Selasa, 20 Desember 2011

Kita Butuh Perubahan, Wawancara dengan pengusaha Hary Tanoesoedibjo


MENYAMBUT INDONESIA 2012
Kita Butuh Perubahan
Wawancara dengan pengusaha Hary Tanoesoedibjo
Sumber : SINDO, 19 Desember 2011




Dengan potensi yang dimiliki, Indonesia semestinya bisa lebih baik. Hal itu bisa tercapai jika negara ini memiliki pemimpin yang mempunyai leadership, knowledge, serta tulus. Demikian salah satu pokok pikiran pengusaha Hary Tanoesoedibjo dalam wawancara berikut ini.

Indonesia dalam waktu tidak lama akan mengalami transisi kepemimpinan? Apakah Pak Hary melihat ini merupakan saat bagi pemuda mengambil alih kepemimpinan?

Kalau saya melihat, masalah kita bukan generasi tua atau muda. Titik persoalan tidak di situ. Tapi kita perlu mencari figur bagi bangsa kita yang memang secara tulus ingin memberikan kontribusi, mengabdi kepada bangsa dan orang tersebut kapabel sesuai yang dibutuhkan bangsa saat ini. Punya leadershipdan kemampuan teknis, knowledge yang memadai dalam konteks yang relevan.

Dalam konteks yang relevan diperlukan figur dengan leadership yang kuat, kemampuan yang memadai untuk mengelola bangsa kita dan tentunya kemampuankemampuan lain. Tapi tentu yang mendasar adalah kemauan yang tulus. Artinya tidak menempatkan kepentingan-kepentingan bangsa di nomor dua dan kepentingan diri sendiri di nomor satu.

Kesimpulan saya sekarang ini kita perlu beberapa tokoh biar nanti masyarakat memilih sendiri. Tokoh yang memiliki komitmen betulbetul untuk memajukan bangsa secara tulus, bukan terjun ke politik untuk memperbesar posisinya, bukan untuk memperbesar bisnisnya, bukan untuk memperbesar pribadinya.

Tapi terjun ke politik untuk pengabdian, pelayanan bagaimana bangsa kita bisa lebih baik. Itu bisa dari yang tua,bisa dari yang muda. Jadi kita tidak bisa men-judge harus dari yang tua atau harus dari yang muda. Lebih baik masyarakat diberi banyak pilihan. Masyarakat kita ini perlu diberi wacana yang perspektif dan konstruktif. Kenapa?

Kita harus tahu bahwa tataran masyarakat kita secara pemahaman mayoritas masih banyak yang belum paham. Ada 92% masyarakat lulusan SMA ke bawah, 45-50% masyarakat kita (lulusan) SD. Jadi pola pikir dalam melihat perspektif suatu konteks, suatu permasalahan, itu sangat sederhana. Bukan melihat substansinya, tapi melihat di luarnya. Siapa figur yang kelihatannya bagus, meyakinkan, ya sudah pilih itu saja.

Semua masyarakat ini adalah pemegang saham negara kita. One man one vote. Kalau masyarakat kita mayoritas pola pikirnya masih seperti itu, bisa pilih pemimpin yang keliru. Mestinya kandilihat prestasinya apa, pengalaman pengelolaannya bagaimana, ada leadership apa tidak, bisa mengembangkan sesuatu apa tidak, mementingkan kepentingan organisasi atau tidak.

Kalau media bisa mengembangkan perspektif seperti ini,sehingga memberikan pilihan-pilihan, akan bagus sekali. Leadership saja tidak cukup. Pemimpin harus mengerti permasalahan, kalau seorang pemimpin tidak mengerti permasalahan, bagaimana bisa mengarahkan anak buahnya? Jadi kapabilitas dan pengetahuannya juga harus memadai. Dan tegas.

Ketegasan ini penting karena Indonesia memerlukan pemimpin yang mampu mengambil suatu keputusan yang cepat, tapi tepat. Ketertinggalan kita sudah jauh, jadi perlu kita kejar.Kita perlu bersyukur resourceskita besar, Indonesia kaya sekali. Agrikultur, perikanan,hampir semua, mining (pertambangan) kita punya.

Sehingga ini membuat ekonomi kita tumbuh pesat. Tapi pertanyaannya, apakah kita bisa tumbuh lebih pesat? Jawaban saya bisa. Itu pasti. Kalau kita punya leadership dan semua program-program yang prioritas itu dilaksanakan dengan cepat.

Apakah stok pemimpin yang mempunyai kriteria seperti itu sudah ada atau kita perlu memunculkan tokoh baru?

Jawaban saya, secara jujur, secara track recordbelum ada. Kita harus bicara berdasarkan track record.Kita tidak bisa menganalisis berdasarkan janji. Untuk mengatakan harus begini begitu, itu mudah, banyak orang bisa melakukan itu. Yang kita perlukan pemimpin yang bisa menyampaikan dan bisa melaksanakan. Jadi apa yang direncanakan dan apa yang dilaksanakan konsisten. Dan kalau berdasarkan track record, berbicara jujur, saya belum melihat.

Sekarang sudah baik, tapi harusnya bisa lebih baik, persoalannya di mana?

Mas saya tanya, sejak Reformasi 1998 sampai sekarang berapa jalan tol yang terbangun? Berapa besar ketidakefisienan karena transportasi yang tidak memadai? Intinya infrastruktur transportasi dan infrastruktur lain belum terbangun dengan baik, padahal kita punya waktu yang cukup panjang sejak reformasi. 13 tahun ini apa yang kita bangun? Tapi kalau hanya mengatakan seperti ini, bukan saya saja yang bisa.

Tapi, banyak yang bisa.Tapi, tantangan bagi setiap pemimpin adalah bagaimana melaksanakan ini secara cepat dan tepat. Tantangannya di situ sebenarnya.Kita baik, tapi saya yakin bisa lebih baik. Menurut saya Indonesia seharusnya bisa tumbuh lebih dari 7%.

Banyak kemudian pengusaha yang masuk politik.Pengalaman seperti apa yang bisa ditawarkan oleh dunia bisnis?

Kalau saya, saya masuk ke politik karena bagaimana bisa memberikan kontribusi. Tujuannya itu. Jadi tidak ada pertimbangan pribadi sama sekali bahwa saya ingin mencari kepentingan untuk pribadi dalam bentuk apa pun. Saya ingin bagaimana Indonesia itu seperti yang bagaimana saya katakan tadi.

Kemudian grup juga sudah mapan, teman-teman juga sudah mulai mapan, secara operasional mulai sudah bisa saya tinggalkan, paling secara policy saja yang perlahanlahan saya juga mulai kurangi, sehingga saya punya waktu untuk menyumbangkan pikiran saya ke dunia politik secara konstruktif untuk mencari pemimpin-pemimpin masa depan yang memang bisa memimpin bangsa kita.

Yang bisa kita tawarkan dari dunia bisnis adalah speed. Kita harus berani mengambil keputusan cepat,tapi juga harus tepat. Untuk speed dalam koteks Indonesia yang kompleks harus menciptakan tim yang solid. Speed tanpa teamworktidak akan speed. Jadi perlu tim yang solid, leadership, dan speed,s ehingga terjadi percepatan.

Bagaimana memunculkan orang-orang yang mempunyai kemampuan yang masih belum kelihatan ini ke permukaan biar masyarakat bisa memilih?

Saya pernah guyon ke teman-teman,kita buat seperti Indonesian Idol. Jadi kita vote dari setiap daerah atau provinsi, kita jadikan 10 atau 20 calon dari berbagai latar belakang. Seperti kita punya Mike, Delon, Rini. Ini kan dari yang tidak dikenal sama sekali. Mungkin soccer pun ke depan bisa melalui talent search seperti ajang idol begitu.

Dari setiap daerah provinsi dicari yang potensial, nanti kita adu, kita buat kesebelasan untuk support timnas. Jadi, intinya,kadang-kadang kita perlu think out of the box supaya masyarakat kita itu aware. Sebenarnya potensi di Indonesia itu banyak. Cuma tidak dikasih kesempatan muncul ke permukaan. Untuk menjadi tokoh harus punya popularitas, kalau orang tidak kenal bagaimana orang mau memilih.

Kedua elektablitas. Dulu berhenti sampai di sini, tapi sekarang kita harus mampu membuka wawasan jangan sampai hanya berhenti di elektabilitas.Tambahkan kapabilitas. Kalau kita bicarakan popularitas dan elektabilitas, ya muter-muter itu saja klusternya. Kapabilitas apa yang dibutuhkan bangsa kita, leadership ditambah knowledge yang memadai. Terus kapabilitas juga menyangkut karakter.Tulus.Orang punya leadership, knowledge yang memadai, tapi motivasinya tidak tulus ya percuma. Pasti tidak jalan.

Kalau Indonesia memiliki pemimpin seperti syarat-syarat tadi, seperti apa Indonesia?

Indonesia akan besar sekali, menjadi top 20 in the world. Kita akan tumbuh lebih cepat dari negara-negara lain, sehingga kita mengejar mereka itu bisa lebih cepat. Jadi kita mungkin bisa tumbuh 8–10%.Itu bukan tidak mungkin. Kalau kita bisa tumbuh 8–10%,artinya pengangguran akan lebih cepat teratasi, pendapatan per kapita meningkat, negara lebih solid.

Secara overall akan lebih baik. Dan ini momentumnya tepat karena sekarang ini Indonesia menjadi perhatian dunia sebagai salah satu target investasi yang paling menarik. Karena mereka melihat Indonesia tidak akan terlalu banyak terpengaruh dengan permasalahan internasional. The level of middle class Indonesiaitu peningkatannya salah satu yang tertinggi di dunia.

Sekarang middle class kita ada 115 juta orang, diperkirakan 2020 ada 200 juta.Ini yang drive consumption. Jadi kita harus meng-educated masyarakat bahwa memilih memimpin harus memerhatikan kapabilitas,track record bagaimana, leadership, dan karakter ketulusan motivasinya.

Apakah masih cukup waktu untuk memunculkan tokoh-tokoh itu pada Pemilu 2014?

Bisa, masih cukup waktunya.Memunculkan satu figur itu sampai dia dikenal masyarakat dan electable cuma butuh setahun.Memang media harus men-support. Paling tidak setahun dua tahun. Kita lihat Pak SBY relatif muncul ke permukaan secara lebih jelas pada 2003. Ada baiknya melakukan polling. Kalau sekarang dilakukan pemilu, mungkin golputnya banyak. Artinya banyak masyarakat kita ini bingung, mereka tidak tahu harus memilih siapa.

Tradisi kepemimpinan terkesan masih primordial, misalnya harus Jawa.Padahal pola pikir harus Indonesia. Bagaimana?

Saya pikir yang berpikiran seperti itu hanya kelompok tertentu saja, tapi masyarakat kita belum tentu berpikir seperti itu. Di dalam pemilu itu one man one vote. Jadi saya pribadi tidak yakin bahwa masyarakat kita mayoritas menginginkan pemimpin Indonesia harus dari Jawa, dari luar Jawa juga bisa. Sekarang konteks pemikiran seperti itu tidak relevan.

Sekarang seorang pemimpin yang betul-betul negarawan,konteks pemikirannya bukan dia dari mana, tapi adalah NKRI, Pancasila.Dikatakan kenapa dari Jawa karena mayoritas penduduk di Jawa.Padahal Jawa itu Jawa Tengah,Timur, Barat, Jakarta, Banten. Kalau pemimpin yang seperti itu apakah pemimpin yang dari Jawa Timur akan memikirkan provinsi Jawa Timur saja? Kan tidak, orang Jatim dan Sunda ngomongnya lain. Jadi saya pikir itu sudah tidak relevan.

Melihat pemimpin-pemimpin dunia, menurut Pak Hary Indonesia butuh yang seperti siapa?

Masing-masing punya plus minusnya. Secara kolektif leadership China. Kalau saya melihat individu,tidak usah jauh-jauh, sebetulnya Singapura adalah contoh yang baik. Seorang pemimpin yang baik harus bisa menciptakan pemimpin berikutnya. Itu mutlak. Kalau seorang pemimpin tidak bisa menciptakan pemimpin berikutnya,egois. Jadi kalau saya perhatikan dia tahu capability dia.

Jadi begitu dia tahu capability, dia lihat kaderisasinya mulai berjalan, dia mundur, tapi dia kawal. Sehingga di situ kalau saya lihat, seorang pemimpin memimpin dengan contoh. Di Singapura tidak ada gontok-gontokan, rebutan, jadi pemimpin. Seorang pemimpin yang jadi karena ambisinya, pasti akan menciptakan preseden-preseden. Sejarah itu berulang. Jadi kalau saya lihat itu (Singapura) contoh yang baik.

Pemimpin jangan lupa menciptakan pemimpin berikutnya. Jangan ditinggalkan begitu saja. Pemimpin yang baik tahu kapan harus turun, dia tahu kapasitas diri juga akan menurun, sehingga dia harus melakukan kaderisasi. Tapi kalau pemimpin motivasinya pribadi, pasti dia akan takut tersaingi. Tidak mungkin dia melakukan kaderisasi. Itu pasti. Sekarang kalau kita bicara dalam konteks negarawan, ya harus murni untuk pengabdian.

Bagi pemimpin muda, masih ada waktu untuk mempersiapkan diri mengambil kepemimpinan sebenarnya. Dalam pandangan Pak Hary, apa yang harus mereka persiapkan sehingga benar-benar siap memimpin?

Sebenarnya lebih tepat mengatakan banyak mereka yang siap, cuma kesempatan yang belum ada. Kita butuh perubahan. We need change (kita butuh perubahan).
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar