LAPORAN AKHIR TAHUN 2011 INTERNASIONAL
Teguran
Keras Pemanasan Global
Sumber : KOMPAS, 19 Desember
2011
Tahun ini alam memberikan peringatan yang
sangat keras kepada dunia. Rentetan bencana dengan skala luar biasa terjadi di
berbagai penjuru dunia hampir sepanjang tahun.
Tiga gempa besar mengguncang sejumlah negara
tahun ini. Gempa berkekuatan 6,3 skala Richter mengusik ketenangan hidup di
Christchurch, Selandia Baru, pada 22 Februari. Tak kurang dari 176 orang tewas
dalam bencana tersebut.
Lalu, pada 11 Maret, gempa 9,0 skala Richter
mengguncang pantai timur laut Jepang, menimbulkan tsunami raksasa yang
memorakporandakan kota-kota di pesisir. Data terakhir hingga September 2011
menyebutkan, bencana itu menyebabkan 15.841 orang tewas, 5.890 orang terluka,
dan 3.490 orang masih hilang.
Selain itu, gempa juga memicu bencana nuklir
terburuk setelah Chernobyl setelah tiga dari enam reaktor nuklir di PLTN
Fukushima Daiichi meleleh. Belum lagi dampak terhadap ekonomi setelah rantai
produksi industri otomotif, elektronik, dan beberapa industri berat terputus.
Menjelang musim dingin di belahan bumi utara,
gempa 7,1 skala Richter mengguncang Provinsi Van di Turki timur. Selain
menewaskan 604 orang dan melukai 4.152 orang, gempa itu meluluhlantakkan tak
kurang dari 6.000 bangunan, membuat sekitar 60.000 warga harus menghabiskan
musim dingin tahun ini di tenda-tenda darurat.
Dampak
Bencana
Di luar bencana yang sifatnya tektonik dan
vulkanik itu, tahun 2011 juga dipenuhi dengan bencana besar yang terkait dengan
cuaca ekstrem. Dimulai dari banjir besar di Australia pada Januari, gelombang
tornado di AS pada akhir April, kekeringan dan kelaparan di Afrika Timur pada
Juli, taifun di Filipina pada awal Oktober, badai salju ”salah musim” di AS
pada akhir Oktober, hingga banjir besar Thailand yang melanda sejak Juli hingga
November.
Bencana-bencana ini menimbulkan korban dan
kerugian yang tak sedikit dan mencatat sejumlah ”rekor” baru. Banjir bandang
dan tanah longsor yang melanda Rio de Janeiro, Brasil, pertengahan Januari
lalu, merenggut nyawa sedikitnya 903 orang. Bencana ini disebut-sebut sebagai
bencana cuaca terburuk dalam sejarah Brasil.
Banjir di Queensland, Australia, yang
menewaskan 35 orang dan menimbulkan kerugian hingga 1 miliar dollar Australia
(Rp 8,9 triliun), dinyatakan sebagai banjir terburuk dalam 50 tahun terakhir.
Demikian juga banjir di Thailand, yang menghilangkan nyawa lebih dari 600 orang
dan menelan kerugian sekitar 45 miliar dollar AS.
Dampak bencana pun tak berhenti sampai saat
air sudah surut atau gempa susulan sudah berlalu. Di dunia yang telah menyatu
saat ini, satu kejadian di negara tertentu bisa seketika berpengaruh terhadap
negara yang jauh dari pusat bencana.
Gempa di Jepang, misalnya, membuat industri
mobil di hampir seluruh dunia terganggu karena pabrik pembuat beberapa komponen
vital otomotif ikut rusak atau tutup akibat gempa dan tsunami. Beberapa negara
pun mulai memikirkan sumber pasokan komponen alternatif di luar Jepang.
Demikian juga banjir besar di Thailand, yang
menghentikan produksi pabrik-pabrik otomotif dan elektronik dari Jepang,
seperti Honda, Toyota, dan Nikon. Menyadari fakta bahwa investasi mereka di
negara itu bisa terancam sewaktu-waktu, beberapa perusahaan Jepang dikabarkan
mulai berpikir mencari negara lain untuk membangun pabrik.
Banjir di Australia memaksa beberapa raksasa
pertambangan batubara berhenti berproduksi dan jalur ekspor terputus. Australia
adalah negara pengekspor terbesar batubara kokas dan terbesar kedua batubara
termal sehingga penghentian produksi dan ekspor ini membuat beberapa negara
mulai mencari alternatif sumber batubara baru.
Dinamika hubungan internasional dan relasi
antarnegara pun berubah. Jika berlangsung terus-menerus, bencana-bencana berskala
sebesar ini bukan tak mungkin akan mengubah peta geopolitik dunia.
Dampak
Perubahan Iklim
Apa penyebab berbagai bencana alam yang
jumlahnya makin banyak, makin merata, dengan skala yang makin besar, dan
kedatangannya makin sukar diprediksi itu?
Para ilmuwan berpendapat, semua bencana
akibat cuaca ekstrem adalah dampak tak terbantahkan dari perubahan iklim akibat
pemanasan global. ”(Cuaca) ekstrem ini adalah aspek paling kentara dari
perubahan iklim. Saya pikir masyarakat menyadari itu,” tutur Jerry Meehl,
ilmuwan senior dari Pusat Riset Atmosfer Nasional AS, seperti dikutip
Associated Press.
Kenaikan suhu udara memicu penguapan air yang
tinggi yang menyebabkan jumlah uap air di udara makin banyak. Suhu panas juga
menambah jumlah energi pada sistem cuaca sehingga meningkatkan kemungkinan
curah hujan yang tinggi dan dinamika pembentukan badai dan topan. ● (dahono
fitrianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar