Buktikan
Indonesia Layak Investasi…!
Andi Suruji, WARTAWAN
KOMPAS
Sumber
: KOMPAS, 17 Desember
2011
Pelaku pasar menyambut gembira, Indonesia
memperoleh ”kembali” investment grade dari lembaga pemeringkat surat berharga
untuk investasi, Fitch Ratings.
Sambutan ”hangat” pasar itu, antara lain,
terlihat dari kegairahan pelaku pasar di bursa efek untuk memburu dan
mengoleksi saham-saham yang berpotensi mendatangkan capital gain. Indeks Harga
Saham Gabungan melonjak walaupun nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat, misalnya, tetap stabil, tidak menguat setajam harga saham.
Mungkin ada yang mengatakan, ah itu kan hanya
reaksi sesaat pelaku pasar di tengah kecenderungan window dressing, suatu
tindakan mengatur kembali portofolio investasi, agar wajahnya terlihat cantik
pada akhir periode tutup buku. Ada benarnya sebab, sebagaimana biasanya
menjelang akhir tahun, para pengelola dana investasi dan investor institusi
ataupun individual memanfaatkan momentum ”efek Desember” ini untuk mengatur
ulang isi basket portofolio mereka.
Meski demikian, perolehan kembali investment
grade bagi Indonesia, di tengah gonjang-ganjing ketidakpastian dan
panas-dinginnya suhu perekonomian Eropa serta masih belum stabilnya
perekonomian Amerika Serikat, tetaplah sesuatu banget. Seharusnya ”hadiah”
akhir tahun itu menjadi kabar yang benar-benar menggembirakan.
Di awal tulisan ini, kata kembali diberi
tanda petik sebagai penegasan ataupun pengingat bahwa peringkat itu pernah
digenggam. Indonesia kehilangan investment grade pada tahun 1997. Peringkat itu
merosot setelah perekonomian Indonesia dilanda krisis parah multidimensi, yang
berujung jatuhnya Presiden Soeharto.
Gelembung ekonomi dengan pertumbuhan
rata-rata 7 persen per tahun saat itu ternyata menyimpan pula bibit-bibit penyakit.
Ibarat kolesterol, lemak, asam urat, dan gula darah yang tidak normal. Ketika
terinfeksi suatu virus ekonomi dari negara lain, seketika pula fisik atau
bangunan perekonomian Indonesia ikut limbung lalu ambruk. Pasalnya, bersamaan
dengan pertumbuhan pesat perekonomian itu ternyata tersimpan pula bibit-bibit
penyakit.
Ada macam-macam alasan yang disebutkan
sebagai faktor, tetapi intinya adalah perekonomian kurang sehat walafiat. Utang
menumpuk dan ketika rupiah dijadikan ajang spekulasi, nilai tukarnya merosot.
Jumlah uang yang harus disediakan untuk membayar utang atau mengimpor bahan
baku menjadi berlipat-lipat kali dari sebelumnya.
Perusahaan kesulitan
likuiditas. Ratusan triliun rupiah digelontorkan untuk menolong perbankan dari
kebangkrutan total.
Suatu pelajaran berharga bahwa sesuatu yang
kita miliki bisa hilang seketika manakala tidak dikelola secara baik dan benar.
Ini mengingatkan nasihat orang tua, pelihara dan rawatlah (tepatnya kelola
dengan baik) apa yang dimiliki.
”Ketika kita memiliki sepeda baru,
kadang-kadang sepeda tua diabaikan, dibiarkan tergeletak, tidak pernah dilap,
tidak diberi gemuk, dan remnya tidak pernah diservis. Namun, ketika sepeda tua
itu dicolong orang lain, barulah rasa penyesalan timbul bersama sejuta kenangan
mengenai sepeda tua itu. Wah, sepeda tua saya itu hebat sekali dulu, bla...
bla... blaaa...,” begitu nasihat para orang tua.
Kini, permata Indonesia telah kembali setelah
bertahun-tahun diperjuangkan. Ya, investment grade itu ibarat permata, yang
dikejar semua negara. Ia memancarkan kemilau perekonomian, menjanjikan
pertumbuhan investasi dan nilai aset di kemudian hari. Investment grade berarti
Indonesia adalah negara dengan perekonomian sehat, terkelola baik, dan layak
dijadikan ”lahan” penanaman modal. Baik investasi langsung, seperti membangun
pabrik dan mendirikan usaha baru, maupun investasi tidak langsung berupa
surat-surat berharga.
Pemerintah mesti mengingat bahwa peringkat
itu hanyalah indikator yang dianalisis dari berbagai faktor. Jika ada sesuatu
yang tersembunyi, atau disembunyikan, tentu indikator itu bisa mengirimkan
sinyal lain. Namun, tanpa investment grade itu pun Indonesia sebenarnya masih
bisa berharap banyak soal aliran modal dari berbagai sumber investasi, sebagian
berupa lungsuran dari negara lain yang lebih siap menerima investasi.
Kini, kembalinya Indonesia ke dalam layar
monitor dengan sinyal investment grade yang menyala terang seharusnya
menyadarkan pemerintah untuk bekerja lebih keras dan lebih cerdas lagi agar
aliran dana-dana investasi itu bisa bersemayam lebih lama, nyaman, dan aman di
negeri ini.
Dengan kondisi global dan regional yang sakit
parah, Indonesia yang masih tergolong sehat mesti mempertahankan, bahkan
meningkatkan, daya tahan dan daya tariknya. Caranya, memacu lebih cepat perbaikan
daya saing perekonomian. Misalnya, memangkas biaya tinggi berbisnis,
mempermudah birokrasi bagi pendatang baru di dunia bisnis, membangun
infrastruktur andal, membenahi sistem logistik agar efisien, dan memberangus
semua praktik korupsi.
Tanpa semua itu, investment grade tidak
berarti, tidak membumi, dan kurang bermakna bagi kaum miskin serta penganggur.
Ia hanya akan memicu spekulasi berlebihan, meningkatkan aliran masuk uang panas
untuk mencari imbal hasil sesaat. Jika terjadi guncangan, pemilik uang langsung
menghamburkan kembali dananya keluar mencari tempat stabil, nyaman, dan
menjanjikan keuntungan memadai. Buktikan Indonesia layak investasi dengan
investment grade tersebut...! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar