LAPORAN AKHIR TAHUN 2011 TENTANG METROPOLITAN
Jangan
Lupa Manusianya
Sumber : KOMPAS, 15 Desember
2011
Kesehatan adalah kekayaan yang sesungguhnya,
bukanlah kepingan-kepingan perak atau emas. Namun, seseorang yang mengabaikan
pendidikan juga akan lumpuh sampai akhir hidupnya.
Filsuf asal India, Mahatma Gandhi, dan filsuf
Yunani kuno, Plato, sudah mengingatkan itu berabad-abad lalu.
Tak heran, tahun 2011 ini, Pemerintah
Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berupaya melakukan sejumlah perbaikan di bidang
pendidikan dan kesehatan.
Hal ini terlihat dalam alokasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2011. Di bidang pelayanan
pendidikan, alokasi APBD Jakarta bahkan melampaui amanat Undang-Undang Dasar,
yaitu sekurang-kurangnya 20 persen.
Alokasi anggaran pendidikan di DKI tahun 2011
mencapai 27,05 persen. Dengan anggaran sebesar itu, DKI mampu memenuhi
kebutuhan pemberian bantuan operasional pendidikan (BOP) dan bantuan
operasional sekolah (BOS).
Kesejahteraan guru pun terus ditingkatkan.
Saat ini, total penghasilan guru di Jakarta berkisar Rp 6 juta-Rp 8 juta per
bulan. Ini merupakan take home pay tertinggi di Indonesia.
Kemajuan layanan pendidikan dapat dilihat
dari indikator tingkat kelulusan. Tahun 2011, tingkat kelulusan untuk SD
sebesar 100 persen, SMP 99,99 persen, SMA 99,53 persen, dan SMK 99,87 persen.
Sektor kesehatan, meski tidak dialokasikan
anggaran sebesar pendidikan, juga menunjukkan perbaikan. Membaiknya pelayanan
kesehatan di puskesmas adalah salah satu indikatornya.
Tahun 2011, sebanyak 49 puskesmas kelurahan
di DKI Jakarta menerima ISO 9001:2008 atas kualitas pelayanan yang diberikan.
Ditambah dengan capaian tahun sebelumnya, sebanyak 85 puskesmas kelurahan di
DKI sudah meraih ISO dari total 338 puskesmas.
Jumlah puskesmas kecamatan yang menerapkan
rawat inap pun terus bertambah. Pada tahun 2010 hanya ada tiga puskesmas,
tetapi pada tahun 2011 bertambah enam puskesmas.
Kini, semua puskesmas kelurahan juga telah
mampu memberi layanan klinik gigi dengan tarif yang relatif murah, yakni Rp
5.000.
Layanan poli rawat jalan di puskesmas
kelurahan juga semakin bertambah dengan jumlah pengunjung yang semakin
meningkat.
Sementara itu, untuk RSUD, Pemprov DKI
menargetkan semua rumah sakit daerah meraih ISO 9001:2008 dan melakukan
akreditasi 16 jenis layanan untuk meraih akreditasi pelayanan lengkap.
Sementara itu, terkait dengan pelayanan
kesehatan keluarga miskin, jumlah penerima layanan kesehatan keluarga miskin
meningkat dari 2,3 juta warga pada tahun 2009 menjadi 2,5 juta warga pada tahun
2010. Tahun 2011, Pemprov DKI menargetkan 2,7 juta warga dapat dilayani melalui
program untuk keluarga miskin ini. Target ini hampir tercapai.
Layanan kesehatan yang baik tentunya akan
berdampak pada peningkatan usia harapan hidup. Dalam tiga tahun terakhir, usia
harapan hidup warga Jakarta memang mengalami peningkatan. Tahun 2010, rata-rata
usia harapan hidup pria di Jakarta 74,3 tahun dan wanita 77,9 tahun.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2011
nanti juga bisa lebih memastikan keberhasilan DKI. Tiga tahun terakhir, DKI
memang terus mengalami peningkatan. Tahun 2010, IPM mencapai 77,8. Angka itu
tertinggi dibandingkan dengan daerah lain di seluruh Indonesia.
Jangan Proyek Semata
Meskipun demikian, terlepas dari sejumlah
capaian itu, masih banyak juga pekerjaan rumah yang harus dilakukan DKI pada
tahun 2012.
Wajah suram pendidikan di DKI masih banyak
terlihat. Perbaikan fisik yang menjadi fokus dinas pendidikan ternyata tidak
sepenuhnya berjalan lancar. Sejumlah bangunan yang baru saja direhabilitasi ternyata
berkualitas tidak baik. Contoh paling baru, runtuhnya plafon ruang kelas III SD
Negeri Kelapa Dua 03 Pagi di Kecamatan Kebon Jeruk, 7 Desember lalu.
November lalu, ambrolnya plafon SDN 01 di
Jalan Utan Kayu bahkan melukai 10 siswa. Plafon SDN 13 Pagi/SDN 14 Petang di
Jalan Pondok Gede juga runtuh pada bulan sama. Keduanya juga baru direnovasi
dalam 1-2 tahun lalu. Sebelumnya, pada Mei, kanopi SDN 02 Kwitang, Jakarta
Pusat, juga ambrol dan menghancurkan kantin.
Kasus pembakaran ruang kelas oleh siswa di
SMAN 19 adalah indikasi lain bahwa masih ada yang salah dengan sistem
pendidikan yang dijalankan. Ini belum lagi jika bicara soal kekerasan di
kalangan pelajar.
Tidak sedikit pelajar yang kedapatan membawa
senjata tajam. Tawuran antarsekolah juga masih saja terjadi dan tidak jarang
menimbulkan korban jiwa. Sepanjang tahun 2011, setidaknya empat siswa tewas
akibat kekerasan di kalangan pelajar.
Padahal, fenomena tawuran sudah berlangsung
lebih dari 30 tahun di Jakarta. Artinya, sistem untuk menekan tawuran masih
jalan di tempat.
Korupsi di dunia pendidikan pun menjadi
catatan tersendiri. Skandal dana BOS/BOP yang diungkap Indonesia Corruption
Watch di sejumlah sekolah adalah contohnya.
Evaluasi juga perlu dilakukan pada
proyek-proyek pembangunan fisik sarana kesehatan masyarakat. Meskipun dari sisi
kuantitas jumlahnya semakin banyak, hal ini belum meningkatkan kualitas mental
masyarakatnya.
Jakarta ternyata tergolong tinggi dalam hal
gangguan mental dan emosional warganya, seperti depresi dan perilaku agresif.
Jumlah penderita gangguan jiwa ringan naik dari 159.029 orang pada tahun 2010
menjadi 306.621 orang pada triwulan kedua tahun 2011. Gangguan jiwa juga lebih
banyak menimpa warga usia produktif, 20-40 tahun.
Para ahli kesehatan jiwa bahkan menilai bahwa
Jakarta sudah terlambat untuk membangun kota yang bisa menyehatkan jiwa
warganya. Lingkungan permukiman yang tidak sehat karena kepadatan dan sanitasi
yang tidak memadai adalah beberapa penyebabnya.
Kemacetan parah di jalan yang hampir setiap
saat ditemui warga Jakarta memperparah hal itu. Ini belum lagi beban hidup di
kota yang sangat berat. Sementara ruang terbuka hijau sebagai oase warga untuk
melepas kepenatan kian tergusur oleh gedung-gedung.
Tak heran, toleransi semakin menurun dan
tawuran, kekerasan dalam rumah tangga, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba,
perceraian, serta bunuh diri kerap terjadi. Jika tahun mendatang perencanaan
kota yang sehat jiwa tidak segera dijalankan, bukan tidak mungkin fenomena
gunung es ini bisa meledak dan memunculkan kekacauan sosial.
Sosialisasi nilai-nilai melalui dunia
pendidikan menjadi penting. Peran keluarga dalam pendidikan juga menjadi vital.
Pemprov DKI Jakarta selaku pembuat kebijakan perlu membuat terobosan.
Pembangunan harus sampai menyentuh mental manusianya, tidak cukup sekadar
menjadi proyek. ●
(M Clara Wresti/Fransisca Romana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar