Senin, 19 Desember 2011

Sentimen Penembakan Pesawat AS

Sentimen Penembakan Pesawat AS
Andi Purnomo, DOSEN HUBUNGAN INTERNASIONAL,
DEKAN FISIP UNIVERSITAS WAHID HASYIM (UNWAHAS) SEMARANG
Sumber : SUARA MERDEKA, 19 Desember 2011



”Amerika tidak mau kecolongan Iran menjadi kekuatan militer dominan di Timur Tengah sehingga berupaya keras memata-matainya”

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Barack Obama secara terbuka meminta Iran mengembalikan pesawat mata-mata tanpa awak RQ 170 Sentinel yang ditembak jatuh Teheran awal Desember ini. Namun Iran sendiri tegas menolak permintaan Washington tersebut. Apa makna peristiwa ini bagi kedua negara di tengah hubungan yang terus memanas?            

Penembakan pesawat RQ 170 yang memasuki 250 kilometer wilayah Iran menjadi front baru konflik kedua negara. Peristiwa ini terjadi di tengah hubungan bilateral yang memburuk terutama terkait penjatuhan sanksi terbaru terhadap Iran dan perusahaannya terkait tuduhan program nuklirnya. Medan baru konflik ini tak terelakkan tidak hanya karena akibat latennya pertentangan kedua negara, tetapi juga karena secara hakiki kekuatan militer, termasuk pesawat siluman, memiliki empat fungsi vital.            

Pertama; kekuatan militer memerankan fungsi citra kekuatan sehingga memunculkan pengakuan dan rasa segan pihak lain. Selama ini AS sangat mengagungkan keunggulan teknologi militernya sebagai bukti posisinya sebagai hyperpower dunia. Ia menggelarnya dalam berbagai pameran persenjataan  termasuk memamerkannya secara demonstratif dalam berbagai perang seperti Badai Gurun 1991 yang mengusir Irak dari Kuwait, konflik Balkan 1990-an,  serangan ke Afghanistan sejak 2001, perang ke Irak sejak 2003, dan serangan ke Libia.

Kedua; militer memiliki fungsi penangkalan sehingga pemilik persenjataan secara otomatis memiliki perisai efektif dari ambisi ofensif pihak lain. Berbagai pernyataan verbal ataupun gelar kekuatan AS secara nyata di Teluk Persia adalah juga aksi unjuk gigi agar Iran tidak ceroboh untuk menentang kepentingan AS dan sekutunya di Timur Tengah. Di sisi lain Iran tidak kalah garang dengan terus memublikasikan capaian berbagai teknologi persenjataannya, baik rudal jelajah, antipesawat, maupun lainnya. Ini tentu agar AS tidak menganggap remeh kekuatan Iran.

Iran secara tegas juga membuat pernyataan bahwa persenjataannya siap meladeni AS, Israel, atau sekutunya. Ketiga; fungsi kekuatan militer sebagai kekuatan menyerang. Militer sebagai bagian dari hard power sangat berguna sebagai alat pemaksa pencapaian kepentingan. Dalam konteks ini, AS sedang memaksa mengorek informasi sebanyak-banyaknya dari Iran. Menurut pejabat AS, pesawat Sentinel RQ-170 yang dirancang untuk menghindari radar untuk penerbangan pengintaian itu sedang dalam misi CIA.

Mempelajari Teknologi

Amerika tampaknya tidak mau kecolongan Iran menjadi kekuatan militer dominan Timur Tengah sehingga berupaya keras memata-matainya. Apalagi sejak Revolusi Islam 1969, Iran berada di luar orbit pengaruhnya dan menjadi axis of evil (poros setan) menurut George Bush yang sangat dikhawatirkan AS. Keempat; fungsi kekuatan militer sebagai pertahanan. Dalam pola interaksi internasional yang konfliktual maka keselamatan negara sangat ditentukan oleh kemampuan mempertahankan diri secara mandiri.

Dalam konteks ini maka membangun kemampuan militer menjadi keniscayaan semua negara. Alih- alih meminta maaf permintaan pengembalian pesawat siluman oleh Obama adalah naif. Selain malu tercoreng citranya, AS tampaknya khawatir Iran meniru dan mengeksploitasi teknologi canggih pesawat. Di sisi lain, Iran justru mengampanyekan kutukan dan sanksi bagi Amerika atas pelanggaran wilayah kedaulatannya secara tidak sah.  

Iran bahkan berencana menggugat AS dan salah satu pejabat keamanan nasionalnya menyebut peristiwa ini sebagai upaya invasi. Dalam pandangan realisme politik internasional, keamanan nasional termasuk penjagaan wilayah memang menjadi sisi paling sensitif dari kepentingan nasional yang pasti akan selalu diupayakan negara.

Dunia menanti perkembangan kasus ini, namun tampaknya mustahil Ahmadinejad akan tunduk dan mau menerima permintaan Obama. Iran justru bergeming dan Menteri Pertahanan Ahmad Vahidi, tegas menyebut pesawat itu sebagai propertinya. China malah telah menyatakan keinginannya  mempelajari pesawat itu.

Iran juga telah berkomunikasi dengan Rusia, dan hal itu tidak hanya menguatkan aliansi strategis mereka tetapi juga menunjukkan penentangan, kalau tidak mau menyebutnya pelecehan terhadap dominasi dan juga arogansi Amerika. Ini juga menegaskan penentangan nyata yang terus ditunjukkan rezim Ahmadinejad sehingga ia sering disebut Soekarno Kecil.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar