Revolusi
Teknologi dalam Layanan Jasa
Jeffrey D. Sachs, GURU BESAR EKONOMI DAN DIREKTUR EARTH INSTITUTE DI
COLUMBIA UNIVERSITY
Sumber : KORAN TEMPO, 5 Desember 2011
Dalam ilmu ekonomi ada pandangan yang terkenal bahwa biaya jasa
(seperti biaya layanan kesehatan dan pendidikan) cenderung meningkat seiring
dengan meningkatnya harga barang (seperti makanan, minyak, dan mesin). Pendapat
ini tampaknya benar: orang di mana-mana di dunia sekarang ini hampir tidak
mampu
membayar biaya layanan kesehatan dan pendidikan—biaya yang
tampaknya
meningkat setiap tahun lebih cepat ketimbang inflasi secara
keseluruhan. Tapi biaya
jasa kesehatan, pendidikan, dan jasa-jasa lainnya itu bisa menurun
dengan tajam
berkat revolusi teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang
berlangsung saat ini.
Biaya jasa dibandingkan dengan harga barang bergantung pada
produktivitas. Jika petani lebih mahir menanam pangan, sedangkan guru kurang
mahir mengajar anak didik, harga pangan bakal cenderung turun dibanding biaya
pendidikan. Lagi pula proporsi populasi yang terlibat dalam bidang pertanian
juga bakal berkurang, karena sekarang tidak banyak lagi petani yang dibutuhkan
untuk menghasilkan pangan di seluruh negeri.
Inilah pola jangka panjang yang telah kita saksikan: pangsa tenaga
kerja di bidang produksi barang telah menurun, sedangkan harga barang telah
menurun pula dibanding biaya jasa. Di Amerika Serikat, sekitar 4 persen dari
rakyatnya pada 1950 bekerja di bidang pertanian, 38 persen di bidang industri
(termasuk pertambangan, konstruksi, dan manufaktur), serta 58 persen di bidang
jasa. Menjelang 2010, proporsinya berubah masing-masing menjadi sekitar 2
persen, 17 persen, dan 81 persen. Sementara itu, biaya jasa kesehatan dan
pendidikan telah melonjak bersama biaya jasa lainnya.
Tapi revolusi produktivitas di bidang jasa sekarang bisa
terwujudkan. Sebagai guru besar, saya merasakan ini dalam ruang kelas saya
mengajar. Sejak saya mulai mengajar 30 tahun yang lalu, tampaknya teknologi
yang digunakan tidak banyak berubah. Katakan saya berdiri di depan kelas dan
memberi kuliah selama satu jam. Benar, papan tulis sudah berganti dengan
proyektor, dan kemudian dengan PowerPoint, tapi “sistem (dasar) produksi ruang
kelas” itu tampaknya tidak banyak
berubah.
Dalam dua tahun terakhir ini, semuanya telah berubah—menuju
perbaikan. Pada pukul 8 pagi setiap Selasa, kami menghidupkan komputer di
Columbia University dan ikut dalam sebuah “ruang kelas global” bersama 20
universitas lainnya di seantero dunia. Seorang guru besar atau pakar
pembangunan di suatu negara memberikan kuliah, sedangkan beratusratus mahasiswa
mendengarkan lewat videoconferencing.
Teknologi informasi dengan drastis telah mengubah ruang kelas dan
menekan biaya produksi materi pendidikan berkelas. Banyak universitas sekarang
menempatkan kegiatan mengajarnya online gratis, sehingga semua orang di
dunia bisa mengikuti kuliah fisika, matematika, atau ekonomi dari tenaga
pengajar kelas dunia. Di Stanford University, musim gugur ini dua guru besar
ilmu komputer memberi kuliah online bagi mahasiswa di mana saja di
dunia; sekarang sebanyak 58 ribu mahasiswa telah tercatat mengikuti kuliah mereka.
Terobosan yang sama yang sekarang bisa dilakukan di bidang
pendidikan ini bisa juga dilakukan di bidang layanan kesehatan. Sistem layanan
kesehatan Amerika kesohor mahalnya, karena banyak di antara biaya utama layanan
ini dikendalikan oleh Ikatan Dokter Amerika dan perusahaan-perusahaan asuransi kesehatan
swasta sebagai pemegang monopoli yang melambungkan harga. Monopoli biaya
seperti ini harus diakhiri.
Namun ada alasan lain tingginya biaya layanan kesehatan ini.
Banyak orang menderita penyakit kronis, seperti sakit jantung, diabetes,
obesitas, dan depresi serta gangguan mental lainnya. Penyakit-penyakit ini bisa
menelan biaya yang tinggi jika penderita tidak mendapat perawatan dan penanganan
yang baik. Banyak sudah orang akhirnya masuk ruang rawat darurat rumah sakit
karena mereka tidak memperoleh advis dan bantuan untuk menjaga kondisi
kesehatan mereka atau mencegah timbulnya penyakit itu sendiri.
Sekarang teknologi informasi bisa membantu mereka.
Perusahaan-perusahaan yang inovatif, seperti CareMore di California, telah
menggunakan ICT untuk menjaga agar pasien-pasien mereka tetap sehat dan
dijauhkan dari rumah sakit. Misalnya, ketika para pasien CareMore setiap hari
memeriksakan berat badan mereka pada timbangan di rumah, angka berat badan
mereka itu diteruskan ke unit layanan kesehatan CareMore. Jika terjadi
perubahan berat badan yang membahayakan, yang bisa disebabkan oleh gagal
jantung kongestif, CareMore segera menjemput serta membawa pasien itu ke
rumah sakit untuk diperiksa dengan cepat, dan dengan demikian
mencegah terjadinya
krisis yang mematikan.
Pendekatan-pendekatan yang dilakukan perusahaan yang inovatif ini
menggabungkan
tiga ide. Pertama, menggunakan ICT untuk membantu
individu-individu memantau kondisi kesehatan mereka, dan menghubungkan individu
itu dengan dokter ahli. Kedua, memberdayakan pekerja kesehatan masyarakat
memberikan layanan berbasis rumah guna mencegah timbulnya penyakit yang lebih
serius dan menekan biaya dokter serta rumah sakit yang tinggi itu.
Ketiga, mengenali bahwa banyak penyakit itu timbul atau memburuk
karena keadaan sosial individu yang bersangkutan. Mungkin pasien itu terpencil,
seorang diri, menderita depresi, terkena PHK, atau menghadapi persoalan pribadi
atau keluarga lainnya. Jika kondisi sosial ini dibiarkan tanpa penanganan, bisa
timbul keadaan medis yang serius, yang memerlukan biaya penanganan yang mahal
atau bahkan membawa kematian.
Karena itu, layanan kesehatan yang baik holistik sifatnya, artinya
membantu orang
bukan hanya sebagai pasien yang tiba di ruang rawat darurat rumah
sakit, tapi juga sebagai individu dan anggota keluarga di rumah mereka serta
dalam lingkungan
masyarakat mereka sendiri. Layanan kesehatan holistik itu lebih
manusiawi, efektif, dan efisien dari segi biaya. Revolusi ICT membukakan jalan
menuju layanan kesehatan holistik yang baru dan ampuh.
Dalam bahasa ekonomi, ICT itu disruptive, artinya bakal
memenangi persaingan melawan cara-cara yang mahal harganya yang ada sekarang.
Melaksanakan teknologi
yang disruptive itu tidak mudah. Mereka yang mengenakan
biaya yang tinggi, terutama kelompok monopolis yang sudah berurat berakar, akan
mengadakan perlawanan. Anggaran belanja negara mungkin akan mendukung cara-cara
lama yang berlaku sekarang ini.
Namun janji datangnya penghematan biaya dan kemajuan dalam
penyediaan jasa sudah mendekati kenyataan. Negara-negara di dunia, kaya ataupun
miskin, bakal memetik keuntungan dari percepatan inovasi di era informasi
sekarang ini.
HAK CIPTA: PROJECT SYNDICATE, 2011 ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar