Selasa, 20 Desember 2011

Tantangan Peran Global Indonesia


MENYAMBUT INDONESIA 2012
Tantangan Peran Global Indonesia
Sumber : SINDO, 19 Desember 2011



Tahun 2012 akan menjadi masa yang berat bagi Indonesia. Banyak tantangan yang harus dihadapi di tingkat regional dan internasional, di dalam negeri pun masih banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan.

Di level regional, kiprah Indonesia di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada 2012 akan semakin kurang dominan karena sudah tidak menjadi ketua. Pada 2012 posisi ketua ASEAN dipegang Kamboja. Padahal pada tahun itu kondisi geopolitik regional dan global sedang mengalami perubahan yang sangat cepat dan signifikan.

Penempatan 2.500 marinir Amerika Serikat (AS) di Australia akan semakin memperkeruh stabilitas regional ASEAN. Ditambah lagi dengan semakin memanasnya konflik di Laut China Selatan. Di sisi lain, ASEAN sedang berkutat dengan berbagai masalah internal masing-masing anggota yang belum terselesaikan. Lantas bagaimana dengan kiprah Indonesia pada 2012? ”Sebetulnya diplomasi kita pada 2012 akan jauh lebih sulit dan lebih keras.

Banyak tantangan yang dihadapi dalam hubungan bilateral dan multilateral.Pekerjaan rumah kita dengan negara tetangga masih banyak yang belum diselesaikan,misalnya dengan Malaysia,Singapura,Timor Leste,bahkan Papua Nugini,” ujar Profesor Anak Agung Banyu Perwita, Ketua Jurusan Hubungan Internasional, President University,kepada SINDO.

Menurut Profesor Banyu, banyak masalah domestik Indonesia yang belum selesai, antara lain di Papua, mekanisme koordinasi Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan yang belum beres,serta masalah perbatasan dengan negara-negara tetangga.”Di tahun depan kita masih disibukkan oleh berbagai masalah di tingkat domestik. Sementara ada penempatan 2.500 marinir AS di Australia. Penempatan marinir AS itu berpengaruh besar dalam perubahan geopolitik kawasan,” tuturnya.

Tantangan semakin berat bagi ASEAN karena organisasi regional ini mencoba menggelindingkan rencana Bali Concord 3 tahun depan, dengan keanggotaan Timor Leste,serta ambisi pembentukan komunitas ekonomi, politik,d an keamanan kawasan. Pertanyaan besar lainnya adalah apakah Kamboja mampu berperan maksimal sebagai ketua ASEAN pada 2012?

”Kamboja akan mengalami kesulitan dalam pola interaksi negara-negara besar di ASEAN. Kita ingin mendorong ASEAN Community, dan komunitas politik dan keamanan, serta menyelesaikan banyak masalah perbatasan di ASEAN. Padahal Kamboja berkonflik perbatasan dengan Thailand. Apalagi China juga memberikan respons terhadap penempatan marinir AS di Australia,” ungkap Profesor Banyu.

Banyu memperkirakan masa yang muram bagi ASEAN pada 2012.” Di bawah kepemimpinan Kamboja, ASEAN akan stagnan dan lebih banyak menghadapi masalah internal, ”katanya. Dengan semakin menguatnya pengaruh China di Asia Tenggara, Profesor Banyu melihat kemungkinan Kamboja akan lebih mengandalkan Beijing sebagai pengimbang AS.

”Selain itu ada perkembangan hubungan Myanmar dan AS. China tak akan tinggal diam dengan menguatnya pengaruh AS di Myanmar.China akan lebih menguatkan pengaruhnya di ASEAN,” ungkapnya. Di tengah kompleksitas permasalahan domestik, regional, dan global, lantas bagaimana kiprah Indonesia dalam berbagai organisasi multilateral seperti G20 dan APEC pada 2012?

”Tahun depan tak banyak yang bisa diharapkan dari kiprah Indonesia di dunia global,” papar Banyu, ”saya tak terlalu berharap Indonesia dapat memerankan peran lebih baik. Masih banyak pekerjaan rumah di dalam negeri yang harus diselesaikan. Indonesia di G-20 atau organisasi multilateral lain akan lebih banyak menerapkan diplomasi megafon, yakni diplomasi yang formal dan tidak terlalu banyak mempengaruhi arah kebijakan.”

Namun,di tengah ketidakpastian dalam konflik di Laut China Selatan Profesor Banyu melihat perkembangan baik dengan adanya kesepakatan yang tercapai dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur di Bali tahun 2011.” Kita sudah cukup maju, saat ini ada Code of Conduct, meski secara implementasi saya tak melihat terlalu jauh. Terkait apakah China akan mematuhinya, penerapannya ditentukan apakah kepentingan China tak terganggu,” kata Profesor Banyu yang juga mengajar di Universitas Pertahanan Indonesia.

Profesor Banyu memperingatkan agar Indonesia lebih waspada dengan langkah-langkah militer AS di Asia. ”Penempatan marinir AS di Darwin, Australia, akan membuat China lebih agresif. China akan tetap menggunakan kekuatan softpowerdan kekuatan militernya. Juru Bicara Pemerintah China sudah mengatakan bahwa penempatan marinir AS di Darwin menunjukkan mentalitas perang dingin yang dicirikan dengan unjuk kekuatan militer,” tuturnya.

Indonesia merupakan negara kaya dengan sumber daya alam,namun yang menikmatinya justru negaranegara asing. Padahal jika semua potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya dimanfaatkan secara maksimal,itu akan menjadi kekuatan besar bagi Indonesia. Menurut Banyu, Indonesia memiliki kekuatan yang belum dimainkan dalam diplomasi multilateral.” Kita memiliki kekuatan ekonomi yang baik.Krisis Eropa yang sedang terjadi dampaknya tidak terasa di negara kita.

Bahkan tanda-tanda krisis itu pun belum muncul di sini. Selain itu,Indonesia memiliki posisi strategis,” katanya. Posisi strategis yang dapat dimainkan Indonesia adalah dengan memanfaatkan perebutan pengaruh yang sedang terjadi di Asia, antara AS dan China. Ketegangan yang terjadi antara kedua pihak itu seharusnya dapat dimanfaatkan bagi tujuan strategis Indonesia.

Sayangnya,Indonesia terkesan tidak memiliki daya tawar dalam menghadapi berbagai manuver negaranegara besar di Asia.Misalnya saja terkait rencana penempatan 2.500 marinir AS di Australia pada 2012.” Saya khawatir kita mengiyakan kehadiran pasukan AS di Australia.Pemimpin kita tidak melakukan apa-apa dengan rencana penempatan pasukan AS tersebut. Kita sangat tidak konsisten dalam menerapkan politik bebas aktif di kawasan,” sesalnya.

Tak ada pilihan lain, pemimpin Indonesia harus bertindak cepat dengan mengamankan kepentingan nasional.Keberadaan marinir AS di Australia dapat dilihat sebagai shockdan pressure nyata di Asia Tenggara. Meskipun Washington berdalih penempatan pasukan itu untuk kerja sama dalam penanganan bencana. Namun,motif lain dari keberadaan pasukan asing dalam jumlah besar itu sudah jelas dapat terbaca.

Keberadaan ribuan anggota pasukan marinir AS itu tampaknya memiliki pengaruh atas semakin beraninya Gerakan Papua Merdeka memublikasikan aksi-aksi mereka. Pemimpin kita juga terkesan kurang tegas dalam menindak Gerakan Papua Merdeka karena seakan ada intervensi asing yang menghalangi. ”Kita harus melindungi kepentingan nasional dalam diplomasi-diplomasi kita.

Caranya antara lain dengan modernisasi alutsista, perubahan kebijakan militer, prioritas penempatan pasukan di wilayah timur Indonesia,dan penguatan pangkalan militer di Natuna, Manado,dan Makassar,” papar Profesor Banyu, ”dalam kebijakan luar negeri,kita harus melakukan pendekatan ke China, Filipina ,Australia, dan Papua Nugini.” Posisi strategis Indonesia seharusnya dapat dimaksimalkan dengan menjalin berbagai kerja sama dengan negara-negara lain.

”Indonesia juga perlu menjajaki kerja sama dengan Rusia, sebagai pengimbang AS. Kita bangun hubungan strategis antara Indonesia dan Rusia, serta Indonesia dan China, ” ungkapnya. Rusia dan China dianggap dapat memainkan peran pengimbang bagi berbagai manuver AS di Asia Tenggara. Rusia yang mumpuni dalam bidang persenjataan dan China yang memiliki kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, dapat dimanfaatkan untuk membantu Indonesia membangun ekonomi dan kekuatan militernya.

Jika ekonomi dan militer yang kuat itu ditambah dengan kematangan bangsa dalam berdemokrasi,ketiga hal ini menjadi kekuatan Indonesia dalam diplomasi global. Tanpa tiga pilar itu, kita hanya akan menjalankan diplomasi megafon, entuk diplomasi yang formal, lemah, dan tak banyak diperhitungkan negara lain.
 
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar