Mengucapkan
Selamat Natal
Abdul Moqsith Ghazali, AKTIVIS
JARINGAN ISLAM LIBERAL (JIL)
Sumber
: JIL, 19 Desember
2011
Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan atau
tradisi saling mengucapkan selamat atas perayaan agama yang dilakukan oleh
setiap umat beragama. Sikap saling mengapresiasi seperti itu sudah lama
dipraktekkan umat beragama di Indonesia. Umat Islam mengucapkan selamat natal
terhadap rekan-rekannya yang beragama Kristen. Begitu juga sebaliknya, umat
Kristiani mengucapkan selamat ‘idul fitri terhadap koleganya yang beragama
Islam. Sering disaksikan, sejumlah tokoh agama saling berkirim SMS menyatakan
selamat ketika hari perayaan agama masing-masing berlangsung. Fenomena ini tak
mudah didapatkan di negeri-negeri muslim lain. Bahkan, negeri-negeri muslim
lain itu harus belajar pada umat Islam Indonesia atas toleransinya yang tinggi
terhadap umat agama lain.
Memang, ada fatwa dari sebagian ulama
Indonesia yang mengharamkan umat Islam mengucapkan selamat natal kepada umat
Kristiani. Salah satu argumennya adalah; pertama, bahwa hal itu tidak pernah
diteladankan Nabi Muhammad. Dengan demikian, ia dapat digolongkan kepada bid’ah
yang sesat. Disebutlah (konon) sebuah hadits, “kullu bid’atin zhalalah wa kullu
zhalalatin fi al-nar” [semua bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan adalah
neraka]. Ditambahkan pula, umat Islam dilarang menciptakan hal-hal baru,
termasuk mentradisikan pengucapan selamat natal kepada umat Kristiani.
Kedua, pengucapan selamat natal oleh umat
Islam dipandang sebagai sikap turut membenarkan keyakinan umat Kristiani.
Padahal, demikian para ulama itu berargumen, pembenaran itu adalah terlarang
sehingga seharusnya umat Islam tidak melakukan itu. Ia dinilai menggoncangkan
iman karena masih membuka kemungkinan tentang adanya kebenaran di luar Islam.
Para ulama kerap mengingatkan agar umat Islam tidak melakukan tindakan yang
mengesankan adanya pembenaran terhadap paham yang tidak sejalan dengan Islam.
Dikutip sebuah ayat al-Qur’an, inna al-din `inda Allah al-Islam, yang kemudian
diterjemahkan bahwa agama yang benar di sisi Allah adalah Islam, yaitu agama
yang dibawa Nabi Muhammad. Para ulama tersebut seakan menutup pintu perihal
nilai-nilai universal yang menjadi roh dan titik temu semua agama-agama.
Padahal, seperti sering saya tulis, “al-islam” dalam ayat itu tak menunjuk pada
nama agama yang dibawa Nabi Muhammad.
Namun, sebagaimana lazimnya sebuah fatwa yang
tidak mengikat, tidak seluruh umat Islam mengikuti fatwa ulama tersebut dan
menjadikannya sebagai pegangan. Buktinya sebagian umat Islam masih melakukannya
dan mempertahankan kebiasaannya itu. Menurut saya, pengharaman mengucapkan
natal bagi umat Islam perlu ditinjau ulang dengan alasan berikut: Pertama,
memberikan ucapan selamat natal kepada kaum Kristiani tidak paralel dan identik
dengan pengakuan akan kebenaran semua keyakinan pengikut Nabi Isa. Ucapan
selamat perlu diletakkan sebagai kelaziman sosial dan bukan keharusan teologis.
Sebagai kelaziman sosial, ia tak bisa dikategorikan sebagai bid’ah. Dalam
bidang mu’amalah-duniawiyah dibolehkan melakukan inovasi. Sejauh terkait dengan
urusan sosial kemasyarakatan, tidak ada yang disebut bid’ah. Nabi Muhammad
bersabda, “antum a’lamu minni bi umur dunyakum” [kalian lebih mengetahui
tentang perkara-perkara duniawiyah kalian].
Dalam konteks tertentu, mengucapkan selamat
natal bisa maslahat, misalnya sebagai upaya merajut dan mengukuhkan harmoni dan
kesetiakawanan sosial antar umat beragama di Indonesia. Setiap umat beragama
harus saling menghargai dan mengapresiasi umat agama lain, termasuk dengan cara
mengucapkan selamat kalau perayaan agama masing-masing tiba. Memang tampak
simbolis, tapi simbolisasi seperti ini potensial mengurangi konflik dan
ketegangan di antara mereka. Dengan demikian, mengucapkan selamat natal bisa
ditradisikan.
Kedua, dalam al-Qur’an (Surat Maryam [19]:33)
disebutkan bahwa Nabi Isa al-Masih pernah berkata, “wa al-salam ‘alayya yauma
wulidtu wa yauma amutu wa yauma ub’atsu hayya” [salam sejahtera untukku pada
hari kelahirankku, wafatku, dan kebangkitanku]. Dalam mengomentari ayat ini,
al-Qurthubi mengatakan, ucapan salam (selamat) itu datang dari Allah,
sebagaimana juga dilakukan buat Nabi Yahya. Ini berarti, Allah pun mengucapkan
selamat atas kelahiran Isa, apalagi umat Islam sebagai hamba-Nya. (Al-Qurthubi,
al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Jilid VI, hlm. 96).
Ucapan selamat bukan hanya diberikan kepada
Nabi Isa. Al-Qur’an mengucapkan selamat buat nabi-nabi lain. Untuk Nabi Nuh,
al-Qur’an (surat al-Shaffat [37]: 79) menyebutkan, “Salam ‘ala Nuh fi
al-‘Alamin” (salam kesejahteraan dilimpahkan buat Nuh di seluruh alam); untuk
Nabi Ibrahim (QS, al-Shaffat [37]: 109), “Salamun ‘ala Ibrahim” (salam kesejahteraan
buat Ibrahim); untuk Nabi Musa dan Nabi Harun (QS, al-Shaffat [37]: 120),
“salamun ‘ala Musa wa Harun” (salam kesejahteraan buat Musa dan Harun); untuk
Nabi Ilyasin (QS, al-Shaffat [37]: 130), “salamun ‘ala Ilyasin” (salam
kesejahteraan buat Nabi Ilyasin”. Bukan hanya kepada beberapa nabi itu,
al-Qur’an (Surat al-Shaffat [37]: 181) juga mengucapkan salam buat seluruh
Rasul, “salamun ‘ala al-mursalin” semoga salam kesejahteraan dilimpahkan buat
semua rasul).
Dengan demikian, bagi umat Islam sendiri,
merayakan natal sesungguhnya merayakan hari kelahiran seorang utusan Tuhan yang
harus diimani, Isa al-Masih, yang diduga jatuh pada tanggal 25 Desember.
Sebagai implikasi dari keberimanan itu, semestinya umat Islam juga dibolehkan
merayakan hari kelahiran Isa dan hari kelahiran para nabi lain sebelum Muhammad
SAW. Sebab, Isa bukan hanya milik umat Kristiani secara komunal melainkan juga
semua orang yang mengimaninya. Tokoh-tokoh besar seperti Nabi Ibrahim, Musa,
Isa al-Masih dan Muhammad SAW bukan kepunyaan kelompok tertentu saja. Para
tokoh itu bisa menjadi teladan dan inspirasi bagi siapa pun.
Jika merayakan natal bagi umat Islam
dibolehkan, maka apalagi hanya sekedar mengucapkan selamat natal kepada umat
Kristen. Mengucapkan selamat natal tak hanya diberikan kepada umat Kristiani,
melainkan juga kepada orang-orang yang mengimani kenabian Isa al-Masih,
termasuk umat Islam. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar