LAPORAN AKHIR TAHUN 2011 INTERNASIONAL
Dunia
Milik Kita, tetapi dengan Syarat
Sumber : KOMPAS, 19 Desember
2011
Masih ingat betapa keadaan Indonesia kacau
menjelang tahun 1998 dan setelahnya? Demonstrasi ala Arab Springs yang fatal
hingga kejatuhan rezim atau dinasti telah kita alami. Aksi protes ala warga
Yunani karena krisis ekonomi juga sudah kita jalani lebih dari 10 tahun lalu.
Banggalah menjadi Indonesia yang melewati
semua itu. Kita relatif berhasil melewati annus
horribilis seperti diingatkan Prof Dr Anwar Nasution jauh-jauh hari sebelum
1998.
Kesalahan dan pelajaran masa lalu Indonesia
ternyata tidak ditangkap sejumlah rezim atau dinasti di dunia. Dana Moneter
Internasional dengan pimpinan yang didominasi think
tank Eropa tak juga berhasil menyehatkan zona euro dan kini menjadi penyebab
kemerosotan ekonomi global.
Muncullah aksi protes dan kesengsaraan yang
tampaknya belum berakhir hingga tahun 2012 dan membuat kantor berita Reuters
menyebutkan bahwa 2011 sebagai annus
horribilis. Hampir tidak ada berita menyenangkan selain perkawinan aristokrat
Pangeran William dan Kate Middleton dari Inggris.
Hiburan lain adalah dukungan warga yang
menginginkan dan mendoakan Presiden Argentina Cristina Fernandez agar terus
berkuasa. Sang janda pemimpin ini begitu memesona warga, kontras dengan dunia
Arab.
Selebihnya, keadaan sepanjang tahun 2011
adalah annus
horribilis global yang lain. Gempa yang menyebabkan tsunami di Jepang pada
Maret 2011 menambah kesesakan global karena mengganggu produksi otomotif
global. Banjir selama tiga bulan di Thailand juga melumpuhkan sektor ekonomi.
Ledakan bom di Pakistan dan Afganistan, meski
Osama bin Laden telah dapat ”diamankan”, juga menambah mosaik-mosaik hitam
dunia. Kepergian Amerika Serikat (AS) dari Irak tidak menjamin Irak nyaman.
Bahkan, kepergian AS dikhawatirkan akan membuat Iran ingin unjuk gigi menjadi
salah satu pemain paling disegani di kawasan. Ini jelas tidak didiamkan para
pemikir geopolitik Barat, yang tidak ingin Iran mendominasi.
Kegamangan
Apakah annus
horribilis lain juga akan muncul pada tahun 2012? Dari segi ekonomi, tidak ada
jaminan. Kanselir Jerman Angela Merkel memperingatkan, dibutuhkan waktu
bertahun-tahun untuk menyehatkan zona euro jika benar-benar bisa disehatkan.
Ekonom Harvard, Martin Feldstein, bahkan
meramalkan dengan pasti kejatuhan zona euro. Feldstein dengan yakin mengatakan,
zona euro tak akan bertahan dengan bentuknya sekarang walaupun euro ingin
dipertahankan.
Arab dengan aksi protes yang terus berlanjut
di Suriah, dan selanjutnya mungkin di Iran, rasanya tidak bisa dijamin untuk
selesai.
Kewaspadaan harus menjadi dasar pemikiran
elite dan rakyat Indonesia agar tahun 2012 tidak menjadi ajang utama annus
horribilis.
Ada potensi besar untuk menghindari itu. Ada
faktor eksternal yang memungkinkan Indonesia tampil sebagai negara harapan
dunia, bahkan pilar dunia, setidaknya secara ekonomi.
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Julian
Wilson dan Duta Besar Jerman untuk Indonesia Dr Norbert Baas melihat potensi
Indonesia sebagai penyangga kekuatan ekonomi global. Pasar yang berkembang dan
generasi baby
boomers Asia menjadi dasar penggerak ekonomi dunia.
Ini menjadi faktor eksternal kondusif bagi Indonesia.
Hal ini juga terlihat dari kejayaan BRIC, yang kini menjadi BRICS, simbol
kejayaan baru dunia secara ekonomi dan juga ke depan mungkin secara geopolitik
yang melibatkan Brasil, Rusia, India, China, serta Afrika Selatan.
Perkiraan National Intelligence Council, AS,
belum mencabut Indonesia dalam ramalannya sebagai salah satu superpower
pada masa depan. Faktor demografi dengan keberadaan penduduk berusia muda
menjadi penguat perekonomian.
Kebangkitan Asia, yang disebutkan langsung
oleh Direktur Utama Bank Pembangunan Asia Haruhiko Kuroda, memperkuat
gelindingan bola salju perekonomian Asia dan Indonesia.
ASEAN, dengan kasus Myanmar yang menjadi
faktor pengganggu, tampaknya memperkuat faktor eksternal. Keberadaan Aung San
Suu Kyi yang didukung Barat dan kesediaan Suu Kyi mendorong kemajuan Myanmar
dengan menghindari kekerasan semakin memperkuat ASEAN.
Profesor Dr Kishore Mahbubani dari National
University of Singapore juga menuliskan itu dalam bukunya, The
New Asian Hemisphere.
Relatif paripurna faktor eksternal yang bisa
memajukan Indonesia dan menghindari Indonesia menjadi salah satu ajang annus
horribilis 2012.
Kepemimpinan
Tidak semua itu otomatis menjadi faktor
eksternal positif bagi Indonesia ke depan. Ada syarat-syarat yang harus
dilakukan. Salah satunya adalah memenuhi program MDGs (Tujuan-tujuan
Pembangunan Milenium) dari PBB, yang jauh dari target.
Good governance menjadi syarat lain yang
harus diperbaiki, bukan malah menghasilkan lagi fenomena Gayus, Nazaruddin, dan
kasus Bank Century.
Bagaimana mencegah itu semua? Faktor kualitas
kepemimpinan menjadi penentu. General Electric, yang bertumbuh baik di bawah
Jack Welch, menunjukkan peran dahsyat kepemimpinan. Kepemimpinan ala Mahathir
Mohamad, yang sejak kecil bermimpi menjadikan Malaysia maju, layak ditiru.
Terlalu sayang jika semua potensi ini tidak
dimanfaatkan. Terlalu sayang jika Indonesia tidak berhasil mengangkat dirinya.
Terlalu sayang jika Indonesia tetap menjadi ajang eksploitasi
perusahaan-perusahaan tambang AS. Adalah hal menyakitkan jika Indonesia tidak
beranjak dan menjadi bulan-bulanan kapal patroli Malaysia, yang berani
menangkap aparat Indonesia di perairan sendiri.
Dengan Indonesia yang kuat dan segala beban
bencana yang tampaknya akan muncul di Indonesia, derita ratusan juta warga
masih miskin relatif bisa diringankan.● (simon
saragih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar