Selasa, 20 Desember 2011

Menguji Keampuhan Protokal Penanganan Krisis



MENYAMBUT INDONESIA 2012
Menguji Keampuhan Protokol Penanganan Krisis
Sumber : SINDO, 19 Desember 2011



Stabilitas perekonomian nasional yang digambarkan melalui asumsi makro APBN 2012 perlu dilindungi dari setiap ancaman dan dampak buruk ketidakstabilan ekonomi dunia.

Lalu, apakah kita benar-benar siap ketika potensi krisis menghampiri dan mengganggu stabilitas ekonomi nasional? Kesiapan pemerintah melalui Manajemen Penanganan Krisis (Crisis Management Protocol/CMP) kemungkinan besar akan diuji keampuhannya tahun depan. Perlindungan terhadap stabilitas ekonomi nasional tidak bisa hanya dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter,tapi juga pemerintah yang memiliki kewajiban untuk menjaga sisi fiskal.

Ancaman terhadap stabilitas ekonomi nasional datang dari kondisi perekonomian dunia, khususnya dari negara maju di kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Perlambatan ekonomi dunia belum berdampak signifikan terhadap ekonomi nasional pada tahun ini. Namun,ujian dan tantangan sesungguhnya terhadap ketahanan ekonomi dalam negeri dimulai pada 2012 nanti.

Pemerintah,BI,dan berbagai kalangan telah memprediksi,tingginya potensi resesi ekonomi global akan masuk dan berdampak pada ekonomi Indonesia melalui dua saluran yakni sektor perdagangan dan sektor keuangan (khususnya pasar modal). Kondisi paling buruk harus siap dihadapi. Pemerintah mengklaim sangat siap menghadapi potensi resesi ekonomi dunia yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem ekonomi nasional. Namun, sejauh mana pemerintah benar-benar siap?

Hal itu harus dibuktikan tidak hanya di atas kertas. Walaupun kondisi ekonomi nasional tahan terhadap krisis global, kewaspadaan harus terus ditingkatkan. “Kita harus tetap hati-hati. Barangkali yang paling penting itu,(hati-hati) terhadap semua kemungkinan gejolak maupun pengaruhnya, baik itu melalui jalur perdagangan,jalur moneter, (atau) jalur APBN,” ujar Direktur Pelaksana Bank Dunia Sri Mulyani di Jakarta belum lama ini. Tantangan lain yang patut diwaspadai pada 2012 adalah ancaman inflasi tinggi.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan masih tinggi juga akan berimbas pada tekanan inflasi yang lebih tinggi. Namun inflasi yang membayangi perekonomian negara-negara Asia, sejauh ini belum berpengaruh signifikan terhadap ketahanan ekonomi nasional. Tahun ini, inflasi yang sangat rendah mendorong BI menurunkan suku bunga acuannya dari semula 6,75% menjadi 6,5% dan terakhir kembali diturunkan hingga ke level 6%. Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan berjanji menjaga tekanan inflasi pada 2012 di level 5,3%.

Tekanan inflasi tetap harus dikendalikan untuk tetap menjaga kemampuan daya beli masyarakat yang berimplikasi pada tingkat kemiskinan. Salah satunya dengan menjaga stabilitas harga dan nilai tukar rupiah yang dipatok pada kisaran Rp8.800 per dolar AS dalam APBN 2012.BI sebagai otoritas moneter, dipercaya mampu menjaga stabilitas rupiah.

Cadangan devisa Indonesia yang hingga akhir Oktober 2011 mencapai USD113,9 miliar sudah disiapkan jika langkah intervensi terpaksa harus dilakukan oleh BI. Pemerintah dan BI,masingmasing memiliki CMP sebagai payung sekaligus perisai untuk menangkal potensi atau dampak buruk terhadap perekonomian nasional. Dalam batang tubuh APBN 2012,DPR dan pemerintah bersepakat untuk memasukkan CMP sebagai langkah antisipasi dan mitigasi.

Isi CMP di antaranya tertuang dalam Pasal 40 yang menyebutkan, jika terjadi krisis pasar surat berharga negara (SBN) domestik, pemerintah dengan persetujuan DPR diberikan kewenangan menggunakan sisa anggaran lebih (SAL) dalam rangka stabilitas pasar SBN. Pasal 41 memberikan kewenangan bagi pemerintah mencari alternatif-alternatif pembiayaan dalam bentuk pinjaman siaga untuk memperkuat ketahanan pangan. Tentu,semua pihak berharap kesiapan pemerintah tak hanya sebatas teori di atas kertas tapi langkah konkret agar krisis tak menggerus perekonomian nasional.
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar