Angka
Misterius dalam RAPBN 2012
Iman Sugema, EKONOM
SUMBER : REPUBLIKA, 12 Maret 2012
Sesuai
dengan judulnya, analisis kali ini memang ditujukan untuk `membongkar' sejumlah
angka dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP)
yang dianggap `meragukan' kebenarannya. Disebut `meragukan' karena
alasan-alasan yang mendasarinya kurang logis atau tidak cukup kuat untuk dipercayai
kebenarannya.
Karena
penyebab utama yang paling banyak disebut adalah kenaikan harga minyak mentah,
kita akan memfokuskan analisis terhadap berbagai komponen APBN yang
dipengaruhinya. Tentunya masih banyak isu lain yang ingin dikemukakan. Tetapi, mari
kita konsentrasikan diskusi kita kepada empat hal berikut ini.
Pertama,
sebagaimana tercantum dalam RAPBNP 2012, target penerimaan negara bukan pajak
(PNBP) dari gas diperkirakan akan turun sebesar 14,8 persen dibanding yang
ditetapkan dalam APBN 2012. Hampir tidak ada penjelasan mengenai mengapa target
tersebut harus diturunkan.
Kenaikan
harga minyak mentah biasanya diikuti dengan kenaikan harga gas dan batu
bara.
Dengan demikian, perubahan asumsi harga minyak mentah dari 90 dolar AS per
barel menjadi 105 dolar AS per barel seharusnya diikuti dengan kenaikan
penerimaan negara dari PPh migas dan PNBP dari minyak, gas, dan batu bara. Komponen
tersebut di atas memang ditetapkan akan mengalami kenaikan kecuali PNBP dari
gas.
Bisa
jadi, penurunan PNBP dari gas ini diakibatkan oleh penurunan target produksi
gas. Kalau demikian, harus ada penjelasan kenapa produksi gas akan turun dan
sejauh mana penurunannya. Konteksnya adalah sementara ini pemerintah
mengeluhkan terjadinya pembengkakan belanja negara akibat kenaikan beban
subsidi.
Salah
satu cara untuk mengatasinya adalah dengan menggali semua potensi penerimaan
semaksimal mungkin. Jangankan kerja keras untuk memaksimalkan penerimaan
negara, komponen yang seharusnya mengalami kenaikan kok dibiarkan turun. Ada apa?
Kedua,
kenaikan belanja subsidi BBM dan LPG tabung tiga kilogram dari Rp 123, 6
triliun menjadi Rp 137,4 triliun adalah sangat tidak logis. Seharusnya, beban
subsidi BBM mengalami penurunan walaupun harga minyak mentah mengalami kenaikan
sebesar 15 dolar AS per barel. Berikut adalah penjelasannya.
Besaran
perubahan subsidi BBM akan dipengaruhi oleh dua hal, yakni kenaikan harga pokok
tanpa subsidi dan kenaikan harga jual bersubsidi. Yang pertama akan menaikkan
beban, sedangkan yang kedua akan menurunkan beban subsidi. Pengaruh bersihnya
akan sangat bergantung pada berapa besar perbandingan keduanya.
Yang
paling gampang adalah menghitung komponen yang kedua. Dengan kenaikan harga
eceran dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 per liter, akan ada penghematan subsidi
sebesar Rp 1.500 per liter. Karena volume yang disubsidi diperkirakan mencapai
40 juta kiloliter atau 40 miliar liter, penghematan yang terjadi adalah sebesar
Rp 60 triliun. Angka ini pasti dijamin kebenarannya.
Komponen
yang pertama dapat dihitung sebagai berikut. Kenaikan subsidi terjadi karena
dua hal, yaitu kenaikan Indonesia crude
price (ICP) sebesar 15 dolar AS per barel dan depresiasi nilai tukar dari
Rp 8.800 menjadi Rp 9.000 per dolar AS.
Kenaikan beban subsidi BBM dapat dihitung sebagai berikut.
Kenaikan beban subsidi BBM dapat dihitung sebagai berikut.
Kenaikan
ICP 15 dolar AS per barel akan sebanding dengan 9,4 sen dolar AS per liter. Ditambah
dengan komponen biaya produksi, biaya distribusi, keuntungan Pertamina dan
pajak, harga pokok akan meningkat menjadi 13 sen dolar AS per liter atau
ekuivalen dengan Rp 1.132 per liter. Maka itu, beban tambahan untuk menyubsidi
40 miliar liter adalah Rp 45,3 triliun.
Dengan
demikian, karena faktor yang dapat mengurangi subsidi adalah lebih besar
dibanding faktor yang meningkatkan subsidi, seharusnya beban subsidi dalam
RAPBNP 2012 mengalami penurunan. Beban subsidi seharusnya turun sebanyak Rp 15
triliun dan bukannya naik Rp 14 triliun.
Selisih
perhitungan saya dengan angka yang ada di RAPBNP mencapai Rp 29 triliun. Sebuah
besaran yang tidak mungkin terjadi akibat salah ketik. Mestinya ada kesengajaan
untuk membengkakkan perhitungan beban subsidi. Alasannya apa? Harap para
anggota DPR mencermati angka ini.
Ketiga
adalah sangat sulit untuk memahami pembengkakan subsidi listrik dari Rp 44,9
triliun menjadi Rp 93 triliun. Ini merupakan pembengkakan subsidi dua kali
lipat lebih dan tak mungkin hanya merupakan akibat dari kenaikan harga minyak
dunia.
Dalam
RAPBNP 2012 hanya disebutkan membengkaknya subsidi listrik merupakan akibat
dari risiko perubahan berbagai parameter subsidi listrik, seperti penyesuaian commercial operation date (COD) PLTU,
keterlambatan pengoperasian Floating
Storage Regasification Unit (FSRU), kenaikan harga batu bara, dan
kekurangan pembayaran subsidi listrik tahun 2010.
Kenaikan
harga batu bara akan linier dengan kenaikan harga minyak mentah yang sekitar
16,7 persen. Kalaupun harga batu bara naik 20 persen, tetap sangat sulit untuk
menyebutnya sebagai faktor yang menyebabkan kenaikan subsidi.
Dengan harga ICP 105 dolar AS per barel, ongkos pembangkitan PLTU batu bara hanya sekitar delapan atau sembilan sen per kwh. Tanpa subsidi sekalipun, PLTU batu bara tetap bisa beroperasi secara komersial.
Dengan harga ICP 105 dolar AS per barel, ongkos pembangkitan PLTU batu bara hanya sekitar delapan atau sembilan sen per kwh. Tanpa subsidi sekalipun, PLTU batu bara tetap bisa beroperasi secara komersial.
Jadi,
yang paling mungkin menjadi penyebab pembengkakan subsidi listrik adalah
keterlambatan COD dan FSRU. Dalam bahasa sederhananya, terjadi keterlambatan
dalam pengalihan energi primer dari PLTU BBM ke PLTU gas dan batu bara. Kalau
ini yang terjadi, wajib dipertanyakan siapa yang bertanggung jawab atas
keterlambatan ini.
Jangan
sampai masyarakat dibebani kenaikan TDL karena pihak-pihak tertentu masih
mempertahankan inefisiensi di tubuh PLN akibat menggunakan energi yang mahal,
yakni BBM. Ada yang menangguk untung besar dari dipertahankannya BBM sebagai
sumber energi PLTU. Padahal, kita bisa mempercepat pemakaian gas dan batu bara
yang lebih murah.
Mohon
para anggota DPR membongkar siapa yang akan diuntungkan. Yang jelas rakyatlah
yang dirugikan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar