Selasa, 20 Desember 2011

Teguran Keras Pemanasan Global


LAPORAN AKHIR TAHUN 2011 INTERNASIONAL
Teguran Keras Pemanasan Global
Sumber : KOMPAS, 19 Desember 2011


Tahun ini alam memberikan peringatan yang sangat keras kepada dunia. Rentetan bencana dengan skala luar biasa terjadi di berbagai penjuru dunia hampir sepanjang tahun.

Tiga gempa besar mengguncang sejumlah negara tahun ini. Gempa berkekuatan 6,3 skala Richter mengusik ketenangan hidup di Christchurch, Selandia Baru, pada 22 Februari. Tak kurang dari 176 orang tewas dalam bencana tersebut.

Lalu, pada 11 Maret, gempa 9,0 skala Richter mengguncang pantai timur laut Jepang, menimbulkan tsunami raksasa yang memorakporandakan kota-kota di pesisir. Data terakhir hingga September 2011 menyebutkan, bencana itu menyebabkan 15.841 orang tewas, 5.890 orang terluka, dan 3.490 orang masih hilang.

Selain itu, gempa juga memicu bencana nuklir terburuk setelah Chernobyl setelah tiga dari enam reaktor nuklir di PLTN Fukushima Daiichi meleleh. Belum lagi dampak terhadap ekonomi setelah rantai produksi industri otomotif, elektronik, dan beberapa industri berat terputus.

Menjelang musim dingin di belahan bumi utara, gempa 7,1 skala Richter mengguncang Provinsi Van di Turki timur. Selain menewaskan 604 orang dan melukai 4.152 orang, gempa itu meluluhlantakkan tak kurang dari 6.000 bangunan, membuat sekitar 60.000 warga harus menghabiskan musim dingin tahun ini di tenda-tenda darurat.

Dampak Bencana

Di luar bencana yang sifatnya tektonik dan vulkanik itu, tahun 2011 juga dipenuhi dengan bencana besar yang terkait dengan cuaca ekstrem. Dimulai dari banjir besar di Australia pada Januari, gelombang tornado di AS pada akhir April, kekeringan dan kelaparan di Afrika Timur pada Juli, taifun di Filipina pada awal Oktober, badai salju ”salah musim” di AS pada akhir Oktober, hingga banjir besar Thailand yang melanda sejak Juli hingga November.

Bencana-bencana ini menimbulkan korban dan kerugian yang tak sedikit dan mencatat sejumlah ”rekor” baru. Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Rio de Janeiro, Brasil, pertengahan Januari lalu, merenggut nyawa sedikitnya 903 orang. Bencana ini disebut-sebut sebagai bencana cuaca terburuk dalam sejarah Brasil.

Banjir di Queensland, Australia, yang menewaskan 35 orang dan menimbulkan kerugian hingga 1 miliar dollar Australia (Rp 8,9 triliun), dinyatakan sebagai banjir terburuk dalam 50 tahun terakhir. Demikian juga banjir di Thailand, yang menghilangkan nyawa lebih dari 600 orang dan menelan kerugian sekitar 45 miliar dollar AS.

Dampak bencana pun tak berhenti sampai saat air sudah surut atau gempa susulan sudah berlalu. Di dunia yang telah menyatu saat ini, satu kejadian di negara tertentu bisa seketika berpengaruh terhadap negara yang jauh dari pusat bencana.

Gempa di Jepang, misalnya, membuat industri mobil di hampir seluruh dunia terganggu karena pabrik pembuat beberapa komponen vital otomotif ikut rusak atau tutup akibat gempa dan tsunami. Beberapa negara pun mulai memikirkan sumber pasokan komponen alternatif di luar Jepang.

Demikian juga banjir besar di Thailand, yang menghentikan produksi pabrik-pabrik otomotif dan elektronik dari Jepang, seperti Honda, Toyota, dan Nikon. Menyadari fakta bahwa investasi mereka di negara itu bisa terancam sewaktu-waktu, beberapa perusahaan Jepang dikabarkan mulai berpikir mencari negara lain untuk membangun pabrik.

Banjir di Australia memaksa beberapa raksasa pertambangan batubara berhenti berproduksi dan jalur ekspor terputus. Australia adalah negara pengekspor terbesar batubara kokas dan terbesar kedua batubara termal sehingga penghentian produksi dan ekspor ini membuat beberapa negara mulai mencari alternatif sumber batubara baru.

Dinamika hubungan internasional dan relasi antarnegara pun berubah. Jika berlangsung terus-menerus, bencana-bencana berskala sebesar ini bukan tak mungkin akan mengubah peta geopolitik dunia.

Dampak Perubahan Iklim

Apa penyebab berbagai bencana alam yang jumlahnya makin banyak, makin merata, dengan skala yang makin besar, dan kedatangannya makin sukar diprediksi itu?
Para ilmuwan berpendapat, semua bencana akibat cuaca ekstrem adalah dampak tak terbantahkan dari perubahan iklim akibat pemanasan global. ”(Cuaca) ekstrem ini adalah aspek paling kentara dari perubahan iklim. Saya pikir masyarakat menyadari itu,” tutur Jerry Meehl, ilmuwan senior dari Pusat Riset Atmosfer Nasional AS, seperti dikutip Associated Press.

Kenaikan suhu udara memicu penguapan air yang tinggi yang menyebabkan jumlah uap air di udara makin banyak. Suhu panas juga menambah jumlah energi pada sistem cuaca sehingga meningkatkan kemungkinan curah hujan yang tinggi dan dinamika pembentukan badai dan topan.  (dahono fitrianto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar