Minggu, 04 Desember 2011

Jangan Salah Pilih Ketua KPK

Jangan Salah Pilih Ketua KPK
Benny Susetyo, PENGAMAT MASALAH SOSIAL, AKTIF DI SETARA INSTITUte
Sumber : SINAR HARAPAN, 2 Desember 2011


Komisi III DPR hari-hari ini mengadakan uji kelayakan terhadap calon-calon pemimpin KPK. Semoga saja ketua dan anggota yang terpilih adalah tokoh yang terbaik, karena mereka termasuk orang yang akan menentukan masa depan bangsa ini.

Bila Komisi III salah memilih orang maka publik akan makin pesimistis menghadapi masa depan, mengingat korupsi di bangsa kita sudah masuk tahap paling “sempurna”, yakni merasuki lembaga politik dan kekuasaan.

Karena itu, dibutuhkan pemimpin KPK yang bukan hanya berani, cerdas, dan memiliki kejujuran dan moralitas, namun mampu menekan angka korupsi oleh para pejabat publik. 
Pemberantasan korupsi harus memiliki efek terhadap kesejahteraan.

Pemimpin baru harus memiliki visi yang jelas untuk memberantas korupsi di lingkup birokrasi pemerintah dan pusat-pusat kekuasaan yang terbukti cenderung korup. Sangat jelas bahwa pemberantasan korupsi membutuhkan dukungan kekuasaan. Tanpanya, upaya itu akan berjalan di tempat.

 Tugas pemberantasan korupsi itu begitu berat, mengingat virus korupsi sudah mendarahdaging (internalized) di tubuh birokrasi. Perlu proses yang terencana dan sistematis untuk mengembalikan keadaban pemerintahan kita menuju tata kelola yang baik dan bersih.

Harus diperhatikan secara saksama bahwa pemerintahan yang bersih bukan sekadar pencitraan. Kita belum sampai pada proses inti "pemerintahan yang bersih", baru sekadar citra pemerintahan yang bersih. Di dalam kemolekan pemerintahan yang tercitrakan bersih itu, publik secara sadar masih melihat dengan jelas masih begitu banyak kasus korupsi yang dibiarkan begitu saja.

Sebagai bangsa, sepatutnya kita malu, kok manusia Indonesia hampir setiap tahun bertengger di papan atas negara koruptor.

Menurut mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Syafii Maarif, kita berada di tebing kehancuran, hanya selangkah lagi untuk masuk zaman kegelapan. Ketika hukum dan pemerintahan hanya sebatas citra dan goresan kata-kata, kepercayaan sudah hancur.

Negara Hukum

Selama ini, keadilan hukum ditegakkan karena hal tersebut menguntungkan kepentingan penguasa, dan akan diabaikan bila dianggap mengganggu kepentingan politik penguasa.
Jadi, keadilan hukum itu sebenarnya untuk siapa? Sepatutnya para pelaku korupsi dihukum seberat-beratnya, agar menimbulkan efek jera itu. Susahnya, banyak oknum aparat penegak hukum juga pelaku korupsi.

Karena itu, langkah politik pemimpin untuk berada di garda terdepan memimpin pemberantasan korupsi harus disertai dengan teladan agar rakyat mendukung. Untuk mewujudkan keadilan hukum, dibutuhkan iktikad politik yang kuat dari penguasa. Tanpanya, tak mungkin keadilan hukum terwujud.

Selain itu, di negara demokrasi, semua entitas yang berproses di dalamnya tetap harus tunduk di bawah payung hukum. Karena itulah Indonesia memilih sebagai negara hukum (rechstaat) dan bukan negara berciri kekuasaan (machstaat). Kekuasaan, seberapa pun besar dan kuatnya, tetap harus tunduk di bawah norma hukum.

Kekuasaan berperan besar melahirkan hukum yang peka terhadap perasaan publik, hukum yang dipercaya sebagai satu-satunya pijakan atas segala perselisihan yang muncul dalam proses berdemokrasi. Tentu berat dan begitu banyak konsekuensi yang harus ditanggung dari kenyataan ini.

Meski sulit dilaksanakan, kekuasaan tetap harus tunduk dan berada dalam payung hukum. Hukum berkeadilan adalah hukum yang dipercayai dan ditaati. Hukum bisa dipercaya apabila diterapkan prinsip kesetaraan dalam hukum, serta ada ketaatan yang dilandasi komitmen kesederajatan.

Pengawasan Masyarakat

Beberapa kasus korupsi yang muncul dewasa ini sebagian besar terbuka karena kontrol publik yang semakin hari semakin ketat. Walau masih banyak jumlah kasus korupsi yang belum terkuak, lambat tapi pasti dengan kemauan politik yang kuat dan kontrol publik yang semakin disiplin, akan berhasil menguak satu per satu tindakan yang merampok uang negara ini.

Momentum ini bisa mempertegas kembali bahwa korupsi merupakan penyakit kronis yang mengancam kita semua. Karena itu, pemberantasan korupsi akan minim hasilnya tanpa dukungan semua kalangan. Rakyat adalah pihak yang paling dirugikan dalam setiap tindak korupsi.

Kekuasaan seharusnya memelopori pemberantasan korupsi, bukan malah menghambat seperti yang terjadi belakangan ini. Publik berharap Komisi III benar-benar memilih ketua KPK yang tepat. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar