Kajian
Ekonomi, dari Boeke, Berkeley, hingga ANU
Thee Kian Wie, STAF
AHLI, PUSAT PENELITIAN EKONOMI–LIPI (P2E-LIPI), JAKARTA
Sumber : SINAR HARAPAN, 6 Desember 2011
Sewaktu
Indonesia masih Hindia Belanda, kajian tentang ekonomi Indonesia didominasi
ekonom Belanda, khususnya Professor JH Boeke yang terkenal dengan teorinya
tentang dualisme ekonomi.
Dikemukakannya
bahwa ekonomi Indonesia terdiri atas dua sistem sosial yang saling berbenturan,
yaitu sistem sosial yang diimpor dari luar yang pada umumnya merupakan
kapitalisme dan sistem dalam negeri yang prakapitalis.
Implikasi
kebijakan dari teori Boeke yaitu bahwa masyarakat prakapitalis yang terdapat di
Indonesia dan masyarakat kapitalis lainnya tidak berpotensi untuk berkembang.
Teori
itu dikritik keras oleh banyak ekonom, misalnya Prof DH Burger (Belanda) dan
juga Prof M Sadli. Kini teori Boeke tak pernah dibahas lagi dalam buku teks
ekonomi.
Profesor
Burger juga telah menulis buku dua jilid tentang sejarah sosiologi-ekonomi
Indonesia dalam bahasa Belanda. Jilid pertama tentang sejarah sosiologi-ekonomi
Indonesia sebelum abad ke-20 telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh
Profesor Prajudi Atmosudirdjo.
Sewaktu
masih Hindia Belanda, tak banyak ekonom di Indonesia, karena pendidikan ilmu
ekonomi hanya ada di negeri Belanda. Jumlah mahasiswa Indonesia yang dapat
belajar sangat terbatas, yaitu Mohamad Hatta, Aboetari, Saroso, dan Sumitro
Djojohadikusumo.
Mereka
alumni Sekolah Tinggi Ekonomi Belanda (sekarang Universitas Erasmus) di
Rotterdam. Khusus Sumitro Djojohadikusumo, dia meraih gelar doktor ekonomi di
Sekolah Tinggi Ekonomi Rotterdam pada 1943, dengan disertasinya ”Het
Volkscredietwezen in de Depressie” (Dinas Perkreditan Rakyat selama Depresi
Ekonomi tahun 1930-an).
Sesudah
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949, pada 1951 Dr.
Sumitro—setelah lepas dari jabatan Menteri Perdagangan dan Industri selepas
kejatuhan Kabinet Moh Natsir—diangkat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia (FEUI) yang baru didirikan pada September 1950.
Semasa
menjadi dekan FEUI (1951–1957) dia berhasil menjadikan FEUI sebagai fakultas
ekonomi paling terkemuka di Indonesia.
Dia banyak
merekrut guru besar dan lektor Belanda melalui hubungannya dengan Sekolah
Tinggi Ekonomi Belanda, seperti Prof Emile van Konijnenburg yang juga Presiden
Direktur Garuda Indonesian Airways (yang pada waktu itu adalah usaha patungan
antara maskapai KLM dan pemerintah Indonesia), Prof CF Scheffer, Prof Van der
Velden, Prof. Weinreb, Drs C van der Straaten, dan Drs F Ormeling.
Dominasi
Berkeley
Dengan
memburuknya hubungan politik Indonesia dan Belanda pertengahan 1950-an, terkait
soal Irian Barat dan eksodus pengajar Belanda, Prof Sumitro menjalin hubungan
dengan Universitas California di Berkeley pada 1956.
Sejumlah
staf pengajar muda dikirim belajar, antara lain: Widjojo Nitisastro, Ali
Wardhana, Emil Salim, dan Suhadi Mangkusuwono. Sejumlah profesor didatangkan
dari Berkeley: Prof Bruce Glassburner, Prof. Leon Mears, Prof Leonard Doyle,
Prof Don Blake, dan dua mahasiswa pascasarjana Hans Schmitt dan Ralph Anspach.
Para
guru besar dari Universitas Berkeley itu memanfaatkan kesempatan untuk membuat
kajian, terutama Prof Glassburner dan Prof Mears. Prof Glassburner menyunting
buku berjudul The Economy of Indonesia–Selected Readings, diterbitkan
Cornell University Press, Ithaca, 1971.
Di
situ banyak diulas tentang berbagai aspek ekonomi Indonesia selama 1950-an dan
awal 1960-an. Sementara itu, Prof Mears menghasilkan buku Rice Marketing in
the Republic of Indonesia (penerbit PT Pembangunan Press, Jakarta, 1961).
Seorang
ekonom Amerika yang sejak awal 1970-an hingga kini masih mengamati dan mengkaji
ekonomi Indonesia, khususnya tentang perkembangan industri manufaktur,
kesempatan kerja dan kemiskinan, adalah Prof Gustav Papanek (Universitas
Boston), yang telah menyunting buku The Indonesian Economy, terbit pada
1981.
Kiblat
Baru: ANU
Akan
tetapi sejak awal 1970-an kajian tentang ekonomi Indonesia bergeser ke
Australia, khususnya The Australian National University (ANU), Canberra, yang
diprakarsai Prof HW Arndt.
Ketika
menjadi Kepala Department of Economics, Research School of Pacific Studies,
ANU, pada 1963, Arndt menyadari Australia tak mungkin mengabaikan perkembangan
ekonomi Indonesia, negara tetangga terbesar dan terdekat.
Setelah
kunjungan ke berbagai universitas ke Indonesia dan bertemu dengan beberapa
ekonom muda yang terkemuka, seperti Widjojo Nitisastro dan Moh Sadli, pada
November 1964, Arndt memulai proyek kajian khusus tentang ekonomi Indonesia,
yaitu Proyek Indonesia ANU.
Dia
merekrut Dr David Penny (ekonom pertanian), Kennetth Thomas, Dr J Panglaykim,
dan dua asisten peneliti, yaitu Lance Castles dan Boediono (kini Wakil Presiden
RI).
Arndt
juga meluncurkan penerbitan pertama jurnal khusus tentang ekonomi Indonesia, Bulletin
of Indonesian Economic Studies (BIES) pada Juni 1965. Kini BIES sudah
memasuki tahun ke-47 dan merupakan satu-satunya jurnal ekonomi di dunia yang
khusus membahas masalah ekonomi Indonesia.
Khususnya
tulisan pertama dalam BIES, yaitu Survey of Recent Developments, mungkin
adalah tulisan yang paling diminati para pembaca BIES. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar