Kamis, 12 Januari 2012

Pesatnya Perkembangan Sistem Keuangan Islam


Pesatnya Perkembangan Sistem Keuangan Islam
Mahmoud Mohielden,  DIREKTUR PELAKSANA BANK DUNIA
Sumber : KORAN TEMPO, 12 Januari 2012


Sementara ketidakpastian terus menghantui pasar global sehingga mendorong banyak investor mengundurkan diri, satu bagian dari sektor keuangan sekarang ini berkembang pesat: aset keuangan yang berbasis ekonomi syariah telah tumbuh dari sekitar US$ 5 miliar pada akhir 1980-an menjadi sekitar US$ 1,2 triliun pada 2011.

Aset dengan risiko yang dibagi bersama antara lembaga dan klien ini berhasil menghindarkan diri dari akibat terburuk krisis keuangan global yang mulai terjadi pada 2008. Kekenyalan, serta beberapa ciri utama lainnya aset ini, merupakan pijakan tingginya kinerja dan popularitas sistem keuangan Islam.

Krisis keuangan global telah menimpa sejumlah kecil lembaga keuangan Islam, sementara ekonomi mengalami kontraksi dan beberapa emiten obligasi keuangan Islam gagal bayar. Tapi berbagi risiko yang inheren dalam sistem keuangan Islam membuat instrumen-instrumennya lebih resistan terhadap putaran pertama penularan krisis yang terjadi pada 2008. Ekonom-ekonom utama, seperti Kenneth Rogoff dari Harvard University, mengatakan bahwa sistem keuangan Islam menunjukkan keunggulan equity dan berbagi risiko yang lebih besar atas bias konvensional yang mengunggulkan instrumen-instrumen utang.

Beberapa ciri khas telah membuat lembaga-lembaga keuangan Islam relatif lebih stabil selama berlangsungnya krisis. Satu cirinya adalah bahwa sistem keuangan Islam memberi tekanan pada asset-backing yang menjamin kaitan langsung antara transaksi keuangan dan kegiatan ekonomi riil. Tabungan dalam lembaga dan hasil pengembalian laba atas investasi terkait erat karena ditentukan oleh sektor riil, bukan sektor keuangan.

Keterkaitan langsung ini menciptakan suatu mekanisme penyesuaian yang fleksibel, bilamana terjadi kejutan yang tidak terantisipasi. Ia juga memberi kepastian bahwa nilai riil pasiva dan aktiva selalu setara, sementara melarang dilakukannya leverage yang berlebihan dan beberapa bentuk sekuritasisasi yang berbelit-belit. Lagi pula, sistem keuangan Islam lebih adil: kreditor dan debitor berbagi risiko dan keuntungan, fokus pada tujuan jangka panjang, dan menolak pengambilan risiko jangka pendek yang berlebihan.

Singkatnya, lembaga-lembaga keuangan Islam memperlakukan klien mereka sebagai mitra bisnis. Maka, ia memiliki insentif yang kuat untuk menilai permohonan dana dengan hati-hati, dan membantu debitor di masa-masa sulit, dan dengan demikian mengurangi tekanan untuk menjual aset dengan harga murah serta meminimalkan penularan krisis keuangan. Kerangka keuangan Islam melindungi saldo deposito, dan mencegah terjadinya pertumbuhan kredit yang berlebihan.

Instrumen keuangan Islam saat ini bisa diperoleh di sekurang-kurangnya 70 negara, dan sekarang merupakan sekitar 0,5 persen dari aset keuangan global. Prospek terus meningkatnya sangat kuat. Dalam “Laporan Perbankan Islam Global” yang diterbitkannya pada November 2011, Deutsche Bank memproyeksikan laju pertumbuhan tahunan gabungan aset keuangan Islam sebesar 24 persen dalam tiga tahun mendatang.

Ada lima alasan utama proyeksi ini:
Sistem keuangan Islam memberikan kepada penabung dan investor, alternatif yang praktis terhadap instrumen-instrumen konvensional yang ada.

Kualitas layanan keuangan Islam terus meningkat, dan layanan ini tidak hanya terbatas pada klien-klien tertentu.

Lembaga-lembaga keuangan konvensional semakin banyak menawarkan aset yang Islami, dan ada minat yang semakin besar pada aset semacam ini di London, Luksemburg, dan pusat-pusat keuangan lainnya di dunia.

Booming komoditas di beberapa negara Islam telah menghasilkan surplus yang perlu dialokasikan melalui perantara keuangan dan dana negara.

Instrumen-instrumen keuangan Islam bisa bersesuaian dengan syariah--kode moral dan hukum dalam agama Islam--serta mengirim sinyal perubahan yang sesuai dengan perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini di beberapa negara berpenduduk mayoritas muslim.

Tapi merealisasi potensi sistem keuangan Islam ini membutuhkan pengawasan yang kuat. Lembaga-lembaga keuangan perlu meningkatkan penyaringan (screening) pra-pinjam dan pemantauan pasca-pinjam. Problematik lainnya adalah bahwa, di banyak negara, utang mendapat perlakuan perpajakan yang menguntungkan, yang mengunggulkan leverage di atas equity dan pengaturan berbagi laba/rugi. Semua ini harus berubah.

Lagi pula kredit perumahan, asuransi bersama, leasing, dan microfinance belum berkembang dalam sistem keuangan Islam; prosedur insolvensi dan kepailitan harus ditingkatkan; dan mekanisme menangani gagal bayar “obligasi keuangan Islam” mesti diadakan. Akhirnya, lembaga-lembaga keuangan Islam mesti merespons kekhawatiran mengenai manajemen risiko likuiditas, kepatuhan kepada Basel III (standar regulasi global paling baru yang dikeluarkan Komite Supervisi Perbankan Basel), standar akuntasi internasional, dan corporate governance.

Sementara laporan yang tersiar akhir-akhir ini menekankan besaran dan pertumbuhan aset dan instrumen keuangan Islam, maka yang pada akhirnya bakal menentukan keberhasilannya adalah mutu layanan, kelanjutan inovasi finansial, dan praktek manajemen risiko yang sehat. Dengan mengatasi kekurangan-kekurangan ini, sistem keuangan Islam bisa mendorong pertumbuhan yang inklusif di banyak negara berkembang.

Jika sistem keuangan Islam mampu memecahkan persoalan-persoalan regulasi dan corporate governance, ia berpotensi memenuhi banyak kebutuhan perbankan dan investasi masyarakat yang lebih besar, melebarkan jangkauannya, dan menyumbang kepada stabilitas dan rangkulan keuangan yang lebih luas di negara-negara berkembang. Dan ini sesuatu yang pasti disambut semua orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar