Rabu, 14 Maret 2012

Atasi Korupsi via Strategi Cobranding


Atasi Korupsi via Strategi Cobranding
Amalia E Maulana, BRAND CONSULTANT & ETHNOGRAPHER ETNOMARK CONSULTING    
SUMBER : SINDO, 14 Maret 2012



Headline dan berita bombastis di koran dan tabloid akhirakhir ini membuat saya stres.
Coba simak tiga berita ini: (1) Rudy Kurniawan, pria warga negara Indonesia (WNI) menggegerkan Amerika Serikat karena koleksi wine langkanya palsu.    (2) Kisah sembilan wanita yang tersandung kasus korupsi: Angie, Nunun, Miranda, Malinda, Rosa, Wa Ode, Dharnawati, Ayin, dan Darmawati. Dikatakan, mereka adalah wanita berkarier cemerlang, uang melimpah, dan dari keluarga yang harmonis. (3) Mafia pajak dan reformasi birokrasi. Habis Gayus terbitlah Dhana.

Bagaimana tidak stres? Saya sangat punya kepentingan terhadap brand-brand yang disebutkan di dalam headline tersebut. Orang Indonesia penipu? Saya kan orang Indonesia. Wanita korupsi? Saya kan sama dengan mereka, wanita yang diberi kesempatan untuk punya karier di luar rumah. Mafia pajak? Wah, ini keterlaluan. Saya adalah pembayar pajak yang setia. Sebagai orang Indonesia, malu membaca bahwa Indonesia dikaitkan dengan berita buruk tentang salah satu warganya.

Country brand image Indonesia sudah diusahakan untuk bergerak naik dari berbagai aspek, mulai dari Destination Idol Komodo hingga Sri Mulyani calon pemimpin Bank Dunia. Sekarang, harus rela melorot gara-gara pemberitaan miring tentang wine collector yang ternyata fraud (penipuan). Kepercayaan terhadap Indonesia dan barang-barang yang dihasilkan oleh negara Indonesia pasti terganggu. Sebagai seorang wanita yang punya kesempatan berkarier, sedih saya membaca publikasi miring terus-menerus tentang wanita karier yang bermasalah. Ini menurunkan citra dan kepercayaan terhadap wanita.

Kartini mungkin menangis membaca kisah para wanita tersebut. Kartini memperjuangkan hak wanita, dan mereka telah memperoleh hak persamaan derajat dengan laki-laki. Pemberitaan sumbang ini tentu menyenangkan bagi pihak yang masih berpendapat bahwa wanita itu memang sebaiknya diberikan tiga urusan saja yaitu dapur, sumur, dan kasur. Bagaimana dengan berita setiap hari tentang mafia pajak?

Yang benar saja! Jadi, selama ini pajak kami dipakai main-main. Pantas saja–pajak masyarakat yang seharusnya dikembalikan dalam bentuk kenyamanan fasilitas umum, mengalir ke rekening oknum. Pantas saja macet di mana-mana. Juga,semua taman kota yang merupakan tempat wisata warga diubah menjadi mal. Citra dari lembaga yang menjadi pengelola pajak yang saya bayar tiap bulan bukan hanya turun,tetapi nyaris hancur.

Strategi Cobranding Atasi Korupsi

Dalam brandingdikenal istilah cobranding, yaitu perpaduan dua brand yang citranya bergabung menjadi satu. Ini bukan saja dalam institusi formal tempat bekerja, tetapi juga institusi informal yaitu keluarga dan lingkungan komunitas. Sebagai contoh, saya cobranding dengan Binus University tempat saya mengajar. Berarti, citra personal brand saya akan juga mencitrakan universitas tersebut.

Demikian pula sebaliknya. Citra Binus sebagai Institusi pendidikan memengaruhi pandangan orang terhadap diri saya. Di sisi lain, saya adalah salah satu anggota keluarga di mana di sana ada suami, ada anak-anak, ada ayahibu saya, juga keluarga besar lain. Apa pun yang saya citrakan, akan memengaruhi citra mereka. Demikian pula sebaliknya. Prinsip cobranding adalah saling menambahkan dan mengurangkan. Secara matematika sederhana, satu positif lainnya positif, maka akan terjadi double positif. Jika satu positif dan lainnya negatif, maka citra gabungannya akan menjadi negatif.

Citra negara Indonesia yang positif bisa ditarik turun oleh sikap WNI yang negatif di luar negeri. Citra partai bisa rusak akibat petinggi partainya berurusan dengan hukum. Citra DPR sebagai lembaga dikacaukan akibat ulah oknum anggotanya yang sibuk memperkaya diri. Karena merupakan perpaduan dari dua brand, maka masing-masing brand bukan saja harus memastikan bahwa brand-nya sendiri positif dan terjaga baik, tetapi juga ikut mengawasi bahwa brand partner-nya selalu cemerlang.

Ini sebagai salah satu pengawasan internal untuk branding. Strategi cobranding merupakan tawaran saya untuk solusi pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Perlu diadakan pendidikan secara serius pentingnya citra individu dalam kaitannya dalam menjaga citra keluarga, yang pada gilirannya adalah menjaga citra institusi di mana seseorang bekerja. Korupsi akan berujung kepada kesengsaraan keluarga dan di sinilah fear factor ini harus disosialisasikan (meningkatkan ketakutan terhadap dampak).

Peneliti bidang Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Abdullah Dahlan mendesak agar pengawasan internal di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan diperketat. Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany sendiri sangat yakin sistem pengawasan internal pajak saat ini sudah bagus, sehingga jika ada pegawai pajak nakal akan ketahuan.

Bukan tidak percaya, tetapi ternyata pengawasan internal yang telah dilaksanakan oleh lembaga terbukti tidak efektif. Persoalannya, tetap saja kasus korupsi setelah Gayus ini bukannya menjadi berhenti,tetapi semakin mencuat. Harus ada solusi dari sisi lain. Menurut pendapat saya, mempertahankan citra keluarga bisa menjadi motor penghambat kegiatan korupsi. Berawal dari RUMAH sendiri, KELUARGA sendiri. Pada saat salah satu anggota keluarga merasa ada perubahan gaya hidup ke arah yang tidak lazim,di sini peranan kontrol keluarga dimulai.

Yang banyak terjadi, malah anggota keluarga ikut menikmati kemewahan baru tersebut. Membanggakan dirinya yang bepergian ke luar negeri berwisata tanpa batas anggaran dan memakai fashion branded yang luar biasa mahal. Foto-foto di media sosial menjadi ajang jorjoran. Pendidikan pentingnya cobranding harus mulai ditanamkan di tiap institusi yang rawan korupsi. Dan di sini, seluruh anggota keluarganya harus ikut dalam pelatihan tersebut. Pelatihan ini harus merata ke stakeholder brand.

Keluarga diajak untuk ikut memikirkan dampak yang terjadi saat anggota keluarganya menjadi tersangka korupsi. Bagaimana pengadilan sosial yang akan mereka rasakan itu akan memengaruhi ritme kehidupan mereka sehari-hari. Teman-teman menjauh dan mulai sinis. Ini adalah hukuman sosial pahit dalam masyarakat. Dengan mengingatkan pentingnya nama baik keluarga, maka setiap anak, istri dan suami dari siapa pun yang bekerja di Institusi rawan korupsi (sebut saja pajak, anggota DPR, partai, dst), akan ikut bersama-sama menjadi faktor penghambat laju korupsi.

Strategi cobranding menjaga bersama brand nama baik keluarga dan menjaga bersama brand nama baik institusi tempat bekerja adalah solusi pemberantasan korupsi yang lebih fundamental dan akan terasa hasilnya dalam jangka panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar