Kamis, 15 Maret 2012

Besaran Subsidi BBM


Besaran Subsidi BBM
Arif Budimanta, KOORDINATOR KAUKUS EKONOMI KONSTITUSI
SUMBER : KOMPAS, 14 Maret 2012



Pemerintah secara resmi telah menyampaikan Nota Keuangan serta Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara Perubahan Tahun Anggaran 2012 kepada DPR.
Usulan ini merupakan yang tercepat lima tahun terakhir mengingat biasanya perubahan diusulkan dan dibahas pemerintah bersama DPR pada bulan Mei sampai Agustus tahun fiskal berjalan. Ada dua alasan utama pengajuan disampaikan di awal tahun: dinamika krisis keuangan global yang belum menyurut dan kenaikan harga minyak dunia yang berdampak pada rencana kenaikan harga BBM bersubsidi.

Tanpa kenaikan harga BBM, kian berat beban anggaran yang dirasakan pemerintah. Dari rancangan yang diajukan pemerintah, ada peningkatan subsidi Rp 8 triliun lebih, sementara kenaikan harga tetap dilaksanakan.

Komponen Alpha

Pada RAPBN-P, pemerintah menetapkan asumsi harga minyak mentah 105 dollar AS per barrel (setara 158,9 liter). Nilai tukar rupiah dipatok Rp 9.000 per dollar AS. Harga BBM bersubsidi diusulkan naik Rp 1.500 dari Rp 4.500 jadi Rp 6.000 per liter, seperti sudah disampaikan pemerintah pada rapat kerja dengan DPR, 7 Maret 2012.

Seperti kita ketahui, pemerintah menggunakan formula penetapan harga BBM bersubsidi melalui harga pokok yang dipengaruhi perkembangan harga minyak mentah dunia ditambah komponen alpha—biasanya sekitar 10 persen dari harga nonsubsidi—dan pajak 15 persen. Komponen alpha merupakan biaya distribusi dan keuntungan Pertamina, perusahaan milik negara yang diamanatkan memenuhi kebutuhan BBM bersubsidi dalam negeri.

Tahun ini, sesuai RUU APBN-P 2012 Pasal 7, total BBM yang harus disubsidi 40 juta kiloliter atau setara 40 miliar liter, dengan anggaran sekitar Rp 133 triliun, setara Rp 3.325 per liter.

Berdasarkan asumsi yang sudah ditetapkan pemerintah, harga BBM jika tak disubsidi mencapai Rp 9.325 per liter (rencana kenaikan harga BBM menjadi Rp 6.000 ditambah subsidi per liter Rp 3.325). Sementara dalam hitungan sederhana, ongkos produksi dari bahan mentahnya saja mencapai Rp 5.947 per liter jika harga minyak mentah Indonesia (ICP) 105 dollar AS per barrel. Antara harga seharusnya yang Rp 9.325 dan biaya produksi ada selisih Rp 3.378 per liter.

Untuk apa sebenarnya ada perbedaan sebesar ini? Itulah komponen alpha (biaya distribusi, keuntungan Pertamina) dan pajak, yang besarannya mencapai 36 persen. Padahal, di permukaan disebutkan, kisaran total komponen alpha dengan pajak seharusnya hanya 25 persen sehingga ada selisih 11 persen. Dengan model perhitungan ini, patutlah kita mengharapkan pemerintah dapat menjelaskan ke mana larinya selisih ini.

Besaran Subsidi

UUD 1945 Pasal 23 menyebutkan APBN harus dilaksanakan secara bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jika selisih 11 persen yang setara Rp 1.025 per liter kita kalikan total BBM yang disubsidi, yaitu 40 miliar liter, berarti nilainya lebih dari Rp 40 triliun. Apalagi, selain komponen alpha yang perlu dipertanyakan lantaran besarnya menakjubkan, ada subsidi yang juga besar.

Dengan asumsi di atas, tambahan subsidi per liter dalam hitungan sederhana tadi hanya Rp 1.989 per liter, yakni selisih antara harga jual baru dan harga produksi plus alpha dan pajak. Total sebesar Rp 79,5 triliun, bukan Rp 133 triliun seperti tercantum dalam pengajuan RUU RAPBN-P 2012. Apalagi kalau kita mengacu pada best practice yang berlaku di AS. Seperti terlihat dalam publikasi US Energy Information Administration, besaran komponen alpha dan pajak hanya 24 persen.

Transparansi menyangkut dua hal—besaran komponen alpha yang misterius dan nilai subsidi yang membengkak jauh lebih besar dari angka yang seharusnya—inilah yang harus bisa dijelaskan oleh pemerintah dalam proses pembahasan RUU APBNP-2012 dengan DPR. Hal ini penting karena persoalan BBM ini terkait dengan hajat hidup rakyat secara langsung dan dampak sosial ekonomi jangka panjang. Tak cukup pemerintah hanya memberikan pemanis bantuan langsung tunai yang berdampak jangka pendek. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar