Rabu, 07 Desember 2011

Kajian Ekonomi, dari Boeke, Berkeley, hingga ANU

Kajian Ekonomi, dari Boeke, Berkeley, hingga ANU
Thee Kian Wie, STAF AHLI, PUSAT PENELITIAN EKONOMI–LIPI (P2E-LIPI), JAKARTA
Sumber : SINAR HARAPAN, 6 Desember 2011


Sewaktu Indonesia masih Hindia Belanda, kajian tentang ekonomi Indonesia didominasi ekonom Belanda, khususnya Professor JH Boeke yang terkenal dengan teorinya tentang dualisme ekonomi.

Dikemukakannya bahwa ekonomi Indonesia terdiri atas dua sistem sosial yang saling berbenturan, yaitu sistem sosial yang diimpor dari luar yang pada umumnya merupakan kapitalisme dan sistem dalam negeri yang prakapitalis.

Implikasi kebijakan dari teori Boeke yaitu bahwa masyarakat prakapitalis yang terdapat di Indonesia dan masyarakat kapitalis lainnya tidak berpotensi untuk berkembang.
Teori itu dikritik keras oleh banyak ekonom, misalnya Prof DH Burger (Belanda) dan juga Prof M Sadli. Kini teori Boeke tak pernah dibahas lagi dalam buku teks ekonomi.

Profesor Burger juga telah menulis buku dua jilid tentang sejarah sosiologi-ekonomi Indonesia dalam bahasa Belanda. Jilid pertama tentang sejarah sosiologi-ekonomi Indonesia sebelum abad ke-20 telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Profesor Prajudi Atmosudirdjo.

Sewaktu masih Hindia Belanda, tak banyak ekonom di Indonesia, karena pendidikan ilmu ekonomi hanya ada di negeri Belanda. Jumlah mahasiswa Indonesia yang dapat belajar sangat terbatas, yaitu Mohamad Hatta, Aboetari, Saroso, dan Sumitro Djojohadikusumo.
Mereka alumni Sekolah Tinggi Ekonomi Belanda (sekarang Universitas Erasmus) di Rotterdam. Khusus Sumitro Djojohadikusumo, dia meraih gelar doktor ekonomi di Sekolah Tinggi Ekonomi Rotterdam pada 1943, dengan disertasinya ”Het Volkscredietwezen in de Depressie” (Dinas Perkreditan Rakyat selama Depresi Ekonomi tahun 1930-an).

Sesudah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949, pada 1951 Dr. Sumitro—setelah lepas dari jabatan Menteri Perdagangan dan Industri selepas kejatuhan Kabinet Moh Natsir—diangkat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) yang baru didirikan pada September 1950.

Semasa menjadi dekan FEUI (1951–1957) dia berhasil menjadikan FEUI sebagai fakultas ekonomi paling terkemuka di Indonesia.

Dia banyak merekrut guru besar dan lektor Belanda melalui hubungannya dengan Sekolah Tinggi Ekonomi Belanda, seperti Prof Emile van Konijnenburg yang juga Presiden Direktur Garuda Indonesian Airways (yang pada waktu itu adalah usaha patungan antara maskapai KLM dan pemerintah Indonesia), Prof CF Scheffer, Prof Van der Velden, Prof. Weinreb, Drs C van der Straaten, dan Drs F Ormeling.

Dominasi Berkeley

Dengan memburuknya hubungan politik Indonesia dan Belanda pertengahan 1950-an, terkait soal Irian Barat dan eksodus pengajar Belanda, Prof Sumitro menjalin hubungan dengan Universitas California di Berkeley pada 1956.

Sejumlah staf pengajar muda dikirim belajar, antara lain: Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, dan Suhadi Mangkusuwono. Sejumlah profesor didatangkan dari Berkeley: Prof Bruce Glassburner, Prof. Leon Mears, Prof Leonard Doyle, Prof Don Blake, dan dua mahasiswa pascasarjana Hans Schmitt dan Ralph Anspach.

Para guru besar dari Universitas Berkeley itu memanfaatkan kesempatan untuk membuat kajian, terutama Prof Glassburner dan Prof Mears. Prof Glassburner menyunting buku berjudul The Economy of Indonesia–Selected Readings, diterbitkan Cornell University Press, Ithaca, 1971.

Di situ banyak diulas tentang berbagai aspek ekonomi Indonesia selama 1950-an dan awal 1960-an. Sementara itu, Prof Mears menghasilkan buku Rice Marketing in the Republic of Indonesia (penerbit PT Pembangunan Press, Jakarta, 1961).

Seorang ekonom Amerika yang sejak awal 1970-an hingga kini masih mengamati dan mengkaji ekonomi Indonesia, khususnya tentang perkembangan industri manufaktur, kesempatan kerja dan kemiskinan, adalah Prof Gustav Papanek (Universitas Boston), yang telah menyunting buku The Indonesian Economy, terbit pada 1981.

Kiblat Baru: ANU

Akan tetapi sejak awal 1970-an kajian tentang ekonomi Indonesia bergeser ke Australia, khususnya The Australian National University (ANU), Canberra, yang diprakarsai Prof HW Arndt.

Ketika menjadi Kepala Department of Economics, Research School of Pacific Studies, ANU, pada 1963, Arndt menyadari Australia tak mungkin mengabaikan perkembangan ekonomi Indonesia, negara tetangga terbesar dan terdekat.

Setelah kunjungan ke berbagai universitas ke Indonesia dan bertemu dengan beberapa ekonom muda yang terkemuka, seperti Widjojo Nitisastro dan Moh Sadli, pada November 1964, Arndt memulai proyek kajian khusus tentang ekonomi Indonesia, yaitu Proyek Indonesia ANU.

Dia merekrut Dr David Penny (ekonom pertanian), Kennetth Thomas, Dr J Panglaykim, dan dua asisten peneliti, yaitu Lance Castles dan Boediono (kini Wakil Presiden RI).

Arndt juga meluncurkan penerbitan pertama jurnal khusus tentang ekonomi Indonesia, Bulletin of Indonesian Economic Studies (BIES) pada Juni 1965. Kini BIES sudah memasuki tahun ke-47 dan merupakan satu-satunya jurnal ekonomi di dunia yang khusus membahas masalah ekonomi Indonesia.

Khususnya tulisan pertama dalam BIES, yaitu Survey of Recent Developments, mungkin adalah tulisan yang paling diminati para pembaca BIES.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar