhatiannya dan sering
kali menegaskan tujuan dan keinginannya menjadi pemimpin adalah demi
kepentingan rakyat. Inilah contoh yang sering terjadi.
Hal ini pulalah yang membuat seorang calon
kepala daerah tidak lagi memperhatikan aspirasi dan kepentingan rakyat. Bila
hanya uang yang menjadi orientasi, tidak diragukan lagi siapa pun mereka yang
menjadi kepala daerah, konsentrasi setelah menjabat hanyalah bagaimana
mengembalikan biaya investasi politik yang besar itu.
Keberadaan calon independen diharapkan bisa
menjadi cara untuk memecahkan kebuntuan komunikasi politik selama ini. Calon
independen dibutuhkan sebagai terapi kejut untuk memperbaiki citra politik partai
dalam mengatasi masalah manajemen dan citra partai yang amburadul.
Calon independen diharapkan bisa membantu
agar partai politik bisa lebih selektif dalam memilih calon-calon pemimpin yang
memiliki keutamaan publik. Kekuatan nurani dan kejujuran seharusnya menjadi
prasyarat utama memimpin masyarakat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar