LAPORAN AKHIR TAHUN 2011 INTERNASIONAL
Utang
Masih Hantui UE
Sumber : KOMPAS, 19 Desember
2011
Masalah utang yang menyelimuti kawasan Eropa
masih akan menjadi topik dan momok menakutkan pada tahun 2012. Dua tahun
terlewati, hingga kini belum ada penyelesaian serta tanda krisis akan berakhir.
Para pemimpin Eropa dua pekan lalu sepakat
untuk memperbaiki diri. Ada 26 negara, kecuali Inggris, bertekad kembali akan
menertibkan diri dan lebih disiplin dalam anggaran.
Dalam traktat baru tersebut direncanakan
defisit maksimal 0,5 persen dari produk domestik bruto, dari sebelumnya 3
persen, dan mensyaratkan adanya mekanisme koreksi otomatis pada setiap negara
ketika anggaran melenceng dari target bersama ini. Selain itu, jika ada negara
yang melanggar pagu defisit, akan mendapatkan kontrol ketat dari Uni Eropa (UE)
atas perpajakan dan belanjanya.
Tidak disiplin anggaran inilah salah satu
faktor yang membuat mereka terjebak dalam pusaran utang seperti sekarang. Sejak
awal pembentukan zona euro, 10 tahun lalu, ternyata memang banyak yang tidak
menaati aturan.
Seharusnya Jerman terdiskualifikasi karena
utangnya 60,9 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB) tahun 1999. Jerman
juga melanggar pagu defisit di atas 3 persen setiap tahun pada 2002 hingga
2005. Spanyol setali tiga uang. Rasio utangnya 62,3 persen pada 1999.
Utang
Jatuh Tempo
Tantangan pada tahun 2012, semakin banyak
utang yang jatuh tempo. Artinya, akan semakin banyak pula persediaan cadangan
dana talangan yang diperlukan untuk menjaga agar jangan ada negara mengalami
gagal bayar.
Negara-negara di zona euro harus membayar
utang jangka pendek dan jangka panjang lebih dari 1,1 triliun euro pada tahun
2012. Dari total utang tersebut, 519 miliar euro milik Italia, Perancis, dan
Jerman yang akan jatuh tempo pada semester pertama 2012. Menurut perhitungan Barclays,
sekitar 40 persen jatuh tempo pada empat bulan pertama 2012. Perbankan Eropa
memiliki utang akan jatuh tempo sebesar 665 miliar euro.
Dana cadangan saat ini hanya 440 miliar euro
yang ada pada Fasilitas Stabilitas Finansial Eropa (EFSF), ditambah dengan
kesepakatan sebesar 220 miliar euro lagi dari hasil pertemuan tingkat tinggi
dua pekan lalu. Salah satu bank besar Eropa, UBS, menyatakan, jika dana
tersebut tidak mencukupi, EFSF akan cepat mengering dan tidak dapat membatasi
dampak domino krisis ini.
Bahkan, menurut perhitungan UBS, kalaupun
EFSF berhasil meningkatkan dananya jadi 1 triliun euro, itu belum akan cukup
mengatasi ledakan utang di Spanyol dan Italia. Bank Sentral Eropa (ECB) akan
dipaksa melakukan langkah untuk menyelamatkan diri dan menyelamatkan euro,
seperti memborong obligasi dari negara tertekan utang.
Guncangan lain akan timbul dari lembaga
pemeringkat Standard & Poor’s dan Moody’s. Keduanya mengancam akan
menurunkan peringkat secara massal di Eropa. Dampak penurunan peringkat ini di
Eropa akan lebih luas karena juga akan memengaruhi pasar obligasi yang sedang
terpuruk.
Tahun
Pemilu
Beberapa pemerintahan di Eropa sudah terjatuh
karena krisis. Tahun 2012 merupakan tahun pemilu bagi Perancis, Rusia, dan AS.
Selain itu, Presiden China Hu Jintao juga akan berakhir masa jabatannya. Duet
Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan Kanselir Jerman Angela Merkel—kemudian
sering disebut Merkozy—banyak membantu keluarnya keputusan-keputusan penting di
zona euro.
Pesaing terdekat Sarkozy yang difavoritkan
adalah Francois Holande. Belum terpilih, Holande sudah menyatakan akan
melakukan negosiasi ulang atas kesepakatan traktat baru Uni Eropa. Jika kelak
memang Sarkozy tidak lagi terpilih, kemungkinan terjadi pula perubahan
kebijakan pada tataran Uni Eropa. Penggantinya belum tentu kompak dengan
Merkel.
Kekisruhan di Uni Eropa juga memberatkan
Presiden AS Barack Obama. Tahun depan, Obama harus berjuang untuk memenangi
lagi pemilu. Selama ini, situasi perekonomian AS merupakan salah satu pekerjaan
rumah terberat Obama. Obama tak hanya berkepentingan membuat perekonomian AS
membaik, tetapi juga sangat berharap perekonomian Eropa membaik.
Eropa sangat penting bagi AS. Jika Eropa
terkontraksi, ini berarti ekspor AS senilai 400 miliar dollar AS terganggu.
Akibat penurunan order, AS sulit membuka lapangan kerja. AS memiliki investasi
langsung sebesar 1 triliun dollar AS di Eropa dan pinjaman sebesar 2 triliun
dollar AS dalam kredit serta surat utang perusahaan dan pemerintahan Eropa.
Pergantian pemerintahan pada negara yang
selama ini berperan dalam mengatasi persoalan ekonomi juga akan membawa
perubahan kebijakan.
Penyelesaian
Krisis
Merkel mengakui, penyelesaian krisis di zona
euro tak dapat terjadi dalam jangka pendek. Keparahan dan kerusakan sudah
menyebar, tak banyak pilihan dalam mengakhiri krisis utang ini.
Perbaikan komitmen melalui pembuatan traktat
baru merupakan solusi jangka panjang. Solusi jangka pendeknya masih tetap
bergantung pada tindakan ECB yang membeli obligasi negara tertimbun utang.
Upaya pencarian dana keluar Eropa juga belum
terealisasi. Pemerintah China dan Jepang, yang sudah disambangi, masih belum
memastikan apakah bersedia meminjamkan uang ke Uni Eropa. China, bersama negara
berkembang lain seperti Brasil, India, Rusia, dan Afrika Selatan, lebih senang
meminjamkan dananya melalui Dana Moneter Internasional (IMF) ketimbang langsung
ke Uni Eropa melalui mekanisme EFSF. Negara berkembang mengambil kesempatan ini
untuk meminta hak suara lebih besar di IMF.
Daripada meminjam dana dari luar, ada juga
yang mengusulkan agar ECB mencetak uang. Konsekuensinya, hal ini akan membuat
laju inflasi meninggi.
Dampak
Ikutannya
Krisis Eropa sudah terasa di Asia, terutama
pada negara pengekspor. Aktivitas manufaktur China melemah karena kurangnya
order dari Eropa dan AS. Pebisnis Jepang pesimistis.
Di Indonesia, dampaknya juga terasa pada
pasar modal. Investor dari Eropa dan AS dengan cepat menarik diri dan
menanamkan dana mereka di pasar saham. Ekspor barang mentah ke China dan India
juga akan menurun karena penurunan permintaan dari Eropa. Rupiah dapat tertekan
jika investor asing beramai-ramai keluar dari pasar surat utang negara. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar