Sentimen
Penembakan Pesawat AS
Andi Purnomo, DOSEN HUBUNGAN INTERNASIONAL,
DEKAN FISIP UNIVERSITAS WAHID
HASYIM (UNWAHAS) SEMARANG
Sumber : SUARA MERDEKA, 19 Desember 2011
”Amerika
tidak mau kecolongan Iran menjadi kekuatan militer dominan di Timur Tengah sehingga
berupaya keras memata-matainya”
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Barack Obama
secara terbuka meminta Iran mengembalikan pesawat mata-mata tanpa awak RQ 170
Sentinel yang ditembak jatuh Teheran awal Desember ini. Namun Iran sendiri
tegas menolak permintaan Washington tersebut. Apa makna peristiwa ini bagi
kedua negara di tengah hubungan yang terus
memanas?
Penembakan pesawat RQ 170 yang memasuki 250
kilometer wilayah Iran menjadi front baru konflik kedua negara. Peristiwa ini
terjadi di tengah hubungan bilateral yang memburuk terutama terkait penjatuhan
sanksi terbaru terhadap Iran dan perusahaannya terkait tuduhan program
nuklirnya. Medan baru konflik ini tak terelakkan tidak hanya karena akibat
latennya pertentangan kedua negara, tetapi juga karena secara hakiki kekuatan
militer, termasuk pesawat siluman, memiliki empat fungsi
vital.
Pertama; kekuatan militer memerankan fungsi
citra kekuatan sehingga memunculkan pengakuan dan rasa segan pihak lain. Selama
ini AS sangat mengagungkan keunggulan teknologi militernya sebagai bukti
posisinya sebagai hyperpower dunia. Ia menggelarnya dalam berbagai pameran
persenjataan termasuk memamerkannya secara demonstratif dalam berbagai
perang seperti Badai Gurun 1991 yang mengusir Irak dari Kuwait, konflik Balkan
1990-an, serangan ke Afghanistan sejak 2001, perang ke Irak sejak 2003,
dan serangan ke Libia.
Kedua; militer memiliki fungsi penangkalan
sehingga pemilik persenjataan secara otomatis memiliki perisai efektif dari
ambisi ofensif pihak lain. Berbagai pernyataan verbal ataupun gelar kekuatan AS
secara nyata di Teluk Persia adalah juga aksi unjuk gigi agar Iran tidak
ceroboh untuk menentang kepentingan AS dan sekutunya di Timur Tengah. Di sisi
lain Iran tidak kalah garang dengan terus memublikasikan capaian berbagai
teknologi persenjataannya, baik rudal jelajah, antipesawat, maupun lainnya. Ini
tentu agar AS tidak menganggap remeh kekuatan Iran.
Iran secara tegas juga membuat pernyataan
bahwa persenjataannya siap meladeni AS, Israel, atau sekutunya. Ketiga; fungsi
kekuatan militer sebagai kekuatan menyerang. Militer sebagai bagian dari hard
power sangat berguna sebagai alat pemaksa pencapaian kepentingan. Dalam konteks
ini, AS sedang memaksa mengorek informasi sebanyak-banyaknya dari Iran. Menurut
pejabat AS, pesawat Sentinel RQ-170 yang dirancang untuk menghindari radar
untuk penerbangan pengintaian itu sedang dalam misi CIA.
Mempelajari
Teknologi
Amerika tampaknya tidak mau kecolongan Iran
menjadi kekuatan militer dominan Timur Tengah sehingga berupaya keras
memata-matainya. Apalagi sejak Revolusi Islam 1969, Iran berada di luar orbit
pengaruhnya dan menjadi axis of evil (poros setan) menurut George Bush yang
sangat dikhawatirkan AS. Keempat; fungsi kekuatan militer sebagai pertahanan. Dalam
pola interaksi internasional yang konfliktual maka keselamatan negara sangat
ditentukan oleh kemampuan mempertahankan diri secara mandiri.
Dalam konteks ini maka membangun kemampuan
militer menjadi keniscayaan semua negara. Alih- alih meminta maaf permintaan
pengembalian pesawat siluman oleh Obama adalah naif. Selain malu tercoreng
citranya, AS tampaknya khawatir Iran meniru dan mengeksploitasi teknologi
canggih pesawat. Di sisi lain, Iran justru mengampanyekan kutukan dan sanksi
bagi Amerika atas pelanggaran wilayah kedaulatannya secara tidak sah.
Iran bahkan berencana menggugat AS dan salah
satu pejabat keamanan nasionalnya menyebut peristiwa ini sebagai upaya invasi.
Dalam pandangan realisme politik internasional, keamanan nasional termasuk
penjagaan wilayah memang menjadi sisi paling sensitif dari kepentingan nasional
yang pasti akan selalu diupayakan negara.
Dunia menanti perkembangan kasus ini, namun
tampaknya mustahil Ahmadinejad akan tunduk dan mau menerima permintaan Obama.
Iran justru bergeming dan Menteri Pertahanan Ahmad Vahidi, tegas menyebut
pesawat itu sebagai propertinya. China malah telah menyatakan
keinginannya mempelajari pesawat itu.
Iran juga telah berkomunikasi dengan Rusia,
dan hal itu tidak hanya menguatkan aliansi strategis mereka tetapi juga
menunjukkan penentangan, kalau tidak mau menyebutnya pelecehan terhadap
dominasi dan juga arogansi Amerika. Ini juga menegaskan penentangan nyata yang
terus ditunjukkan rezim Ahmadinejad sehingga ia sering disebut Soekarno Kecil. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar