Rekening
Gendut “PNS Muda”
W. Riawan Tjandra, DIREKTUR PROGRAM PASCASARJANA DAN DOSEN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMA
JAYA, YOGYAKARTA
Sumber : KOMPAS, 8 Desember 2011
Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mengungkap adanya rekening miliaran
rupiah milik sepuluh pegawai negeri sipil muda. Rekening yang berindikasikan
adanya tindak pidana pencucian uang negara ini sudah dilaporkan ke Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Para
pegawai muda ini umumnya golongan IIIB sampai IV yang potensial dan menduduki
tempat-tempat strategis di lembaga negara, seperti bendahara. Sebenarnya, PPATK
sejak tahun 2002 sudah melaporkan adanya 1.800 rekening senilai miliaran rupiah
milik para PNS muda ini.
Terkait
dengan birokrasi, Mill dalam Considerations on Representative Government (1961)
pernah menyatakan, di luar bentuk perwakilan, hanya birokrasi yang memiliki
keterampilan dan kemampuan politik tinggi, bahkan birokrasi yang dijalankan
atas nama sistem pemerintahan monarki atau aristokrasi.
Posisi
birokrasi pemerintah di Indonesia, yang dalam sistem pemerintahan berpuncak
pada presiden selaku kepala eksekutif, memiliki kekuatan politik yang amat
besar. Dari pembuatan undang-undang di pusat, peraturan daerah di daerah,
hingga peraturan pelaksanaan serta eksekusi aturan, semua membutuhkan peran
para birokrat.
Sayangnya,
kekuasaan besar yang dimiliki mesin birokrasi dan tidak dikendalikan melalui
sistem kontrol memadai itu—baik pengawasan politis, fungsional, maupun
yudisial—berpotensi untuk disalahgunakan (abuse of power). Jalinan mafia
birokrasi selama ini telah berkelindan dengan cabang kekuasaan negara lainnya,
entah itu legislatif ataupun yudikatif, bahkan juga tak jarang bersekongkol
dengan mafia bisnis yang menjalankan praktik-praktik bisnis kotor.
Temuan
rekening haram PNS muda tersebut harus dilanjutkan dengan menelusuri aliran
kewenangan vertikal dari hierarki satuan jabatan di atasnya sebagai pejabat
pengelola keuangan negara/daerah ataupun secara horizontal pada arus percaloan
dalam tender pengadaan barang/jasa dan konspirasi dalam berbagai proses
administratif.
Pola
Korupsi
Praktik-praktik
korupsi birokrasi yang dilaksanakan selama ini umumnya terpola dalam empat
bentuk, yaitu (1) cost-reducing corruption (pejabat menurunkan biaya
agen/rekanan di bawah standar tertentu); (2) cost-enhancing corruption (pejabat
menaikkan biaya dalam pelayanan); (3) benefit-enhancing corruption (pejabat
meminta bagian keuntungan dari agen/rekanan secara melawan hukum); dan (4)
benefit-reducing corruption (pejabat birokrasi langsung memotong biaya dari
agen/rekanan).
Semua
berlangsung melalui berbagai skenario kebijakan yang melanggar peraturan
perundang-undangan ataupun secara terselubung memanfaatkan celah-celah
(loopholes) regulasi.
Beberapa
waktu yang lalu juga ramai diberitakan adanya indikasi penyimpangan dana
bantuan sosial yang ternyata selama ini banyak dijarah oleh para politisi yang
berkonspirasi dengan birokrat.
Hal
itu merupakan contoh praktik kotor dalam penyelenggaraan administrasi
pemerintahan yang menghendaki adanya sanksi tegas terhadap modus operandi
penyelewengan alokasi anggaran negara/daerah.
Oleh
karena itu, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi perlu memetakan ulang sistem reformasi birokrasi yang mampu
menata ulang tata kelola pemerintahan berbasis tata kelola yang bersih dan
baik.
Reformasi
tak hanya soal remunerasi birokrasi, tetapi juga menyertakan sistem pengawasan
yang intensif dalam setiap pelaksanaan fungsi birokrasi. Sangat tak layak jika
seorang PNS, yang telah bersumpah mengabdi pada negara dan rakyat, hidup bak
raja-raja kecil yang abai dan menelikung aliran dana untuk kesejahteraan
rakyat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar